
AS-China Bisa Picu World War III, Reli Minyak Setop & Drop
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
25 May 2020 08:15

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan melemah pada awal pekan ini menyusul ketegangan yang terjadi antara Negeri Paman Sam dengan Negeri Tirai Bambu.
Senin (25/5/2020), harga minyak turun lebih dari 1% pada perdagangan pagi waktu Asia. Pada 07.10 WIB harga minyak mentah acuan internasional yakni Brent melemah 1,25% ke US$ 34,69/barel.
Di saat yang sama harga minyak mentah untuk kontrak acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) ambles lebih dalam. Harga minyak WTI turun 1,98% ke level US$ 32,89/barel.
Setelah permintaan terhadap bahan bakar menurun drastis akibat upaya untuk mengendalikan penyebaran virus di berbagai negara, harga minyak cenderung reli akhir-akhir ini.
Reli harga si emas hitam terjadi sejak memasuki bulan Mei, seiring dengan pemangkasan produksi oleh Arab, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) serta kembali bergeliatnya aktivitas ekonomi di berbagai wilayah seiring dengan pelonggaran lockdown dan segala pembatasannya.
Harga minyak turun setelah China mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mempublikasikan target pertumbuhan tahunan untuk pertama kalinya pada hari Jumat (22/5/2020). Beijing juga berjanji akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian yang terpukul akibat wabah virus corona (Covid-19).
"Virus corona telah memangkas pertumbuhan permintaan minyak global satu dekade terakhir dan pemulihan akan terjadi dengan lambat," kata Stephen Brennock dari broker PVM, melansir Reuter.
Harga minyak juga turun menyusul kembali tegangnya hubungan dua raksasa ekonomi global yakni AS dan China. China berencana untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional baru di Hong Kong setelah melatusnya kerusuhan pro-demokrasi tahun lalu, kata seorang pejabat Cina mengatakan pada Kamis (21/5/2020).
Hal ini langsung memicu peringatan keras dari Presiden Donald Trump bahwa Washington akan mengambil tindakan yang sangat tegas. Tensi hubungan kedua negara belakangan meningkat karena sejumlah isu, ini dikhawatirkan bisa menjadi pemicu terjadinya perang dunia ketiga.
Dalam sepekan lalu, harga minyak Brent dan WTI masing-masing menguat sebesar 8% dan 13%. Namun penguatan ini mendapat sorotan dari lembaga konsultan energi global Rystad Energy.
Lembaga yang bermarkas di Oslo Norwegia itu menilai bahwa reli harga emas hitam mungkin sudah terlalu jauh dan terlalu cepat. Lebih lanjut Rystad Energy juga mewanti-wanti soal potensi munculnya gelombang kedua wabah seiring dengan pembukaan kembali ekonomi.
"Gelombang kedua (dari virus corona) bukanlah kemungkinan yang sangat jauh dan putaran baru lockdown dapat membuat harga [minyak mentah] kembali ke tingkat yang jauh lebih rendah dengan sangat cepat, dan pasar pun mengetahuinya," kata analis pasar minyak senior Rystad Energy Paola Rodriguez Masiu, melansir Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Arab Pangkas Produksi Minyak & Harga Naik, Begini Dampaknya
Senin (25/5/2020), harga minyak turun lebih dari 1% pada perdagangan pagi waktu Asia. Pada 07.10 WIB harga minyak mentah acuan internasional yakni Brent melemah 1,25% ke US$ 34,69/barel.
Di saat yang sama harga minyak mentah untuk kontrak acuan Amerika Serikat (AS) yakni West Texas Intermediate (WTI) ambles lebih dalam. Harga minyak WTI turun 1,98% ke level US$ 32,89/barel.
Setelah permintaan terhadap bahan bakar menurun drastis akibat upaya untuk mengendalikan penyebaran virus di berbagai negara, harga minyak cenderung reli akhir-akhir ini.
Reli harga si emas hitam terjadi sejak memasuki bulan Mei, seiring dengan pemangkasan produksi oleh Arab, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) serta kembali bergeliatnya aktivitas ekonomi di berbagai wilayah seiring dengan pelonggaran lockdown dan segala pembatasannya.
Harga minyak turun setelah China mengatakan bahwa pihaknya tidak akan mempublikasikan target pertumbuhan tahunan untuk pertama kalinya pada hari Jumat (22/5/2020). Beijing juga berjanji akan meningkatkan pengeluaran pemerintah untuk menyelamatkan perekonomian yang terpukul akibat wabah virus corona (Covid-19).
"Virus corona telah memangkas pertumbuhan permintaan minyak global satu dekade terakhir dan pemulihan akan terjadi dengan lambat," kata Stephen Brennock dari broker PVM, melansir Reuter.
Harga minyak juga turun menyusul kembali tegangnya hubungan dua raksasa ekonomi global yakni AS dan China. China berencana untuk memberlakukan undang-undang keamanan nasional baru di Hong Kong setelah melatusnya kerusuhan pro-demokrasi tahun lalu, kata seorang pejabat Cina mengatakan pada Kamis (21/5/2020).
Hal ini langsung memicu peringatan keras dari Presiden Donald Trump bahwa Washington akan mengambil tindakan yang sangat tegas. Tensi hubungan kedua negara belakangan meningkat karena sejumlah isu, ini dikhawatirkan bisa menjadi pemicu terjadinya perang dunia ketiga.
Dalam sepekan lalu, harga minyak Brent dan WTI masing-masing menguat sebesar 8% dan 13%. Namun penguatan ini mendapat sorotan dari lembaga konsultan energi global Rystad Energy.
Lembaga yang bermarkas di Oslo Norwegia itu menilai bahwa reli harga emas hitam mungkin sudah terlalu jauh dan terlalu cepat. Lebih lanjut Rystad Energy juga mewanti-wanti soal potensi munculnya gelombang kedua wabah seiring dengan pembukaan kembali ekonomi.
"Gelombang kedua (dari virus corona) bukanlah kemungkinan yang sangat jauh dan putaran baru lockdown dapat membuat harga [minyak mentah] kembali ke tingkat yang jauh lebih rendah dengan sangat cepat, dan pasar pun mengetahuinya," kata analis pasar minyak senior Rystad Energy Paola Rodriguez Masiu, melansir Reuters.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Arab Pangkas Produksi Minyak & Harga Naik, Begini Dampaknya
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular