
BI 'Cetak Uang' Rp 500 T, Bank Sentral Lain Berapa?
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
14 May 2020 10:16

Kini dengan adanya pandemi Covid-19, beberapa bank sentral juga menerapkan kebijakan "mencetak uang" untuk pertama kalinya sepanjang sejarah. Bank sentral Australia (Reserve Bank of Australia/RBA) misalnya, untuk pertama kalinya akan melakukan pembelian obligasi pemerintah senilai US$ 50 miliar (Rp 750 triliun, kurs Rp 15.000/US$). Selain itu, RBA juga menyediakan fasilitas repo senilai US$ 90 miliar atau Rp 1.350 triliun.
Bank sentral Selandia Baru (Reserve Bank of New Zealand/RBNZ) juga mengumumkan akan "mencetak uang" senilai US$ 27 miliar atau setara Rp 405 triliun dalam 12 bulan ke depan.
Selanjutnya bank sentral Kanada (Bank of Canada/BoC) mulai menjalankan program QE ini sejak 1 April, dengan membeli obligasi pemerintah senilai US$ 5 miliar (Rp 75 triliun) per pekan, dan akan terus dilakukan hingga perekonomian Kanada pulih.
Wajah-wajah lama seperti bank sentral Jepang (BoJ) yang sudah menerapkan QE bertahun-tahun menambah jumlah "uang yang dicetak" akibat pandemi Covid-19. Untuk tahun ini BoJ menaikkan target pembelian obligasi menjadi US$ 118 miliar atau setara Rp 1.770 triliun.
Bank sentral Inggris (BoE) juga sudah "mencetak uang" sebelum pandemi Covid-19 melanda Inggris. Covid-19 membuat ekonomi Inggris nyungsep, minus 2% quarter-on-quarter (QoQ) di triwulan I-2020. Tetapi yang terburuk baru akan datang di triwulan ini, pertumbuhan ekonomi Inggris diprediksi minus alias berkontraksi 25%. Dampaknya sepanjang tahun 2020 kontraksi diramal sebesar 14%, atau yang terburuk sejak tahun 1706, berdasarkan data historis yang dimiliki BoE. Oleh karena itu, BoE di menambah jumlah QE sebesar 200 miliar poundsterling (Rp 3.640 triliun, kurs Rp 18.200/GBP).
Masih dari Benua Biru, bank sentral Eropa (ECB) sebenarnya sudah mulai "mencetak uang" lagi pada November 2019 lalu senilai 20 miliar euro per bulan. Kemudian pada pertengahan Maret lalu mengumumkan tambahan QE Senilai 870 miliar euro (Rp 13.920 triliun, kurs Rp 16.000/EUR).
Yang paling sensasional tentunya bank sentral paling powerful di dunia, The Fed, yang mengumumkan akan melakukan QE dengan nilai sebesarapun diperlukan guna memulihkan perekonomian AS. Berdasarkan data Fitch Ratings, hanya dalam waktu enam pekan periode Maret-April, The Fed sudah "mencetak uang" senilai US$ 1,4 triliun, nilainya jauh lebih besar dari nilai perekonomian Indonesia US$ 1 triliun.
Semua kebijakan "mencetak uang" tersebut dilakukan guna menyediakan likuiditas di perekonomian yang sedang mengetat, serta untuk merangsang perekonomian agar bisa segera bangkit setelah pandemi Covid-19 berhasil diredam.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Bank sentral Selandia Baru (Reserve Bank of New Zealand/RBNZ) juga mengumumkan akan "mencetak uang" senilai US$ 27 miliar atau setara Rp 405 triliun dalam 12 bulan ke depan.
Selanjutnya bank sentral Kanada (Bank of Canada/BoC) mulai menjalankan program QE ini sejak 1 April, dengan membeli obligasi pemerintah senilai US$ 5 miliar (Rp 75 triliun) per pekan, dan akan terus dilakukan hingga perekonomian Kanada pulih.
Bank sentral Inggris (BoE) juga sudah "mencetak uang" sebelum pandemi Covid-19 melanda Inggris. Covid-19 membuat ekonomi Inggris nyungsep, minus 2% quarter-on-quarter (QoQ) di triwulan I-2020. Tetapi yang terburuk baru akan datang di triwulan ini, pertumbuhan ekonomi Inggris diprediksi minus alias berkontraksi 25%. Dampaknya sepanjang tahun 2020 kontraksi diramal sebesar 14%, atau yang terburuk sejak tahun 1706, berdasarkan data historis yang dimiliki BoE. Oleh karena itu, BoE di menambah jumlah QE sebesar 200 miliar poundsterling (Rp 3.640 triliun, kurs Rp 18.200/GBP).
Masih dari Benua Biru, bank sentral Eropa (ECB) sebenarnya sudah mulai "mencetak uang" lagi pada November 2019 lalu senilai 20 miliar euro per bulan. Kemudian pada pertengahan Maret lalu mengumumkan tambahan QE Senilai 870 miliar euro (Rp 13.920 triliun, kurs Rp 16.000/EUR).
Yang paling sensasional tentunya bank sentral paling powerful di dunia, The Fed, yang mengumumkan akan melakukan QE dengan nilai sebesarapun diperlukan guna memulihkan perekonomian AS. Berdasarkan data Fitch Ratings, hanya dalam waktu enam pekan periode Maret-April, The Fed sudah "mencetak uang" senilai US$ 1,4 triliun, nilainya jauh lebih besar dari nilai perekonomian Indonesia US$ 1 triliun.
Semua kebijakan "mencetak uang" tersebut dilakukan guna menyediakan likuiditas di perekonomian yang sedang mengetat, serta untuk merangsang perekonomian agar bisa segera bangkit setelah pandemi Covid-19 berhasil diredam.
TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)
Pages
Most Popular