Manipulasi Pasar Bikin Emas Batal Terbang Tinggi, Benarkah?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
26 May 2020 16:51
Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Foto: Emas Batangan dan Koin dalam brankas Pro Aurum di Munich, Jerman pada 14 Agustus 2019. (REUTERS/Michael Dalder)
Sebelum terjadi pandemi penyakit virus corona (Covid-19) sudah banyak yang memprediksi emas akan menguat. Ketika pandemi terjadi, emas diprediksi terbang tinggi.

Pada bulan April lalu, Bank of America (BofA) memprediksi harga emas akan ke US$ 3.000/US$ dalam 18 bulan ke depan. Analis dari BofA tersebut melihat perekonomian global yang mengalami resesi, kemudian stimulus fiskal serta peningkatan neraca bank sentral akan membuat pelaku pasar memburu emas sebagai investasi, sehingga harganya akan melonjak.

Pandemi Covid-19 yang membuat perekonomian global menuju jurang resesi.

Akibatnya bank sentral di berbagai negara menerapkan kebijakan ultra longgar dengan memangkas suku bunga bahkan menerapkan kebijakan yang tidak biasa (unconventional) seperti program pembelian aset (quatitative easing/QE).

Bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) yang paling agresif, di bawah pimpinan Jerome Powell suku bunga dibabat habis hingga menjadi 0-0,25%, kemudian mengaktifkan kembali program QE dengan nilai tanpa batas. Berapapun akan digelontorkan agar likuiditas di perekonomian AS tidak mengetat akibat pandemi Covid-19 yang membuat roda perekonomian melambat bahkan nyaris terhenti.

Di tahun 2008 ketika terjadi krisis finansial global, The Fed dan bank sentral lainnya di Eropa menerapkan kebijakan yang sama, suku bunga rendah serta QE, dampaknya harga emas terus bergerak naik hingga mencapai rekor tertinggi sepanjang masa pada tahun 2011.



Itu baru The Fed, bank sentral lainnya juga menerapkan kebijakan yang sama, bank sentral Australia misalnya, untuk pertama kalinya sepanjang sejarah menerapkan program QE akibat pandemi Covid-19.

Saat ini, tidak hanya bank sentral yang mengambil kebijakan agresif. Pemerintah di berbagai negara juga menggelontorkan stimulus fiskal guna menanggulangi Covid-19. Pemerintah AS sudah menggelontorkan stimulus senilai US$ 2 triliun, terbesar sepanjang sejarah. Kebijakan tersebut membuat perekonomian global banjir likuiditas, lagi-lagi kondisi yang menguntungkan bagi emas.

Kebijakan moneter dan fiskal tersebut membuat Ole Hansen, Kepala Ahli Strategi Komoditas di Saxo Bank, memprediksi dalam jangka panjang emas akan di atas US$ 4.000/troy ons

Hansen mengatakan pelaku pasar belum paham sepenuhnya bagaimana dampak kebijakan bank sentral dan pemerintah di berbagai negara ke pasar finansial.

"Dari perspektif investasi emas, ini bukan mengenai apa yang terjadi hari ini, besok, atau bulan depan, tetapi apa yang akan terjadi 6 sampai 12 bulan ke depan atau lebih dari itu" kata Hansen, sebagaimana dikutip Kitco.

Hansen memprediksi di akhir tahun ini harga emas berada di US$ 1.800/troy ons, kemudian mencetak rekor tertinggi di 2021, dan dalam jangka panjang berada di atas US$ 4.000/troy ons.

TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular