
Awas! Minyak Mentah Berisiko Minus Lagi Pekan Depan
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 May 2020 08:48

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah mencetak penguatan tiga pekan beruntun di minggu ini, meski demikian ada peringatan harga berisiko minus lagi khususnya minyak jenis West Texas Intermediate (WTI).
Berdasarkan data Refinitiv, Jumat (15/5/2020) lalu minyak WTI kontrak Juni melesat 6,79% ke US$ 29,43/barel, sementara jenis Brent menguat 4,4% ke US$ 32,5/barel. Dalam sepekan, WTI bahkan melesat 18,23%, sementara Brent menguat 5,27% sehingga kedua jenis minyak ini sah membukukan penguatan tiga pekan beruntun.
Selain itu minyak WTI kini berada di level tertinggi 2 bulan sementara Brent tertinggi 5 pekan.
Kenaikan harga minyak mentah belakangan ini dipicu oleh membaiknya outlook permintaan, serta OPEC, Rusia dan negera lainnya atau yang disebut OPEC+ mulai mengurangi tingkat produksinya di awal bulan ini.
CNBC International mengutip data yang dirilis pada hari Jumat lalu menunjukkan konsumsi minyak mentah di China, negara konsumen terbesar kedua di dunia meningkat di bulan April.
Selain itu, Energy Information Administration pada hari Rabu lalu melaporkan persediaan minyak mentah AS turun untuk pertama kalinya dalam 15 pekan terakhir.
Meski sedang terus menguat, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (Commodity Futures Trading Commission/CFTC) Amerika Serikat (AS) justru memberikan peringatan harga minyak WTI berisiko kembali minus, bahkan mungkin di pekan depan saat kontrak berjangka bulan Juni mengalami expired.
Regulator perdagangan berjangka tersebut memberitahukan kepada broker, bursa berjangka, hingga lembaga kliring untuk bersiap dengan kemungkinan kontrak minyak kembali mengalami volatilitas ekstrim, likuiditas rendah, dan kemungkinan harga minus, sebagaimana dilansir oilprice.com.
Volatilitas ekstrim setidaknya sudah mulai terlihat pada penguatan minyak WTI di sepanjang pekan ini yang nyaris empat kali lipat lebih besar ketimbang minyak Brent.
Beberapa analis juga meragukan harga minyak mentah akan terus menguat akibat kondisi pasar yang masih mengalami surplus suplai.
"Fundamental di pasar jelas sedang membaik. Tapi kami masih percaya dalam jangka pendek, penguatan masih akan terbatas akibat masih adanya surplus suplai, masih banyak stok minyak mentah di pasar" kata analis dari ING Research dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Selain itu, harga minyak WTI juga diprediksi sulit melewati level US$ 30/barel.
"Minyak WTI akan kesulitan menembus US$ 30/barel sampai outlook ekonomi AS membaik dan risiko kemerosotan mulai menghilang" kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir Reuters.
Berdasarkan data Refinitiv, Jumat (15/5/2020) lalu minyak WTI kontrak Juni melesat 6,79% ke US$ 29,43/barel, sementara jenis Brent menguat 4,4% ke US$ 32,5/barel. Dalam sepekan, WTI bahkan melesat 18,23%, sementara Brent menguat 5,27% sehingga kedua jenis minyak ini sah membukukan penguatan tiga pekan beruntun.
Selain itu minyak WTI kini berada di level tertinggi 2 bulan sementara Brent tertinggi 5 pekan.
Kenaikan harga minyak mentah belakangan ini dipicu oleh membaiknya outlook permintaan, serta OPEC, Rusia dan negera lainnya atau yang disebut OPEC+ mulai mengurangi tingkat produksinya di awal bulan ini.
CNBC International mengutip data yang dirilis pada hari Jumat lalu menunjukkan konsumsi minyak mentah di China, negara konsumen terbesar kedua di dunia meningkat di bulan April.
Selain itu, Energy Information Administration pada hari Rabu lalu melaporkan persediaan minyak mentah AS turun untuk pertama kalinya dalam 15 pekan terakhir.
Meski sedang terus menguat, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (Commodity Futures Trading Commission/CFTC) Amerika Serikat (AS) justru memberikan peringatan harga minyak WTI berisiko kembali minus, bahkan mungkin di pekan depan saat kontrak berjangka bulan Juni mengalami expired.
Regulator perdagangan berjangka tersebut memberitahukan kepada broker, bursa berjangka, hingga lembaga kliring untuk bersiap dengan kemungkinan kontrak minyak kembali mengalami volatilitas ekstrim, likuiditas rendah, dan kemungkinan harga minus, sebagaimana dilansir oilprice.com.
Volatilitas ekstrim setidaknya sudah mulai terlihat pada penguatan minyak WTI di sepanjang pekan ini yang nyaris empat kali lipat lebih besar ketimbang minyak Brent.
Beberapa analis juga meragukan harga minyak mentah akan terus menguat akibat kondisi pasar yang masih mengalami surplus suplai.
"Fundamental di pasar jelas sedang membaik. Tapi kami masih percaya dalam jangka pendek, penguatan masih akan terbatas akibat masih adanya surplus suplai, masih banyak stok minyak mentah di pasar" kata analis dari ING Research dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.
Selain itu, harga minyak WTI juga diprediksi sulit melewati level US$ 30/barel.
"Minyak WTI akan kesulitan menembus US$ 30/barel sampai outlook ekonomi AS membaik dan risiko kemerosotan mulai menghilang" kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir Reuters.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular