
Sentimen Pekan Depan: Dari Harga Minyak Hingga AS Vs China
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 May 2020 20:00

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar keuangan dalam negeri bergerak bervariasi pada pekan ini. Rupiah dan obligasi menguat sementara Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah. Pada pekan depan, pergerakan harga minyak mentah, pengumuman kebijakan moneter Bank Indonesia (BI) hingga konflik AS-China akan memengaruhi sentimen investor yang akan menggerakkan pasar dalam negeri.
Di awal pekan, minyak mentah akan menjadi perhatian, ada risiko harga akan akan minus kembali khususnya jenis West Texas Intermediate (WTI).
Berdasarkan data Refinitiv, Jumat (15/5/2020) lalu, minyak WTI melesat 6,79% ke US$ 29,43/barel, sementara jenis Brent menguat 4,4% ke US$ 32,5/barel. Dalam sepekan, WTI bahkan melesat 18,23%, sementara Brent menguat 5,27% sehingga kedua jenis minyak ini sah membukukan penguatan tiga pekan beruntun.
Selain itu minyak WTI kini berada di level tertinggi 2 bulan sementara Brent tertinggi 5 pekan.
Meski sedang terus menguat, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (Commodity Futures Trading Commission/CFTC) Amerika Serikat (AS) justru memberikan peringatan harga minyak WTI berisiko kembali minus, bahkan mungkin di pekan depan saat kontrak berjangka bulan Juni mengalami expired.
Regulator perdagangan berjangka tersebut memberitahukan kepada broker, bursa berjangka, hingga lembaga kliring untuk bersiap dengan kemungkinan kontrak minyak kembali mengalami volatilitas ekstrim, likuiditas rendah, dan kemungkinan harga negatif, sebagaimana dilansir oilprice.com.
Harga minyak WTI minus untuk pertama kalinya pada Senin (20/4/2020), saat itu WTI ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau turun 305,97%. Saat itu amblesnya harga minyak mentah turun menyeret turun bursa saham global, sehingga patut dicermati pergerakan harga minyak WTI.
Kemudian di hari Selasa (19/5/2020), BI akan mengumumkan suku bunga dan kebijakan moneter. Rupiah yang belakangan ini stabil bahkan cenderung menguat tentunya membuka ruang bagi BI untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter. Apalagi, perekonomian Indonesia sedang merosot tajam akibat pandemi Covid-19 sehingga perlu lebih banyak stimulus.
Pemerintah saat ini berencana untuk memutar kembali roda perekonomian. Kampanye untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 selama vaksin belum ditemukan gencar disuarakan. Hidup berdampingan dengan virus corona dinyatakan Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan.
Tetapi menurut Jokowi, hidup berdampingan dengan Covid-19 bukan berarti menyerah dan pesimistis, justru itu menjadi titik tolak menuju tatanan kehidupan baru masyarakat atau yang disebut new normal.
Presiden Jokowi ingin agar masyarakat kembali produktif, artinya bisa bisa kembali beraktivitas tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Kita harus melihat kondisi masyarakat saat ini, yang kena PHK, yang tidak berpenghasilan, ini harus dilihat. Kita ingin masyarkat produktif dan tetap aman dari Covid-19" kata Jokowi.
"Berdampingan itu justru kita tidak menyerah, tapi menyesuaikan diri. Kita lawan keberadaan virus Covid tersebut dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan yang ketat yang harus kita laksanakan," lanjutnya.
Pemerintah saat ini sudah mengizinkan karyawan berusia di bawah 45 tahun di 11 sektor yang saat ini dikecualikan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk kembali bekerja.
Terbaru, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merilis Surat Menteri BUMN Nomor S-336/MBU/05/2020 tertanggal 15 Mei 2020. Bersama dengan surat tersebut disampaikan simulasi tahapan pemulihan kegiatan #CovidSafe BUMN yang dilakukan dalam beberapa fase.
Kembali diputarnya roda perekonomian tentunya memberikan sentimen positif ke pasar, meski harus berhati-hati agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19.
Di awal pekan, minyak mentah akan menjadi perhatian, ada risiko harga akan akan minus kembali khususnya jenis West Texas Intermediate (WTI).
Berdasarkan data Refinitiv, Jumat (15/5/2020) lalu, minyak WTI melesat 6,79% ke US$ 29,43/barel, sementara jenis Brent menguat 4,4% ke US$ 32,5/barel. Dalam sepekan, WTI bahkan melesat 18,23%, sementara Brent menguat 5,27% sehingga kedua jenis minyak ini sah membukukan penguatan tiga pekan beruntun.
Meski sedang terus menguat, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (Commodity Futures Trading Commission/CFTC) Amerika Serikat (AS) justru memberikan peringatan harga minyak WTI berisiko kembali minus, bahkan mungkin di pekan depan saat kontrak berjangka bulan Juni mengalami expired.
Regulator perdagangan berjangka tersebut memberitahukan kepada broker, bursa berjangka, hingga lembaga kliring untuk bersiap dengan kemungkinan kontrak minyak kembali mengalami volatilitas ekstrim, likuiditas rendah, dan kemungkinan harga negatif, sebagaimana dilansir oilprice.com.
Harga minyak WTI minus untuk pertama kalinya pada Senin (20/4/2020), saat itu WTI ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau turun 305,97%. Saat itu amblesnya harga minyak mentah turun menyeret turun bursa saham global, sehingga patut dicermati pergerakan harga minyak WTI.
Kemudian di hari Selasa (19/5/2020), BI akan mengumumkan suku bunga dan kebijakan moneter. Rupiah yang belakangan ini stabil bahkan cenderung menguat tentunya membuka ruang bagi BI untuk kembali melonggarkan kebijakan moneter. Apalagi, perekonomian Indonesia sedang merosot tajam akibat pandemi Covid-19 sehingga perlu lebih banyak stimulus.
Pemerintah saat ini berencana untuk memutar kembali roda perekonomian. Kampanye untuk hidup berdampingan dengan Covid-19 selama vaksin belum ditemukan gencar disuarakan. Hidup berdampingan dengan virus corona dinyatakan Presiden Joko Widodo dalam beberapa kesempatan.
Tetapi menurut Jokowi, hidup berdampingan dengan Covid-19 bukan berarti menyerah dan pesimistis, justru itu menjadi titik tolak menuju tatanan kehidupan baru masyarakat atau yang disebut new normal.
Presiden Jokowi ingin agar masyarakat kembali produktif, artinya bisa bisa kembali beraktivitas tetapi dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat.
"Kita harus melihat kondisi masyarakat saat ini, yang kena PHK, yang tidak berpenghasilan, ini harus dilihat. Kita ingin masyarkat produktif dan tetap aman dari Covid-19" kata Jokowi.
"Berdampingan itu justru kita tidak menyerah, tapi menyesuaikan diri. Kita lawan keberadaan virus Covid tersebut dengan mengedepankan dan mewajibkan protokol kesehatan yang ketat yang harus kita laksanakan," lanjutnya.
Pemerintah saat ini sudah mengizinkan karyawan berusia di bawah 45 tahun di 11 sektor yang saat ini dikecualikan dalam Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) untuk kembali bekerja.
Terbaru, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) merilis Surat Menteri BUMN Nomor S-336/MBU/05/2020 tertanggal 15 Mei 2020. Bersama dengan surat tersebut disampaikan simulasi tahapan pemulihan kegiatan #CovidSafe BUMN yang dilakukan dalam beberapa fase.
Kembali diputarnya roda perekonomian tentunya memberikan sentimen positif ke pasar, meski harus berhati-hati agar tidak terjadi lonjakan kasus Covid-19.
Pages
Most Popular