Menguat Sejak Awal Bulan, Harga Minyak Terpangkas Pagi Ini
27 May 2020 09:34

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah pada perdagangan pagi ini mengalami penurunan. Walau terpangkas, harga si emas hitam masih berada pada tren penguatan sejak awal bulan.
Rabu (27/5/2020) harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan melemah nyaris 1%. Harga minyak mentah acuan internasional Brent turun 0,66% ke US$ 35,93/barel. Sementara itu harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) turun lebih dalam sebesar 0,93% ke US$ 34,03/barel.
Walau turun pada pagi hari ini, harga minyak masih berada dalam jalur penguatan memasuki bulan Mei. Sentimen dilonggarkannya lockdown jadi pemicu utama kenaikan harga minyak. Ketika pembatasan dilonggarkan, ada harapan kebutuhan akan bahan bakar meningkat sehingga dapat mengerek harga minyak.
Banyak negara-negara Eropa yang sudah mulai kembali memacu perekonomiannya. Di Eropa, Perancis dan Jerman adalah dua contoh negara yang secara bertahap kembali membuka ekonominya.
Menyusul Perancis dan Jerman, negara Eropa lain seperti Italia, Spanyol, Portugal, Yunani, Belanda, Swedia dan Islandia bahkan berencana untuk kembali menyambut turis. Itu artinya pariwisata merupakan salah satu sektor yang jadi perhatian dan akan digenjot oleh negara-negara tersebut.
Tak mau ketinggalan dengan Eropa kemarin Jepang juga mencabut status darurat corona pada Senin (25/5/2020). Kemudian ada juga Afrika Selatan yang dikabarkan berencana untuk mencabut status lockdown hingga ke level tiga pada 1 Juni nanti.
Ini berarti pembukaan kembali secara penuh untuk semua sektor seperti manufaktur, penambangan, konstruksi, jasa keuangan, layanan profesional dan bisnis, teknologi informasi, komunikasi, layanan pemerintah, dan layanan media. Ketika lockdown dibuka, sekitar 8 juta orang Afrika Selatan akan kembali bekerja.
Itu baru ditinjau dari sisi permintaan. Apabila ditilik dari sisi pasokan, upaya pemangkasan produksi oleh negara-negara kartel minyak seperti Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ juga turut membantu mendongkrak harga.
Pada awal April lalu OPEC+ sepakat untuk memotong output minyak mereka sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd). Lebih lanjut, Arab Saudi, Kuwait dan Uni Emirat Arab secara sukarela berjanji akan memangkas produksinya lebih banyak mulai Juni nanti.
Harga minyak mentah memang berada dalam tren menguat. Namun ada dua faktor pengganjal yang menghambatnya naik lebih tinggi untuk perdagangan hari ini. Ada kekhawatiran bahwa walaupun ekonomi kembali dilonggarkan, permintaan minyak tak bisa terkerek banyak.
Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian telah membuka lockdown. Hal ini cukup mendongkrak optimisme pasar terkait pemulihan permintaan. Namun analis menilai pemulihan ini rapuh. Para analis memperkirakan ketika liburan Memorial Day yang baru saja berlalu di Amerika Serikat biasanya menandai dimulainya musim permintaan puncak.
"Perkiraan awal menunjukkan permintaan bensin turun sebanyak 30% dari tahun lalu karena orang tinggal dekat dengan rumah," kata ANZ Research dalam sebuah catatan.
Di sisi lain ketegangan antara AS-China soal Hong Kong juga jadi batu sandungan untuk harga minyak mentah menguat. Laporan Bloomberg News mengatakan AS sedang mempertimbangkan sanksi terhadap perusahaan dan pejabat China atas situasi di Hong Kong.
Laporan itu dikeluarkan setelah Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Robert O'Brien, mengatakan AS kemungkinan akan menjatuhkan sanksi terhadap China jika Beijing menerapkan undang-undang keamanan nasional yang akan memberinya kontrol lebih besar atas Hong Kong yang otonom.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg)
Rabu (27/5/2020) harga minyak mentah untuk kontrak yang ramai diperdagangkan melemah nyaris 1%. Harga minyak mentah acuan internasional Brent turun 0,66% ke US$ 35,93/barel. Sementara itu harga minyak acuan Amerika Serikat (AS) turun lebih dalam sebesar 0,93% ke US$ 34,03/barel.
Walau turun pada pagi hari ini, harga minyak masih berada dalam jalur penguatan memasuki bulan Mei. Sentimen dilonggarkannya lockdown jadi pemicu utama kenaikan harga minyak. Ketika pembatasan dilonggarkan, ada harapan kebutuhan akan bahan bakar meningkat sehingga dapat mengerek harga minyak.
Banyak negara-negara Eropa yang sudah mulai kembali memacu perekonomiannya. Di Eropa, Perancis dan Jerman adalah dua contoh negara yang secara bertahap kembali membuka ekonominya.
Menyusul Perancis dan Jerman, negara Eropa lain seperti Italia, Spanyol, Portugal, Yunani, Belanda, Swedia dan Islandia bahkan berencana untuk kembali menyambut turis. Itu artinya pariwisata merupakan salah satu sektor yang jadi perhatian dan akan digenjot oleh negara-negara tersebut.
Tak mau ketinggalan dengan Eropa kemarin Jepang juga mencabut status darurat corona pada Senin (25/5/2020). Kemudian ada juga Afrika Selatan yang dikabarkan berencana untuk mencabut status lockdown hingga ke level tiga pada 1 Juni nanti.
Ini berarti pembukaan kembali secara penuh untuk semua sektor seperti manufaktur, penambangan, konstruksi, jasa keuangan, layanan profesional dan bisnis, teknologi informasi, komunikasi, layanan pemerintah, dan layanan media. Ketika lockdown dibuka, sekitar 8 juta orang Afrika Selatan akan kembali bekerja.
Itu baru ditinjau dari sisi permintaan. Apabila ditilik dari sisi pasokan, upaya pemangkasan produksi oleh negara-negara kartel minyak seperti Arab Saudi, Rusia dan koleganya yang tergabung dalam OPEC+ juga turut membantu mendongkrak harga.
Pada awal April lalu OPEC+ sepakat untuk memotong output minyak mereka sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd). Lebih lanjut, Arab Saudi, Kuwait dan Uni Emirat Arab secara sukarela berjanji akan memangkas produksinya lebih banyak mulai Juni nanti.
Harga minyak mentah memang berada dalam tren menguat. Namun ada dua faktor pengganjal yang menghambatnya naik lebih tinggi untuk perdagangan hari ini. Ada kekhawatiran bahwa walaupun ekonomi kembali dilonggarkan, permintaan minyak tak bisa terkerek banyak.
Di Amerika Serikat, beberapa negara bagian telah membuka lockdown. Hal ini cukup mendongkrak optimisme pasar terkait pemulihan permintaan. Namun analis menilai pemulihan ini rapuh. Para analis memperkirakan ketika liburan Memorial Day yang baru saja berlalu di Amerika Serikat biasanya menandai dimulainya musim permintaan puncak.
"Perkiraan awal menunjukkan permintaan bensin turun sebanyak 30% dari tahun lalu karena orang tinggal dekat dengan rumah," kata ANZ Research dalam sebuah catatan.
Di sisi lain ketegangan antara AS-China soal Hong Kong juga jadi batu sandungan untuk harga minyak mentah menguat. Laporan Bloomberg News mengatakan AS sedang mempertimbangkan sanksi terhadap perusahaan dan pejabat China atas situasi di Hong Kong.
Laporan itu dikeluarkan setelah Penasihat Keamanan Nasional Gedung Putih, Robert O'Brien, mengatakan AS kemungkinan akan menjatuhkan sanksi terhadap China jika Beijing menerapkan undang-undang keamanan nasional yang akan memberinya kontrol lebih besar atas Hong Kong yang otonom.
TIM RISET CNBC INDONESIA
Artikel Selanjutnya
Harga Minyak Minus, Penjual Malah Bayar Pembeli Biar Laku
(twg/twg)