Awas! Minyak Mentah Berisiko Minus Lagi Pekan Depan

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
17 May 2020 08:48
Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Foto: Ilustrasi: Labirin pipa dan katup minyak mentah di Strategic Petroleum Reserve di Freeport, Texas, AS 9 Juni 2016. REUTERS / Richard Carson / File Foto
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak mentah mencetak penguatan tiga pekan beruntun di minggu ini, meski demikian ada peringatan harga berisiko minus lagi khususnya minyak jenis West Texas Intermediate (WTI).

Berdasarkan data Refinitiv, Jumat (15/5/2020) lalu minyak WTI kontrak Juni melesat 6,79% ke US$ 29,43/barel, sementara jenis Brent menguat 4,4% ke US$ 32,5/barel. Dalam sepekan, WTI bahkan melesat 18,23%, sementara Brent menguat 5,27% sehingga kedua jenis minyak ini sah membukukan penguatan tiga pekan beruntun.

Selain itu minyak WTI kini berada di level tertinggi 2 bulan sementara Brent tertinggi 5 pekan. 



Kenaikan harga minyak mentah belakangan ini dipicu oleh membaiknya outlook permintaan, serta OPEC, Rusia dan negera lainnya atau yang disebut OPEC+ mulai mengurangi tingkat produksinya di awal bulan ini.

CNBC International mengutip data yang dirilis pada hari Jumat lalu menunjukkan konsumsi minyak mentah di China, negara konsumen terbesar kedua di dunia meningkat di bulan April.

Selain itu, Energy Information Administration pada hari Rabu lalu melaporkan persediaan minyak mentah AS turun untuk pertama kalinya dalam 15 pekan terakhir.



Meski sedang terus menguat, Komisi Perdagangan Berjangka Komoditas (Commodity Futures Trading Commission/CFTC) Amerika Serikat (AS) justru memberikan peringatan harga minyak WTI berisiko kembali minus, bahkan mungkin di pekan depan saat kontrak berjangka bulan Juni mengalami expired.

Regulator perdagangan berjangka tersebut memberitahukan kepada broker, bursa berjangka, hingga lembaga kliring untuk bersiap dengan kemungkinan kontrak minyak kembali mengalami volatilitas ekstrim, likuiditas rendah, dan kemungkinan harga minus, sebagaimana dilansir oilprice.com. 

Volatilitas ekstrim setidaknya sudah mulai terlihat pada penguatan minyak WTI di sepanjang pekan ini yang nyaris empat kali lipat lebih besar ketimbang minyak Brent.   

Beberapa analis juga meragukan harga minyak mentah akan terus menguat akibat kondisi pasar yang masih mengalami surplus suplai.

"Fundamental di pasar jelas sedang membaik. Tapi kami masih percaya dalam jangka pendek, penguatan masih akan terbatas akibat masih adanya surplus suplai, masih banyak stok minyak mentah di pasar" kata analis dari ING Research dalam sebuah catatan yang dikutip CNBC International.

Selain itu, harga minyak WTI juga diprediksi sulit melewati level US$ 30/barel.

"Minyak WTI akan kesulitan menembus US$ 30/barel sampai outlook ekonomi AS membaik dan risiko kemerosotan mulai menghilang" kata Edward Moya, analis pasar senior di OANDA, sebagaimana dilansir Reuters.


[Gambas:Video CNBC]





Harga minyak WTI minus untuk pertama kalinya pada Senin (20/4/2020), saat itu WTI ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau turun 305,97%.

Harga minyak sampai minus tersebut terjadi di perdagangan berjangka (futures) di mana minyak ditransaksikan dalam bentuk kontrak di setiap bulannya. Transaksinya dilakukan di New York Mercantile Exchange (NYMEX) yang merupakan bursa berjangka komoditas di Amerika Serikat (AS) dan bagian dari CME Group.

Di Indonesia juga ada bursa semacam ini, namanya Bursa Berjangka Jakarta (Jakarta Futures Exchange) dan Indonesia Commodity and Derivative Exchange (ICDX). Kedua bursa tersebut memperdagangkan berbagai macam komoditas seperti minyak sawit mentah (crude palm oil/CPO) hingga emas dalam bentuk kontrak berjangka. Lembaga pemerintah yang menaungi perdagangan berjangka ada Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti).

clFoto: CME Group



Tabel di atas diambil dari CME Gorup pada 21 April lalu (sebelum kontrak Mei expired), menunjukkan harga minyak WTI untuk kontrak setiap bulannya (pada kolom last), dan harga tersebut akan naik turun sesuai dengan mekanisme pasar.

Setiap perdagangan tentunya akan mempertemukan penjual dan pembeli, dalam perdagangan minyak mentah berjangka akan mempertemukan penjual (misalnya produsen minyak mentah) dan pembeli (misalnya perusahaan pengolahan minyak mentah).

Harga kontrak minyak mentah yang ada setiap bulannya tersebut digunakan untuk memastikan keuntungan bagi kedua belah pihak, atau bisa juga digunakan untuk lindung nilai (hedging). Misalnya, produsen menjual minyaknya pada kontrak bulan Juni di US$ 21,40/barel, yang dibeli oleh perusahaan pengolahan. Seiring berjalannya waktu hingga sehari sebelum kontrak tersebut expired harga minyak berada di level US$ 15/barel.

Setelah masa expired, maka transaksi tersebut akan diproses untuk penyerahan barang. Produsen tetap menjual dengan harga US$ 21,40/barel (bukan (US$ 15/barel) begitu juga pembeli tetap membayar US$ 21,40/barel.

Itu artinya produsen minyak mentah sudah mengamankan keuntungannya sejak awal di US$ 21/barel, atau menjual harga lebih mahal dibandingkan saat masa expired sebesar US$ 15/barel.

Sebaliknya, perusahaan pengolahan minyak mentah akan mendapat keuntungan ketika harga minyak mentah di masa expired misalnya malah naik menjadi US$ 30/barel. Artinya, harga minyak mentah yang dibeli lebih murah ketimbang harus membeli sehari sebelum masa expired.

Seperti itulah gambaran sederhana perdagangan berjangka, yang bisa memberikan keuntungan bagi kedua belah pihak. Lantas kenapa harga minyak bisa minus?

Seperti disebutkan sebelumnya, masa expired kontrak minyak WTI bulan Mei jatuh pada akhir perdagangan hari ini, 21 April (waktu AS), setelahnya kontrak tersebut tidak akan ditransaksikan lagi, dan akan diproses untuk serah terima barang.

Harga minus bisa terjadi ketika produsen minyak mentah sudah tidak memiliki tempat penyimpanan hasil produksinya, sementara permintaan minyak mentah sudah tidak ada, bahkan jika diberikan secara gratis pun tidak ada yang menampung.

Dampaknya, produsen menjual dengan harga US$ -40/barel, artinya minyak diberikan secara gratis, plus diberikan uang juga. Produsen terlihat seperti "bunuh diri", tetapi sebenarnya tindakan tersebut bisa memangkas biaya lebih besar ketimbang produsen tersebut harus menyimpan minyak mentahnya.

Secara sederhana, seperti itulah yang menyebabkan harga minyak bisa minus, walaupun di pasar berjangka tersebut akan lebih kompleks.

Nah, minyak WTI untuk kontrak Juni akan expired pada akhir perdagangan sesi AS 19 Mei nanti, oleh karenanya CFTC memberikan peringatan akan adanya volatilitas tinggi dan risiko harga minyak kembali negatif.


TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular