
Walau Kembali ke RM 2.000, Harga CPO Belum Aman!
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
13 May 2020 13:13

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menguat pada perdagangan hari ini. Namun komoditas unggulan Indonesia dan Negeri Jiran ini belum bisa dikatakan aman dan harganya berpotensi tertekan karena risiko masih ada.
Rabu (13/5/2020), harga CPO kontrak untuk pengiriman Juli 2020 di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) menguat 12 ringgit atau bertambah 0,6% ke RM 2.006/ton. Kenaikan harga CPO kembali ke level RM 2.000 dipicu oleh adanya sentimen positif bahwa produksi bulan Mei diperkirakan melambat dibandingkan April.
Analis memperkirakan pertumbuhan produksi Malaysia akan terjadi lebih lambat bulan ini setelah output (produksi) melonjak 18,23% pada April lalu.
Kenanga Research memperkirakan output Mei akan tumbuh terbatas sebesar 2,7% dibandingkan bulan lalu. Sementara CGS-CIMB memperkirakan output justru turun 3% dari bulan lalu.
"Produksi meningkat 41% dari posisi terendah pada bulan Januari, hal ini mengindikasikan akan ada stok yang dapat di simpan untuk beberapa bulan mendatang ... sebelum memasuki periode puncak produksi (paruh kedua tahun kalender)," kata Adrian Kok, analis ekuitas di Kenanga Investment Bank, dalam sebuah catatan, mengutip Reuters.
Mengacu data Dewan Minyak Sawit Malaysia, persediaan minyak sawit Malaysia bulan April melonjak 18,3% menjadi 2,05 juta ton dari bulan sebelumnya. Ini merupakan stok tertinggi sejak Desember 2019. Peningkatan stok terjadi sebagai akibat dari kenaikan produksi.
Di sisi lain para pemimpin industri minyak sawit Malaysia pada Selasa (12/5/2020) memperingatkan tentang potensi harga yang akan terus tertekan tahun ini karena pandemi Covid-19 telah memangkas permintaan global dan membuat stok meningkat.
"Pemulihan penuh hanya dapat terjadi pada Q4 tahun 2021 ... Ini bisa jadi lebih buruk sebelum akhirnya membaik," kata Direktur Pelaksana Sime Darby Oils, Mohd Haris Mohd Arshad dalam webinar dengan Dewan Minyak Kelapa Sawit Malaysia (MPOC), dilansir Reuters.
"Industri harus memangkas biaya walau itu menyakitkan. Kunci untuk tetap bertahan adalah dengan menjaga biaya operasi tetap rendah, mengelola penjualan dengan baik dan tidak kehabisan uang tunai," katanya.
MPOC memperkirakan permintaan global secara keseluruhan untuk minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia ini anjlok 25% di tengah pandemi.
"Karena turunnya konsumsi makanan [di restoran] dan berkurangnya permintaan biodiesel, harga minyak sawit mungkin tetap tertekan," kata Mohd Haris.
Ancaman gelombang kedua wabah semakin membuat ketidakpastian. Beberapa negara yang melonggarkan pembatasannya seperti AS, China, Jepang dan Korea Selatan kembali melaporkan lonjakan kasus baru.
Jika gelombang kedua wabah terjadi dan lockdown atau pembatasan sosial yang masif kembali diterapkan, maka permintaan terhadap komoditas minyak sawit akan makin tertekan.
Selain itu, anjloknya harga minyak juga perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap permintaan minyak sawit. "Jatuhnya harga minyak mentah juga membuat biodiesel dari CPO menjadi kurang kompetitif," kata presiden Asosiasi Biodiesel Malaysia (MBA) U.R. Unnithan.
Dia mengatakan mandat biodiesel di negara-negara penghasil utama sawit yaitu Indonesia dan Malaysia sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penumpukan stok di tengah penurunan ekspor.
Malaysia sebagai produsen terbesar kedua dunia menunda adopsi mandat B20 nasional (biodiesel dengan campuran minyak kelapa sawit 20%) bulan lalu, karena pembatasan. Sementara itu, Indonesia juga telah mengisyaratkan rencana untuk menunda mandat B40 dan melanjutkan dengan konten 30%.
"Kami tidak akan melihat angka persediaan kurang dari 2 juta ton kecuali penjualan meningkat, tetapi kami tidak melihat apa pun membaik sebelum 2021," kata CEO Asosiasi Kelapa Sawit Malaysia (MPOA) Nageeb Wahab. "Saya khawatir kita akan kembali ke level stok akhir tahun 2018 lebih dari 3 juta ton," kata Nageeb.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Produksi Naik & Ekspor Turun, Harga CPO Kok Malah Naik?
Rabu (13/5/2020), harga CPO kontrak untuk pengiriman Juli 2020 di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) menguat 12 ringgit atau bertambah 0,6% ke RM 2.006/ton. Kenaikan harga CPO kembali ke level RM 2.000 dipicu oleh adanya sentimen positif bahwa produksi bulan Mei diperkirakan melambat dibandingkan April.
Kenanga Research memperkirakan output Mei akan tumbuh terbatas sebesar 2,7% dibandingkan bulan lalu. Sementara CGS-CIMB memperkirakan output justru turun 3% dari bulan lalu.
"Produksi meningkat 41% dari posisi terendah pada bulan Januari, hal ini mengindikasikan akan ada stok yang dapat di simpan untuk beberapa bulan mendatang ... sebelum memasuki periode puncak produksi (paruh kedua tahun kalender)," kata Adrian Kok, analis ekuitas di Kenanga Investment Bank, dalam sebuah catatan, mengutip Reuters.
Mengacu data Dewan Minyak Sawit Malaysia, persediaan minyak sawit Malaysia bulan April melonjak 18,3% menjadi 2,05 juta ton dari bulan sebelumnya. Ini merupakan stok tertinggi sejak Desember 2019. Peningkatan stok terjadi sebagai akibat dari kenaikan produksi.
Di sisi lain para pemimpin industri minyak sawit Malaysia pada Selasa (12/5/2020) memperingatkan tentang potensi harga yang akan terus tertekan tahun ini karena pandemi Covid-19 telah memangkas permintaan global dan membuat stok meningkat.
"Pemulihan penuh hanya dapat terjadi pada Q4 tahun 2021 ... Ini bisa jadi lebih buruk sebelum akhirnya membaik," kata Direktur Pelaksana Sime Darby Oils, Mohd Haris Mohd Arshad dalam webinar dengan Dewan Minyak Kelapa Sawit Malaysia (MPOC), dilansir Reuters.
"Industri harus memangkas biaya walau itu menyakitkan. Kunci untuk tetap bertahan adalah dengan menjaga biaya operasi tetap rendah, mengelola penjualan dengan baik dan tidak kehabisan uang tunai," katanya.
MPOC memperkirakan permintaan global secara keseluruhan untuk minyak nabati yang paling banyak digunakan di dunia ini anjlok 25% di tengah pandemi.
"Karena turunnya konsumsi makanan [di restoran] dan berkurangnya permintaan biodiesel, harga minyak sawit mungkin tetap tertekan," kata Mohd Haris.
Ancaman gelombang kedua wabah semakin membuat ketidakpastian. Beberapa negara yang melonggarkan pembatasannya seperti AS, China, Jepang dan Korea Selatan kembali melaporkan lonjakan kasus baru.
Jika gelombang kedua wabah terjadi dan lockdown atau pembatasan sosial yang masif kembali diterapkan, maka permintaan terhadap komoditas minyak sawit akan makin tertekan.
Selain itu, anjloknya harga minyak juga perlu diperhatikan karena berpengaruh terhadap permintaan minyak sawit. "Jatuhnya harga minyak mentah juga membuat biodiesel dari CPO menjadi kurang kompetitif," kata presiden Asosiasi Biodiesel Malaysia (MBA) U.R. Unnithan.
Dia mengatakan mandat biodiesel di negara-negara penghasil utama sawit yaitu Indonesia dan Malaysia sangat diperlukan untuk mencegah terjadinya penumpukan stok di tengah penurunan ekspor.
Malaysia sebagai produsen terbesar kedua dunia menunda adopsi mandat B20 nasional (biodiesel dengan campuran minyak kelapa sawit 20%) bulan lalu, karena pembatasan. Sementara itu, Indonesia juga telah mengisyaratkan rencana untuk menunda mandat B40 dan melanjutkan dengan konten 30%.
"Kami tidak akan melihat angka persediaan kurang dari 2 juta ton kecuali penjualan meningkat, tetapi kami tidak melihat apa pun membaik sebelum 2021," kata CEO Asosiasi Kelapa Sawit Malaysia (MPOA) Nageeb Wahab. "Saya khawatir kita akan kembali ke level stok akhir tahun 2018 lebih dari 3 juta ton," kata Nageeb.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Produksi Naik & Ekspor Turun, Harga CPO Kok Malah Naik?
Most Popular