Andai 'Lapak' Dibuka Hari Ini, Rupiah Niscaya Bakal Melemah!

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
22 May 2020 09:22
Dollar AS - Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Ilustrasi Dolar AS dan Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Hari ini, perdagangan valuta asing (valas) di pasar spot Indonesia tutup karena tidak ada jadwal operasional Bank Indonesia (BI) selaku 'pemilik lapak. Andai rupiah diperdagangkan hari ini, bagaimana nasibnya?

Sebelum libur kenaikan Yesus Kristus, rupiah mengakhiri perdagangan pasar spot di Rp 14.680/US$. Menguat 0,47% dibandingkan posisi penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Kalau rupiah diperdagangkan hari ini, maka ada peluang bakal melemah itu bakal berlanjut. Depresiasi rupiah sudah terlihat di pasar Non-Deliverable Forwards (NDF).

Periode

Kurs 20 Mei (15:13 WIB)

Kurs 22 Mei (09:11 WIB)

1 Pekan

Rp 14.725,8

Rp 14.799

1 Bulan

Rp 14.821,8

Rp 14.870,4

2 Bulan

Rp 14.908,8

Rp 14.971

3 Bulan

Rp 15.017,8

Rp 15.066

6 Bulan

Rp 15.320,8

Rp 15.366

9 Bulan

Rp 15.553,8

Rp 15.611

1 Tahun

Rp 15.776,8

Rp 15.821

2 Tahun

Rp 16.683,8

Rp 16.687,9


NDF adalah instrumen yang memperdagangkan mata uang dalam jangka waktu tertentu dengan patokan kurs tertentu pula. Sebelumnya pasar NDF belum ada di Indonesia, hanya tersedia di pusat-pusat keuangan internasional seperti Singapura, Hong Kong, New York, atau London. 

Pasar NDF seringkali mempengaruhi psikologis pembentukan harga di pasar spot. Oleh karena itu, kurs di NDF tidak jarang diikuti oleh pasar spot. Padahal NDF sebelumnya murni dimainkan oleh investor asing, yang mungkin kurang mendalami kondisi fundamental perekonomian Indonesia.



Dini hari tadi waktu Indonesia, bursa saham New York ditutup di zona merah. Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) turun 0,41%, S&P 500 terkoreksi 0,78%, dan Nasdaq Composite melemah 0,97%.

Pelaku pasar tambah cemas dengan hubungan AS-China yang memburuk. Teranyar, Presiden AS Donald Trump mengecam langkah Beijing yang ingin menerapkan aturan keamanan yang lebih ketat di Hong Kong.


"Belum ada yang tahu (detil rencana China). Namun jika itu terjadi, kami akan merespons dengan sangat keras," tegas Trump di sela-sela kunjungan pabrik di Detroit, seperti diwartakan Reuters.

Perkembangan ini membuat hubungan AS-China kian hambar. Sebelumnya, AS (dan beberapa negara lainnya) memojokkan China karena dinilai tidak cakap dalam menangani penyebaran virus corona (Coronavirus Disease-2019/Covid-19) sehingga menjadi pandemi global.

Bisa dipahami jika Trump dan para pemimpin negara lainnya murka. Pandemi virus corona bukan hanya tragedi kesehatan dan kemanusiaan tetapi juga sosial-ekonomi. Virus yang bermula dari Kota Wuhan, Provinsi Hubei, Republik Rakyat China ini membuat aktivitas masyarakat terpaksa dibatasi sehingga roda ekonomi bergerak sangat lambat. Kontraksi ekonomi terlihat di mana.

Kontraksi ekonomi menandakan lapangan kerja yang menyusut. Di AS, jumlah klaim tunjangan pengangguran pada pekan yang berakhir 16 Mei tercatat 2,43 juta. Turun dibandingkan pekan sebelumnya yang sebanyak 2,68 juta.




Sementara klaim tunjangan yang masih berlanjut pada pekan yang berakhir 16 Mei adalah 25,07 juta. Artinya, puluhan juta rakyat Negeri Paman Sam masih menjadi pengangguran dan menggantungkan hidup kepada uluran tangan negara.

"Pelonggaran pembatasan sosial di berbagai negara bagian belum berdampak terhadap pembukaan lapangan kerja dalam skala besar. Masih ada orang-orang yang belum kembali bekerja setelah dirumahkan," kata Paul Ashworth, Kepala Ekonom bagian AS di Capital Economics, seperti dikutip dari Reuters.

Dinamika ini bisa menjadi sentimen negatif di pasar. Jika 'awan mendung' terbentuk dan mood pasar memburuk, maka siap-siap saja arus modal asing yang mengalir ke pasar keuangan Indonesia bakal seret. Kalau ini terjadi, maka rupiah kemungkinan bisa terdorong ke zona merah.


TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular