Lelang Cetak Rekor, tapi Harga Obligasi Tak Gerak

Haryanto, CNBC Indonesia
02 June 2020 17:42
Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Ilustrasi Obligasi (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga obligasi rupiah pemerintah Indonesia pada hari ini, Selasa (2/6/2020) mengalami stagnasi di tengah kehidupan new normal yang menjadi sentimen positif diimbangi dengan tensi perang dagang antara AS-China yang kian membara. Kendati stagnasi, investor masuk pasar SBN hingga Rp 105 triliun.

Data Refinitiv menunjukkan stagnasi harga surat utang negara (SUN) itu tercermin dari empat seri acuan (benchmark). Keempat seri tersebut adalah FR0081 bertenor 5 tahun, FR0082 bertenor 10 tahun, FR0080 bertenor 15 tahun dan FR0083 bertenor 20 tahun. Kesemuanya mencatatkan tingkat yield yang sama dari perdagangan sebelumnya.

Yield Obligasi Negara Acuan 2 Juni'20 

Seri

Jatuh tempo

Yield 29 Mei'20 (%)

Yield 2 Juni'20 (%)

Selisih (basis poin)

Yield wajar PHEI 2 Juni'20 (%)

FR0081

5 tahun

7.131

7.131

0.00

6.5701

FR0082

10 tahun

7.676

7.676

0.00

7.1019

FR0080

15 tahun

7.984

7.984

0.00

7.6857

FR0083

20 tahun

7.940

7.940

0.00

7.6592

Sumber: Refinitiv 



Stagnasi
pasar obligasi pemerintah hari ini tidak tercermin pada harga obligasi wajarnya, di mana indeks INDOBeX Government Total Return milik PT Penilai Harga Efek Indonesia (PHEI/IBPA) justru menguat. Indeks tersebut naik 1,69 poin(0,62%) menjadi 275,03 dari posisi kemarin 273,34.

Sementara stagnasi di pasar surat utang hari ini tidak senada dengan penguatan rupiah di pasar valas. Pada Selasa (2/6/2020), Rupiah menguat 1,34% dari penutupan sebelumnya. Kini US$ 1 dibanderol Rp 14.380/US$ di pasar spot.

Selain itu, pada hari Selasa ini, pemerintah melakukan lelang tujuh seri Surat Utang Negara (SUN) guna memenuhi sebagian dari target pembiayaan dalam APBN 2020.

Target indikatif pada lelang hari ini sebesar Rp 20 triliun dengan target maksimal Rp 40 triliun, permintaan yang masuk senilai Rp 105,27 triliun, dan pemerintah memenangkan sebesar Rp 24,35 triliun dari tujuh seri tersebut, mengacu data DJPPR Kementerian Keuangan.

Mengacu dari hasil lelang yang masuk, investor sangat optimis terhadap aset pendapatan tetap (fixed income) ini di tengah skenario new normal pemerintah Indonesia. Hal tersebut terlihat dari pencapaian permintaan yang melewati target indikatif yang diproyeksikan pemerintah.



Artinya minat investor terhadap obligasi pemerintah sangat baik, dengan kelebihan permintaan (oversubscribed) sebanyak 5,2 kali. Sementara pada lelang Surat Utang Negara (SUN) Selasa ini juga mencapai rekor baru sejak 18 Februari 2020. Jika mengacu data secara tahun berjalan (year-to-date/ytd) ketika permintaan yang masuk mencapai Rp 127,12 triliun.

Seri acuan yang paling diminati investor adalah yang bertenor pendek, terlihat dari table di bawah, seri FR0082 tenor 10 tahun mencapai Rp Rp 44,843 triliun sedangkan seri FR0081 tenor 5 tahun menecapai Rp 25,150 triliun.

Hasil Lelang Surat Utang Negara (SUN)

02-Jun-20

Seri

 

 

 

 

 

SPN03200903

SPN12210603

FR0081

FR0082

FR0080

FR0083

FR0076

Jatuh tempo

03-Sep-20

03-Jun-21

15-Jun-25

15-Sep-30

15-Jun-35

15 April 2040

15 May 2048

Yield rerata tertimbang

3.250%

3.750%

6.632%

7.201%

7.668%

7.710%

7.922%

Penawaran masuk

0,150

1,500

25,150

44,843

15,5585

10,6725

7,3976

Sumber : djppr.kemenkeu.go.id

 

Obligasi RI Jadi Yang Terbaik Kelima

Stagnasi harga SUN tidak senada dengan pelemahan di pasar surat utang pemerintah negara maju dan berkembang lainnya, meski bervariasi. Di antara pasar obligasi negara yang dikompilasi Tim Riset CNBC Indonesia, SBN tenor 10 tahun menjadi yang terbaik kelima.

Dari pasar surat utang negara maju dan berkembang terpantau melemah, yang kesemuanya hampir mencatatkan kenaikan tingkat yield. Sementara surat utang negara yang paling melemah yaitu obligasi Thailand dengan kenaikan tingkat yield  8,00 basis poin (bps).

Sementara surat utang negara yang paling menguat yaitu Afrika Selatan dengan penurunan yield sebesar 20,50 bps. Besaran 100 bps setara dengan 1%.

Pergerakan harga dan yield obligasi saling bertolak belakang di pasar sekunder, sehingga ketika harga naik maka akan menekan yield turun, begitupun sebaliknya.  Yield menjadi acuan keuntungan investor di pasar surat utang dibanding harga karena mencerminkan kupon, tenor, dan risiko dalam satu angka.

Hal tersebut mencerminkan investor cenderung wait and see karena meningkatnya kekhawatiran ketegangan antara AS-China.

 

Yield Obligasi Tenor 10 Tahun Negara Maju & Berkembang

Negara

Yield 29 Mei'20 (%)

Yield 2 Juni'20 (%)

Selisih (basis poin)

Brasil (BB-)

7.03

6.97

-6.00

China (A+)

2.7

2.778

7.80

Jerman (AAA)

-0.432

-0.414

1.80

Prancis (AA)

-0.06

-0.049

1.10

Inggris Raya (AA)

0.193

0.219

2.60

India (BBB-)

6.016

6

-1.60

Jepang (A)

0.01

0.01

0.00

Malaysia (A-)

2.954

2.976

2.20

Filipina (BBB)

3.166

3.284

11.80

Rusia (BBB)

5.56

5.48

-8.00

Singapura (AAA)

0.825

0.85

2.50

Thailand (BBB+)

1.16

1.24

8.00

Amerika Serikat (AAA)

0.6672

0.6673

0.01

Afrika Selatan (BB+)

8.94

8.735

-20.50

Sumber: Refinitiv

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/har) Next Article Corona Terjang Ekspor Impor, Harga Obligasi RI Tak Berdaya

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular