Trump Berulah, Investor Asing Kabur, IHSG Lemah Tak Berdaya

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
16 May 2020 12:41
Pengunjung melintas di depan layar pergerakan saham di Bursa Efek Indonesia, Kamis, 12 Maret 2020. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) anjlok 5,01% ke 4.895,75. Perdagangan saham di Bursa Efek Indonesia (BEI) dihentikan sementara (trading halt) setelah  Harga tersebut ke 4.895,75 terjadi pada pukul 15.33 WIB.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: IHSG Bursa Efek Indonesia. (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Investor asing masih ogah-ogahan untuk main aset berisiko (saham) di Indonesia. Aksi jual bersih yang dibukukan oleh investor asing jadi faktor pemicu tertekannya kinerja saham-saham Tanah Air pekan ini.

Dalam sepekan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) melemah 1,95% (week on week/wow). IHSG ditutup di level 4.507,61 pada perdagangan terakhir hari Jumat (15/5/2020).

Investor asing mencatatkan aksi jual bersih lebih dari Rp 1 triliun pada perdagangan kemarin, menambah aliran dana keluar dari bursa saham RI menjadi Rp 4,1 triliun dalam sepekan. Akibatnya bursa saham RI pun menjadi salah satu yang terburuk di kawasan Asia.



Pada dasarnya sentimen yang mewarnai pekan ini pun kurang mendukung aset-aset berisiko untuk menguat. Pasalnya sejak dibuka di awal pekan sudah ada sentimen negatif yang datang dari perkembangan terbaru pandemi Civid-19.

Seiring dengan penurunan jumlah kasus yang terjadi di banyak negara, lockdown dan berbagai pembatasan sosial lainnya dilonggarkan. Namun pelonggaran tersebut di Amerika, China, Jepang dan Korea Selatan malah menimbulkan terjadinya lonjakan kasus baru. 

Di Korea Selatan misalnya, angka pertambahan kasus baru per harinya sudah berhasil ditekan ke single digit. Namun ketika Korea Selatan mulai memperbolehkan sanak famili untuk berkumpul, terjadi tambahan lebih dari 30 kasus dalam sehari. Klaster baru muncul di bar dan klub.


Lonjakan kasus baru setelah pembukaan kembali (reopening) membuat pelaku pasar khawatir akan munculnya gelombang kedua wabah. Jika memang second wave outbreak benar-benar datang dan lockdown beserta segala pembatasan sosial lainnya diterapkan kembali, maka perekonomian pun bisa semakin terpuruk dan aset-aset berisiko kembali ditinggalkan investor.

Di sisi lain pelaku pasar juga masih terus memantau perkembangan terbaru hubungan antara Washington dengan Beijing. Saat ini AS menjadi satu-satunya negara di dunia dengan kasus infeksi Covid-19 melebihi 1 juta orang. 

Wabah yang merebak di AS membuat ekonomi Negeri Adidaya terkoyak. Angka pengangguran melesat ke 14,7%. Klaim tunjangan pengangguran melonjak tinggi mencapai 36,5 juta sejak pertengahan Maret hingga kontraksi ekonomi sebesar 4,8% (annualized) pada kuartal I-2020 adalah realita pahit yang harus diterima AS.

Melihat hal ini Donald Trump menjadi gusar. Mantan taipan properti AS itu mencari biang untuk disalahkan. Trump bahkan secara terang-terangan mengungkapkan kekecewaannya dan mending China sebagai penyebab semua ini terjadi.

"Kami punya banyak informasi, dan itu tidak bagus. Apakah (virus corona) datang dari laboratorium atau dari kelelawar, pokoknya berasal dari China. Mereka semestinya bisa menghentikan itu dari sumbernya," kata Trump dalam wawancara dengan Fox Business Network, seperti dikutip dari Reuters.

Kekecewaan Trump membuat Presiden AS ke-45 itu menjadi tak berselera untuk membahas negosiasi dagang dengan Beijing yang sebelumnya dikabarkan akan dikebut tahun ini. 

"Saya sangat kecewa terhadap China, mereka seharusnya tidak pernah membiarkan ini terjadi. Kami sudah membuat kesepakatan (dagang) yang luar biasa, tetapi sekarang rasanya sudah berbeda. Tinta belum kering, dan wabah ini datang. Rasanya tidak lagi sama," keluh Trump.

Tak sampai di situ saja, Trump bahkan kembali menabuh genderang perang dengan China. Ide paling kontroversialnya adalah Trump ingin memutus hubungan dengan China. Saking geramnya Presiden AS ke-45 itu bahkan beredar kabar AS tengah mempersiapkan sebuah Undang Undang yang bertujuan untuk menjegal China.

China harus bertanggungjawab atas semua kekacauan yang terjadi hari ini. Seorang anggota Senat AS mengungkapkan, pemerintah sedang mematangkan Rancangan Undang-undang Pertanggungjawaban Covid-19 (Covid-19 Accountability Act).

Dalam UU tersebut, China disebut harus bertanggung jawab penuh dan siap menjalani penyelidikan yang dipimpin oleh AS, sekutunya, dan WHO. China juga bisa didesak untuk menutup pasar tradisional yang menyebabkan risiko penularan penyakit dari hewan ke manusia menjadi sangat tinggi.

UU itu juga mengatur sanksi bagi China. Misalnya pembekuan aset warga negara dan perusahaan China di AS, larangan masuk dan pencabutan visa, larangan individu dan perusahaan China untuk mendapatkan kredit, sampai melarang perusahaan China untuk mencatatkan saham di bursa AS.

Potensi munculnya gelombang kedua wabah dan ketegangan hubungan bilateral AS-China cukup membuat risk appetite investor menurun. Aset-aset berisiko seperti saham cenderung dihindari di tengah ketidakpastian ini. Akibatnya kinerja saham berjatuhan. 


TIM RISET CNBC INDONESIA


[Gambas:Video CNBC]





(twg/twg) Next Article Jadi 'Korban' Corona, IHSG Ambles 6,9%, Asing Masih Kabur!

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular