
Sabar, 2 Bulan Lagi Rupiah Bisa di Bawah Rp 14.000/US$!
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 June 2020 17:12

Tidak hanya new normal, penguatan rupiah juga tidak lepas dari "restu" Bank Indonesia.
Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam paparan Perkembangan Ekonomi Terkini pekan lalu mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.
"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).
Kami yakni nilai tukar rupiah masih undervalue, dan berpeluang terus menguat ke arah fundamentalnya" tegas Perry.
Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.
Sementara itu dari dalam negeri, PMI manufaktur Indonesia sedikit membaik di bulan Mei, menjadi 28,6 dari bulan April sebesar 27,5. Meski masih berkontraksi, setidaknya angka indeks mulai bergerak naik. Dengan penerapan new normal mulai bulan ini, PMI manufaktur tentunya akan semakin naik mendekati 50, dan tidak menutup kemungkinan langsung menunjukkan ekspansi seperti yang dialami China.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2020. BPS mencatat terjadi inflasi 0,07% di Mei 2020. Sebanyak 67 kota terjadi inflasi sementara 23 kota deflasi.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median inflasi bulanan (month-to-month/MM) sebesar 0,1%. Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) ada di 2,22% dan inflasi inti secara tahunan adalah 2,8%.
BPS mencatat year on year inflasi 2,19% sementara year to date inflasi 2020 mencapai 0,9%.
Rendahnya inflasi memang bisa memberikan gambaran penurunan daya beli masyarakat akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19. Tetapi secara investasi, inflasi yang rendah membuat riil return berinvestasi di Indonesia menjadi lebih tinggi. Sehingga aliran modal asing bisa deras masuk ke dalam negeri, dan rupiah menjadi perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Gubernur BI, Perry Warjiyo dalam paparan Perkembangan Ekonomi Terkini pekan lalu mengatakan nilai tukar rupiah saat ini masih undervalue, dan ke depannya akan kembali menguat ke nilai fundamentalnya, kembali ke level sebelum pandemi Covid-19 terjadi di kisaran Rp 13.600-13.800/US$.
"Ke depan nilai tukar rupiah akan menguat ke fundamentalnya. Fundamental diukur dari inflasi yang rendah, current account deficit (CAD) yang lebih rendah, itu akan menopang penguatan rupiah. Aliran modal asing yang masuk ke SBN (Surat Berharga Negara) juga memperkuat nilai tukar rupiah" kata Perry, Kamis (28/5/2020).
Pernyataan Perry tersebut berbeda dengan sebelumnya yang mengatakan rupiah akan berada di kisaran Rp 15.000/US$ di akhir tahun. Rupiah kini disebut akan menguat ke nilai fundamentalnya, sehingga memberikan dampak psikologis ke pasar jika Mata Uang Garuda masih berpeluang menguat lebih jauh.
Sementara itu dari dalam negeri, PMI manufaktur Indonesia sedikit membaik di bulan Mei, menjadi 28,6 dari bulan April sebesar 27,5. Meski masih berkontraksi, setidaknya angka indeks mulai bergerak naik. Dengan penerapan new normal mulai bulan ini, PMI manufaktur tentunya akan semakin naik mendekati 50, dan tidak menutup kemungkinan langsung menunjukkan ekspansi seperti yang dialami China.
Selain itu, Badan Pusat Statistik (BPS) hari ini merilis Indeks Harga Konsumen (IHK) pada Mei 2020. BPS mencatat terjadi inflasi 0,07% di Mei 2020. Sebanyak 67 kota terjadi inflasi sementara 23 kota deflasi.
Konsensus pasar yang dihimpun CNBC Indonesia menghasilkan median inflasi bulanan (month-to-month/MM) sebesar 0,1%. Sementara inflasi tahunan (year-on-year/YoY) ada di 2,22% dan inflasi inti secara tahunan adalah 2,8%.
BPS mencatat year on year inflasi 2,19% sementara year to date inflasi 2020 mencapai 0,9%.
Rendahnya inflasi memang bisa memberikan gambaran penurunan daya beli masyarakat akibat banyaknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) akibat pandemi Covid-19. Tetapi secara investasi, inflasi yang rendah membuat riil return berinvestasi di Indonesia menjadi lebih tinggi. Sehingga aliran modal asing bisa deras masuk ke dalam negeri, dan rupiah menjadi perkasa.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular