
Kalau Pasar Buka, Rupiah Bakal Loyo Hari Ini
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 May 2020 10:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini pasar keuangan Tanah Air masih tutup karena libur hari raya Idul Fitri. Namun jika perdagangan tetap buka ada peluang nilai tukar rupiah mengalami depresiasi di hadapan dolar AS.
Walau berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hari ini suasana lebaran masih terasa. Pasar keuangan RI masih libur. Pekan lalu sebelum pasar tutup nilai tukar rupiah di pasar spot dibanderol Rp 14.680/US$. Sementara untuk kurs acuan Bank Indonesia (BI) yakni JISDOR rupiah dipatok Rp 14.785/US$ pada 20 Mei 2020.
Pada perdagangan pasar spot pagi ini mayoritas mata uang negara kawasan Asia melemah di hadapan dolar AS. Ini menjadi salah satu sentimen negatif yang berpotensi membuat nilai tukar rupiah juga ikut melemah di hadapan dolar greenback.
Data mengacu pada pasar spot pukul 08.40 WIB, Sumber : Refinitiv
Dolar Amerika Serikat (AS) memang tengah perkasa akhir-akhir ini. Tensi geopolitik yang kembali tinggi antara Washington-Beijing membuat investor berburu aset-aset minim risiko (safe haven) seperti dolar AS salah satunya.
Penguatan dolar AS tercermin dari naiknya indeks dolar yang mengukur keperkasaan mata uang Negeri Adidaya itu terhadap enam mata uang lainnya. Sejak 20 Mei dolar AS cenderung mengalami tren penguatan.
Hubungan AS-China kembali memanas setelah merebaknya virus corona menjadi pandemi global. Presiden AS Donald Trump menuding China telah menutup-nutupi fakta asal muasal virus dan telah gagal menangani wabah sehingga bisa menjadi pandemi yang menjangkiti lebih dari 200 negara dan teritori seperti sekarang ini.
Trump yang geram terus mengambil berbagai manuver, mulai dari rencana menerapkan tarif, menghapus China dari rantai pasok global hingga mengancam putus hubungan dengan Negeri Tirai Bambu.
Konflik makin tereskalasi dan ditakutkan bisa memicu terjadinya konfrontasi militer. Ketegangan yang terbaru antara keduanya kini dipicu oleh isu Hong Kong. Pada Jumat (22/5/2020) China mengumumkan undang-undang keamanan nasional baru, yang jika diterapkan, akan memberi Beijing lebih banyak kontrol atas Hong Kong dan dapat memicu protes pro-demokrasi lebih lanjut di kota itu.
Rancangan ini diumumkan ketika Kongres Rakyat Nasional China (NPC) yang merupakan parlemen di Negeri Tirai Bambu memulai sesi tahunannya dan akan berlangsung hingga 28 Mei.
Namun, pengumuman China tersebut menuai kritik dari pejabat AS. Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Robert O'Brien mengatakan pada hari Minggu (24/5/2020) bahwa jika Beijing terus menerapkan hukum yang kontroversial tersebut maka pemerintah AS kemungkinan akan menjatuhkan sanksi terhadap China.
Ketegangan yang timbul membuat dolar AS menjadi dilirik. Hal ini disampaikan oleh kepala strategi global TD Securities, Bart Melek. Menurutnya ketegangan geopolitik poros AS-China berpotensi membuat RMB China melemah dan dolar AS menguat.
Penguatan dolar AS jelas bukan kabar yang baik tentunya untuk mata uang negara lain terutama mata uang negara-negara berkembang seperti rupiah.
Di sisi lain di pasar Non Deliverable Forwards (NDF) kurs rupiah dalam sepekan sudah dipatok mendekati Rp 14.900/US$ melemah dibanding periode jelang penutupan hari terakhir perdagangan pekan lalu.
Sumber : Refinitiv
Walau berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, hari ini suasana lebaran masih terasa. Pasar keuangan RI masih libur. Pekan lalu sebelum pasar tutup nilai tukar rupiah di pasar spot dibanderol Rp 14.680/US$. Sementara untuk kurs acuan Bank Indonesia (BI) yakni JISDOR rupiah dipatok Rp 14.785/US$ pada 20 Mei 2020.
Pada perdagangan pasar spot pagi ini mayoritas mata uang negara kawasan Asia melemah di hadapan dolar AS. Ini menjadi salah satu sentimen negatif yang berpotensi membuat nilai tukar rupiah juga ikut melemah di hadapan dolar greenback.
Mata Uang | Perubahan (%) |
USD/CNY | 0.13 |
USD/JPY | 0.03 |
USD/KRW | 0.1 |
USD/SGD | 0.02 |
USD/THB | 0.19 |
Data mengacu pada pasar spot pukul 08.40 WIB, Sumber : Refinitiv
Dolar Amerika Serikat (AS) memang tengah perkasa akhir-akhir ini. Tensi geopolitik yang kembali tinggi antara Washington-Beijing membuat investor berburu aset-aset minim risiko (safe haven) seperti dolar AS salah satunya.
Penguatan dolar AS tercermin dari naiknya indeks dolar yang mengukur keperkasaan mata uang Negeri Adidaya itu terhadap enam mata uang lainnya. Sejak 20 Mei dolar AS cenderung mengalami tren penguatan.
Hubungan AS-China kembali memanas setelah merebaknya virus corona menjadi pandemi global. Presiden AS Donald Trump menuding China telah menutup-nutupi fakta asal muasal virus dan telah gagal menangani wabah sehingga bisa menjadi pandemi yang menjangkiti lebih dari 200 negara dan teritori seperti sekarang ini.
Trump yang geram terus mengambil berbagai manuver, mulai dari rencana menerapkan tarif, menghapus China dari rantai pasok global hingga mengancam putus hubungan dengan Negeri Tirai Bambu.
Konflik makin tereskalasi dan ditakutkan bisa memicu terjadinya konfrontasi militer. Ketegangan yang terbaru antara keduanya kini dipicu oleh isu Hong Kong. Pada Jumat (22/5/2020) China mengumumkan undang-undang keamanan nasional baru, yang jika diterapkan, akan memberi Beijing lebih banyak kontrol atas Hong Kong dan dapat memicu protes pro-demokrasi lebih lanjut di kota itu.
Rancangan ini diumumkan ketika Kongres Rakyat Nasional China (NPC) yang merupakan parlemen di Negeri Tirai Bambu memulai sesi tahunannya dan akan berlangsung hingga 28 Mei.
Namun, pengumuman China tersebut menuai kritik dari pejabat AS. Penasihat keamanan nasional Gedung Putih Robert O'Brien mengatakan pada hari Minggu (24/5/2020) bahwa jika Beijing terus menerapkan hukum yang kontroversial tersebut maka pemerintah AS kemungkinan akan menjatuhkan sanksi terhadap China.
Ketegangan yang timbul membuat dolar AS menjadi dilirik. Hal ini disampaikan oleh kepala strategi global TD Securities, Bart Melek. Menurutnya ketegangan geopolitik poros AS-China berpotensi membuat RMB China melemah dan dolar AS menguat.
Penguatan dolar AS jelas bukan kabar yang baik tentunya untuk mata uang negara lain terutama mata uang negara-negara berkembang seperti rupiah.
Di sisi lain di pasar Non Deliverable Forwards (NDF) kurs rupiah dalam sepekan sudah dipatok mendekati Rp 14.900/US$ melemah dibanding periode jelang penutupan hari terakhir perdagangan pekan lalu.
Periode | Kurs 20/5/20 (14.54 WIB) | Kurs 25/5/20 (08.40 WIB) |
1 Pekan | 14733 | 14914.55 |
1 Bulan | 14831 | 15014.24 |
2 Bulan | 14829 | 15102.05 |
3 Bulan | 15023 | 15224.98 |
6 Bulan | 15325 | 15525.78 |
9 Bulan | 15558 | 15749.1 |
1 Tahun | 15795 | 15749 |
Sumber : Refinitiv
NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London.
Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular