Jerman Resesi, AS-China Perang Dingin, Rupiah Jadi Lemah

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
26 May 2020 09:02
Ilustrasi Dollar Rupiah
Ilustrasi Rupiah dan Dolar AS (CNBC Indonesia)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah di perdagangan pasar spot hari ini. Maklum, rupiah tentu 'jetlag' setelah libur yang lumayan lama.

Pada Senin (26/5/2020), US$ 1 setara dengan Rp 14.725 kala pembukaan pasar spot. Rupiah melemah 0,31% dibandingkan posisi penutupan perdagangan sebelum libur Kenaikan Yesus Kristus.

Artinya, rupiah sudah absen dari pasar spot sejak Kamis pekan lalu. Kala itu, rupiah masih diperdagangkan di kisaran Rp 14.600-14.700/US$. Hari ini, rupiah sudah berada di kisaran Rp 14.800/US$ di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF) sehingga pelemahan rupiah sudah terlihat sebelum pasar spot dibuka.


Selama empat hari tersebut, rupiah aman dari berbagai sentimen yang mendera pasar keuangan global. Mulai dari penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19), memburuknya hubungan AS-China, ketegangan di Hong Kong, dan sebagainya.

Namun hari ini rupiah sudah tidak bisa menghindar lagi. Selain faktor 'jetlag', memang ada sentimen negatif yang membuat pelaku pasar cenderung wait and see.

Kemarin, Biro Pusat Statistik Jerman mengumumkan ekonomi pada kuartal I-2020 terkontraksi (tumbuh negatif) -2,2% secara kuartalan. Ini merupakan pencapaian terburuk sejak krisis keuangan global, sekaligus membawa Jerman ke jurang resesi teknikal karena pada kuartal sebelumnya juga terjadi kontraksi -0,1%.

 

"Kuartal I-2020 hanya mencerminkan dua minggu pelaksanaan karantina wilayah (lockdown). Jadi tidak perlu banyak berpikir untuk membayangkan bagaimana jebloknya kinerja pada kuartal berikutnya," ujar Carsten Brzeski, Ekonom ING, seperti dikutip dari Reuters.


Jerman adalah perekonomian terbesar di Eropa. Rontoknya ekonomi Jerman sangat mungkin membawa Benua Biru jatuh ke jurang resesi.

Pelaku pasar juga layak khawatir dengan dinamika hubungan AS-China. Sejak Presiden AS Donald Trump meminta China bertanggung jawab atas penyebaran virus corona, hubungan Washington-Beijing memburuk.

AS juga mengambil ancang-ancang untuk memperluas cakupan tekanan terhadap China ke bidang ekonomi. Akhir pekan lalu, Kementerian Perdagangan AS memasukkan 33 nama perusahaan China ke daftar hitam. Artinya, individu maupun korporasi AS dilarang berbisnis dengan mereka.

"Mereka (33 perusahaan China) terlibat secara langsung maupun tidak langsung dalam pelanggaran hak asasi manusia dan kampanye represi pemerintah China," sebut keterangan tertulis Kementerian Perdagangan AS.


Relasi AS-China kini bak api dalam sekam. Panas di permukaan, membara di bawah tanah. Pelaku pasar (dan dunia) khawatir AS-China akan masuk ke fase Perang Dingin seperti saat Negeri Paman Sam bersaing dengan Uni Soviet untuk menentukan siapa yang nomor satu. Tanda-tanda ke arah sana bahkan semakin nyata kala Menteri Luar Negeri China Wang Yi menegaskan ada permainan politik yang coba membuat kedua negara memasuki Perang Dingin.

"Beberapa kekuatan politik di AS mencoba menyandera hubungan AS dan China dan mendorong kedua negara menuju Perang Dingin yang baru. AS sepertinya telah terjangkit virus politik, tetapi China akan terbuka dengan upaya internasional untuk mencari penyebab penyebaran virus corona," kata Wang, seperti dikutip dari AFP.

Perang Dingin tentu bukan kabar baik bagi perekonomian dunia. Globalisasi akan terganggu, membuat dunia tersekat-sekat di antara dua kekuatan besar, sehingga arus perdagangan, investasi, bahkan mobilitas manusia bisa terpengaruh. Padahal dunia yang terbuka adalah kunci untuk mencapai kesejahteraan karena tidak adanya hambatan membuat kemajuan menjadi seolah tanpa batas.


Namun sekarang ada ancaman terjadinya Perang Dingin. Belum lagi masih ada 'huru-hara' yang ditimbulkan oleh virus corona.

Tingginya risiko di pasar membuat investor memilih untuk bermain aman dan enggan masuk ke pasar keuangan negara-negara berkembang di Asia. Akibatnya, mata uang Benua Kuning kekurangan 'darah' dan bergerak melemah. Tidak terkecuali rupiah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular