Semua Hepi, Saham Batu Bara Terbang & Ada yang Naik 12%

Haryanto, CNBC Indonesia
02 June 2020 15:53
Pemerintah Beri Karpet Merah Bagi Pengusaha Batu Bara (CNBC Indonesia TV)
Foto: Pemerintah Beri Karpet Merah Bagi Pengusaha Batu Bara (CNBC Indonesia TV)

Jakarta, CNBC Indonesia - Pada perdagangan hari ini Selasa (2/6/2020) saham-saham sektor pertambangan batubara sesi I terpantau mengalami kenaikan di tengah naiknya harga batu bara termal Newcastle kontrak pada perdagagangan kemarin, Senin (1/6/2020) naik US$ 2,4 atau bertambah 4,45% menjadi US$ 56,3/ton.

Salah satu faktor pemicu melesatnya harga batu bara adalah kenaikan harga minyak mentah. Harga minyak semakin mendekati US$ 40/barel untuk jenis Brent yang merupakan acuan internasional.

Batu bara dan minyak merupakan sumber energi primer. Walau penggunaannya berbeda, minyak untuk bahan bakar transportasi dan batu bara untuk pembangkit listrik, kenaikan harga minyak yang signifikan turut jadi sentimen positif bagi harga batu bara.

 

 

Kembali dibukanya perekonomian juga turut jadi faktor yang membuat harga si batu hitam membaik seiring dengan munculnya harapan bahwa permintaan listrik untuk sektor komersial dan industri yang sempat anjlok berangsur-angsur membaik.

Namun terdapat beberapa tantangan yang dihadapi oleh komoditas batu bara ke depan seperti tekanan dari para pembuat kebijakan untuk semakin beralih ke sumber energi alternatif yang ramah lingkungan, tingginya stok di India dan kemungkinan impor China yang lebih rendah karena beralih ke pasokan domestik hingga hubungan Asutralia-China yang panas.

Pemerintah China sendiri sedang berupaya melindungi industri batu bara domestik dengan membatasi impor. Yu Zhai, Konsultan Senior Wood Mackenzie, memperkirakan impor batu bara China pada semester II-2020 adalah sekitar 80 juta ton, turun sampai 25,23% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.

 

Konsumsi Batu BaraFoto: Morgan Stanley
Konsumsi Batu Bara

Konsumsi Batubara China 2020 (garis hijau) saat ini sudah pulih dari penurunan Jan-Feb akibat Covid19, bahkan kalau kita perhatikan garis konsumsi 2020 sudah lebih tinggi dari 2019 (kuning).

Dengan ekonomi China yang mulai bangkit usai dicabutnya karantina wilayah (lockdown) karena penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) yang melambat, produsen batu bara di Negeri Tirai Bambu ramai-ramai menggenjot produksi. Maklum, ekonomi yang pulih tentu membuat permintaan listrik meningkat. Sebagian besar pembangkit listrik di China menggunakan batu bara sebagai energi primer.

China adalah konsumen sekaligus importir batu bara terbesar di dunia. Oleh karena itu, perubahan permintaan dari Negeri Panda tentunya bakal mempengaruhi pembentukan harga.

Sementara selama tahun berjalan (year-to-date/ytd) harga batu bara kontrak berjangka ICE Newcastle merosot 22,65% atau US$ 12,75 dari US$ 69,05/ton pada penutupan 31 Desember 2019, berdasarkan data Refinitiv.

Penurunan harga batu bara YTD juga akibat pandemi virus corona yang memaksa sejumlah negara produsen dan pengimpor batu bara untuk menerapkan karantina wilayah (lockdown), sehingga menekan permintaan.

Penurunan harga batu bara YTD tentunya juga berdampak pada saham emiten pertambangan si batu hitam tersebut.

Berikut kinerja saham emiten batu bara YTD

 

Mengacu data di atas penurunan yang paling besar adalah saham PTAlfaEnergiInvestamaTbk (FIRE) sebesar (-64,11%)YTD. Bidang usaha FIRE mencakup perdagangan, pengangkutan, dan pertambangan batubara melalui entitas anak Perseroan. Sementara yang membukukan paling sedikityaitusahamARII (-3,55%), sedangkan DEWA dan GEMS stagnan.

Pada penutupan perdagangan hari ini Selasa (2/6), lima emiten yang membukukan kenaikan teratas di antaranya yaitu saham BOSS (12,33%) pada Rp 18/unit saham, PTBA (6,94%) menjadi Rp 2.080/unit saham, MYOH (4,65%) pada Rp 900/unit saham, ITMG (4,63%) menjadi Rp 8.475/unit saham dan ADRO (4,09%) pada Rp 1.145/unit saham.

Sementara itu, naiknya saham ADRO sendiri juga terdorong oleh pembagian dividen yang sebesar Rp 3,7 triliun.

Musim pembagian dividen menjadi katalis positif bagi investor pasar modal lantaran beberapa perusahaan terbuka (emiten) yang tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI) sudah menjadwalkan pembagian dividen atas laba bersih mereka kepada pemegang saham.

Salah satunya emiten tambang batu bara PT Adaro Energy Tbk (ADRO) yang dipimpin oleh Garibaldi 'Boy' Thohir. Sepanjang tahun lalu, laba bersih Adaro tercatat sebesar US$ 404,19 juta, turun 3,24% dari tahun sebelumnya US$ 417,72 juta. Nilai laba bersih entitas induk tahun lalu itu setara dengan Rp 5,9 triliun (asumsi kurs Rp 14.700/US$).

Dari jumlah laba tersebut, perseroan akan membagikan dividen tunai kepada pemegang saham sebesar US$ 250,13 juta (setara Rp 3,7 triliun), atau dividen per saham sebesar US$ 0,00782/saham. Nilai itu setara 61,88% dari total laba bersih perseroan tahun lalu.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA


(har/har) Next Article China Setop Impor, Saham Emiten Batu Bara Berguguran

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular