
Barat Ramai Longgarkan Lockdown, Rupiah Kembali Perkasa
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
11 May 2020 09:26

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah melemah tipis melawan dolar Amerika Serikat (AS) pada pembukaan perdagangan Senin (11/5/2020), melanjutkan pelemahan sepanjang pekan lalu.
Meski demikian, sentimen pelaku pasar yang sedang membaik menyusul pelonggaran kebijakan karantina wilayah (lockdown) di negara-negara barat, membuat rupiah berbalik menguat.
Berdasarkan data Refinitiv, saat pembukaan perdagangan hari ini, rupiah melemah 0,07% ke Rp 14.900/US$ di pasar spot. Namun tidak lama, rupiah langsung berbalik menguat 0,2% ke Rp 14.860/US$ pada pukul 9:15 WIB.
Pada perdagangan Jumat (8/5/2020) pekan lalu rupiah berhasil menguat 0,6%, tetapi dalam sepekan masih mencatat pelemahan 0,44%. Pelemahan dalam sepekan tersebut menjadi koreksi "sehat" mengingat rupiah sebelumnya sudah menguat dalam 4 pekan beruntun, dan sepanjang April melesat lebih dari 9%.
Membaiknya sentimen pelaku pasar menjadi kunci bagi penguatan rupiah. Ketika sentimen membaik, maka aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi akan menjadi sasaran investasi, rupiah pun mendapat rejeki.
Setelah lama dinanti, Inggris akhirnya mengumumkan rencana pelonggaran lockdown, mengikuti negara-negara Eropa lainnya. Minggu kemarin, Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, mengumumkan mulai Senin (11/5/2020) mengizinkan warga yang tidak bisa work from home kembali bekerja, meski disarankan sebisa mungkin menghindari transportasi publik.
Warga Inggris juga sudah diperkenankan berolahraga secara terbatas mulai hari Rabu. PM Johnson akan memberikan lebih banyak detail pelonggaran lockdown hari ini.
Sementara itu dari Amerika Serikat, Jumat pekan lalu waktu setempat Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan April terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 20,5 juta orang, dan tingkat pengangguran melonjak menjadi 14,7%, yang merupakan level tertinggi sejak Perang Dunia II.
Kebijakan lockdown dan social distancing di AS guna meredam penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menjadi penyebab ambruknya pasar tenaga kerja. Meski demikian, rilis tersebut masih lebih baik dibandingkan prediksi para ekonomi yang disurvei Dow Jones yang memprediksi berkurangnya 21,5 juta tenaga kerja dengan tingkat pengangguran sebesar 16%.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, bahkan memprediksi tingkat pengangguran Negeri Paman Sam akan mencapai 25%. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan risk appetite pelaku pasar, bursa saham AS tetap saja menguat di hari Jumat pekan lalu, dan mengirim hawa positif ke Asia pagi ini. Sebabnya, beberapa negara bagian di AS berencana melonggarkan lockdown, sehingga roda perekonomian bisa berputar kembali dan pasar tenaga kerja akan membaik.
Meski demikian, sentimen pelaku pasar yang sedang membaik menyusul pelonggaran kebijakan karantina wilayah (lockdown) di negara-negara barat, membuat rupiah berbalik menguat.
Berdasarkan data Refinitiv, saat pembukaan perdagangan hari ini, rupiah melemah 0,07% ke Rp 14.900/US$ di pasar spot. Namun tidak lama, rupiah langsung berbalik menguat 0,2% ke Rp 14.860/US$ pada pukul 9:15 WIB.
Membaiknya sentimen pelaku pasar menjadi kunci bagi penguatan rupiah. Ketika sentimen membaik, maka aset-aset berisiko dengan imbal hasil tinggi akan menjadi sasaran investasi, rupiah pun mendapat rejeki.
Setelah lama dinanti, Inggris akhirnya mengumumkan rencana pelonggaran lockdown, mengikuti negara-negara Eropa lainnya. Minggu kemarin, Perdana Menteri (PM) Inggris, Boris Johnson, mengumumkan mulai Senin (11/5/2020) mengizinkan warga yang tidak bisa work from home kembali bekerja, meski disarankan sebisa mungkin menghindari transportasi publik.
Warga Inggris juga sudah diperkenankan berolahraga secara terbatas mulai hari Rabu. PM Johnson akan memberikan lebih banyak detail pelonggaran lockdown hari ini.
Sementara itu dari Amerika Serikat, Jumat pekan lalu waktu setempat Departemen Tenaga Kerja AS melaporkan sepanjang bulan April terjadi pengurangan tenaga kerja sebanyak 20,5 juta orang, dan tingkat pengangguran melonjak menjadi 14,7%, yang merupakan level tertinggi sejak Perang Dunia II.
Kebijakan lockdown dan social distancing di AS guna meredam penyebaran pandemi penyakit virus corona (Covid-19) menjadi penyebab ambruknya pasar tenaga kerja. Meski demikian, rilis tersebut masih lebih baik dibandingkan prediksi para ekonomi yang disurvei Dow Jones yang memprediksi berkurangnya 21,5 juta tenaga kerja dengan tingkat pengangguran sebesar 16%.
Menteri Keuangan AS, Steven Mnuchin, bahkan memprediksi tingkat pengangguran Negeri Paman Sam akan mencapai 25%. Tetapi hal tersebut tidak menyurutkan risk appetite pelaku pasar, bursa saham AS tetap saja menguat di hari Jumat pekan lalu, dan mengirim hawa positif ke Asia pagi ini. Sebabnya, beberapa negara bagian di AS berencana melonggarkan lockdown, sehingga roda perekonomian bisa berputar kembali dan pasar tenaga kerja akan membaik.
Next Page
PSBB Indonesia Dilonggarkan Juni
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular