
BI Akui Sudah 'Cetak Uang' Rp 500 Triliun!
Daniel Formen Siburian, CNBC Indonesia
20 May 2020 17:07

Jakarta, CNBC Indonesia - Salah satu skenario penyelamatan ekonomi Indonesia yang masih menjadi perdebatan hingga saat ini adalah perihal kebijakan pencetakan uang. Kebijakan tersebut diusulkan oleh DPR RI yang meminta Bank Indonesia (BI) mencetak uang sebesar Rp 600 triliun.
Asisten Gubernur BI bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial Juda Agung angkat suara terkait usulan ini. Juda menegaskan pencetakan uang tidak melulu berwujud printing money atau uang fisik.
Ia menjelaskan kebijakan-kebijakan menjaga likuiditas yang BI lakukan selama ini merupakan salah satu bentuk pencetakan uang, misalnya kebijakan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM). Tujuannya sama, menurutnya kebijakan tadi adalah upaya menjaga ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19.
Selain itu, dirinya menyebut injeksi likuiditas (quantitative easing) yang diberikan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) juga merupakan bentuk pencetakan uang. Juda menjelaskan ada Rp 386 triliun dana yang sudah diinjeksi dalam rentang Januari hingga April 2020. Bahkan BI kembali menambah injeksi likuiditas sebesar Rp 117,8 triliun pada bulan Mei, sehingga total injeksi yang dikucurkan mencapai Rp 503,8 triliun.
"Tidak cuma itu, pembelian SBN juga termasuk. Total likuiditas yang diinjek BI pada Januari sampai April adalah Rp 386 triliun, tambahan Mei Rp 117,8 triliun. Ini cetak uang dalam tanda kutip", tegasnya.
Dia juga mengingatkan bahwa pencetakan uang secara fisik bukanlah perkara mudah. Ada skenario maupun tolak ukur yang ketat yang harus terpenuhi sebelum kebijakan tersebut diambil. Lebih lanjut Juda mengatakan, pencetakan uang dapat dilakukan hanya apabila masyarakat benar-benar membutuhkan. Sedangkan saat ini menurutnya belum ada keadaan yang mendesak untuk mengambil kebijakan ini.
"Pencetakan uang kartal dalam arti printing yaitu uang fisik ini gak sembarangan. Ini dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat", tutupnya.
(dru) Next Article BI 'Cetak Uang' Rp 500 T, Bank Sentral Lain Berapa?
Asisten Gubernur BI bidang Stabilitas Sistem Keuangan dan Kebijakan Makroprudensial Juda Agung angkat suara terkait usulan ini. Juda menegaskan pencetakan uang tidak melulu berwujud printing money atau uang fisik.
Ia menjelaskan kebijakan-kebijakan menjaga likuiditas yang BI lakukan selama ini merupakan salah satu bentuk pencetakan uang, misalnya kebijakan pelonggaran Giro Wajib Minimum (GWM). Tujuannya sama, menurutnya kebijakan tadi adalah upaya menjaga ekonomi Indonesia dari dampak pandemi Covid-19.
"Pencetakan uang itu nggak selalu secara fisik, yang belajar mengenai kebanksentralan pasti paham ini. Melalui kebijakan pelonggaran GWM, sebenarnya BI secara tidak langsung mencetak atau membuat uang juga", ungkap Juda dalam Kuliah Umum Berbasis Daring yang diadakan oleh BI dan Universitas Padjajaran (20/5/2020).
Seperti yang diketahui, sampai saat ini BI telah menurunkan GWM sebesar 200 basis poin (bps) untuk bank umum konvensional, dan 50 bps untuk bank umum syariah. Melalui kebijakan ini, likuiditas perbankan bertambah sebesar Rp 102 triliun.![]() |
Selain itu, dirinya menyebut injeksi likuiditas (quantitative easing) yang diberikan melalui pembelian Surat Berharga Negara (SBN) juga merupakan bentuk pencetakan uang. Juda menjelaskan ada Rp 386 triliun dana yang sudah diinjeksi dalam rentang Januari hingga April 2020. Bahkan BI kembali menambah injeksi likuiditas sebesar Rp 117,8 triliun pada bulan Mei, sehingga total injeksi yang dikucurkan mencapai Rp 503,8 triliun.
"Tidak cuma itu, pembelian SBN juga termasuk. Total likuiditas yang diinjek BI pada Januari sampai April adalah Rp 386 triliun, tambahan Mei Rp 117,8 triliun. Ini cetak uang dalam tanda kutip", tegasnya.
Dia juga mengingatkan bahwa pencetakan uang secara fisik bukanlah perkara mudah. Ada skenario maupun tolak ukur yang ketat yang harus terpenuhi sebelum kebijakan tersebut diambil. Lebih lanjut Juda mengatakan, pencetakan uang dapat dilakukan hanya apabila masyarakat benar-benar membutuhkan. Sedangkan saat ini menurutnya belum ada keadaan yang mendesak untuk mengambil kebijakan ini.
"Pencetakan uang kartal dalam arti printing yaitu uang fisik ini gak sembarangan. Ini dilakukan berdasarkan kebutuhan masyarakat", tutupnya.
(dru) Next Article BI 'Cetak Uang' Rp 500 T, Bank Sentral Lain Berapa?
Most Popular