
Round Up
Crazy Rich Samin Tan Jadi DPO KPK, Begini Sepak Terjangnya
Yuni Astutik, CNBC Indonesia
09 May 2020 16:22

Samin Tan yang merupakan salah satu dari crazy rich Indonesia sekaligus bos PT Borneo Lumbung Energy & Metal (Borneo). Pria kelahiran Teluk Pinang, 3 Maret 1964 ini punya rekam jejak panjang, salah satunya melalui perusahaan Borneo yang sudah tak ada lagi dari papan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI pada 20 Januari 2020. Sebelumnya, BEI terlebih dahulu melakukan suspensi saham perusahaan yaitu BORN sejak 30 Juni 2015 atau setidaknya hampir 5 tahun.
Alasan saham BORN disuspensi adalah karena belum menyampaikan laporan keuangan audit dan interim, termasuk belum membayar denda. Dari sisi kinerja, hingga September 2018, penjualan Borneo anjlok 92% menjadi US$ 16,11 juta atau sekitar Rp 226 miliar (asumsi kurs saat itu Rp 14.000/US$) dari September 2017 yang mencapai US$ 194,64 juta. Semua penjualan disokong oleh penjualan ekspor ke perusahaan asal Dubai, Uni Emirat Arab, yakni Rescom Mineral Trading FZE.
Tercatat pula penjualan batu bara dalam negeri nihil, berbeda dengan September 2017 yang masih mencatatkan penjualan lokal sebesar US$ 5,57 juta. Klien terbesar BORN juga masih tetap dari Rescom yang berkontribusi ke total penjualan US$ 16,11 juta.
Turunnya penjualan membuat perusahaan mencatatkan rugi bersih US$ 8,06 juta, dari tahun sebelumnya yang masih mencetak laba US$ 56,75 juta. Adapun secara bruto, perseroan membukukan laba bruto US$ 132.793 dari sebelumnya laba bruto US$ 82,32 juta.
BORN disokong oleh tiga anak usaha yaitu PT AKT, PT Borneo Mining Services, Kalimantan Tengah yang bergerak di bidang penyewaan alat berat dan Borneo Bumi Energy & Metal Pte Ltd, perusahaan investasi yang berbasis di Singapura.
Sebanyak 59,90& saham BORN adalah PT Republik Energi & Metal (REM). Artinya sebanyak 7 miliar saham BORN merupakan saham publik.
Selanjutnya menelusuri nama Samin Tan, dirinya tak masuk dalam laporan keuangan sebagai Direktur Utama atau Komisaris Utama. Sebab hanya ada 3 nama direksi yaitu Kenneth Raymond Allan, Nenie Afwani dan Vera Likin. Namanya justru tertulis sebagai beneficial owner atau pemilik yang sebenarnya dari penghasilan perusahaan berupa dividen, bunga dan atau royalti.
Sedikit kembali ke belakang, pada 19 Oktober 2017, Kementerian ESDM menerbitkan keputusan untuk mencabut izin PKP2B generasi ketiga milik AKT yang seharusnya berlaku hingga 2039. AKT dianggap telah melakukan pelanggaran berat karena menjadikan kontrak PKP2B, yang merupakan aset negara, sebagai jaminan untuk mendapatkan dana dari Standard Chartered Bank pada tahun 2016.
Dari sinilah, AKT mengajukan banding melalui PTUN pada 13 Desember 2017 dan memutuskan AKT masih dapat melanjutkan izin operasinya. Lalu PTUN memutuskan untuk memenangkan gugatan AKT tepatnya pada 5 April 2018.
Belum usai, Kementerian ESDM mengajukan banding pada bulan yang sama dan pada 7 Agustus 2018 memenangkan proses peradilan, hasilnya PKP2B milik AKT resmi dicabut.
Sebagai informasi, berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, Samin Tan merupakan salah satu orang kaya di Indonesia. Forbes pernah menempatkan dirinya sebagai orang terkaya nomor 28, ini terjadi pada tahun 2011. Saat itu, dia memiliki aset di Indonesia sebesar US$ 940 juta atau Rp 14 triliun.
Forbes juga menyebut jika dirinya dikenal melalui Borneo Lumbung Energy yang pernah membantu penyelamatan kelompok bisnis Bakrie dengan membeli saham Bumi Plc.
Hingga delisting dari BEI yang terjadi pada awal 2020, belum juga ada laporan keuangan Desember 2019. Sebagai gantinya, BORN hanya menyampaikan laporan bulanan soal eksplorasi di Blok Telakon. Blok ini bagian dari proyek pertambangan batu bara AKT yakni Tambang Tuhup yang dibagi menjadi dua blok utama, disebut Kohong dan Telakon. (hps/hps)
Alasan saham BORN disuspensi adalah karena belum menyampaikan laporan keuangan audit dan interim, termasuk belum membayar denda. Dari sisi kinerja, hingga September 2018, penjualan Borneo anjlok 92% menjadi US$ 16,11 juta atau sekitar Rp 226 miliar (asumsi kurs saat itu Rp 14.000/US$) dari September 2017 yang mencapai US$ 194,64 juta. Semua penjualan disokong oleh penjualan ekspor ke perusahaan asal Dubai, Uni Emirat Arab, yakni Rescom Mineral Trading FZE.
Tercatat pula penjualan batu bara dalam negeri nihil, berbeda dengan September 2017 yang masih mencatatkan penjualan lokal sebesar US$ 5,57 juta. Klien terbesar BORN juga masih tetap dari Rescom yang berkontribusi ke total penjualan US$ 16,11 juta.
BORN disokong oleh tiga anak usaha yaitu PT AKT, PT Borneo Mining Services, Kalimantan Tengah yang bergerak di bidang penyewaan alat berat dan Borneo Bumi Energy & Metal Pte Ltd, perusahaan investasi yang berbasis di Singapura.
Sebanyak 59,90& saham BORN adalah PT Republik Energi & Metal (REM). Artinya sebanyak 7 miliar saham BORN merupakan saham publik.
Selanjutnya menelusuri nama Samin Tan, dirinya tak masuk dalam laporan keuangan sebagai Direktur Utama atau Komisaris Utama. Sebab hanya ada 3 nama direksi yaitu Kenneth Raymond Allan, Nenie Afwani dan Vera Likin. Namanya justru tertulis sebagai beneficial owner atau pemilik yang sebenarnya dari penghasilan perusahaan berupa dividen, bunga dan atau royalti.
Sedikit kembali ke belakang, pada 19 Oktober 2017, Kementerian ESDM menerbitkan keputusan untuk mencabut izin PKP2B generasi ketiga milik AKT yang seharusnya berlaku hingga 2039. AKT dianggap telah melakukan pelanggaran berat karena menjadikan kontrak PKP2B, yang merupakan aset negara, sebagai jaminan untuk mendapatkan dana dari Standard Chartered Bank pada tahun 2016.
Dari sinilah, AKT mengajukan banding melalui PTUN pada 13 Desember 2017 dan memutuskan AKT masih dapat melanjutkan izin operasinya. Lalu PTUN memutuskan untuk memenangkan gugatan AKT tepatnya pada 5 April 2018.
Belum usai, Kementerian ESDM mengajukan banding pada bulan yang sama dan pada 7 Agustus 2018 memenangkan proses peradilan, hasilnya PKP2B milik AKT resmi dicabut.
Sebagai informasi, berdasarkan penelusuran CNBC Indonesia, Samin Tan merupakan salah satu orang kaya di Indonesia. Forbes pernah menempatkan dirinya sebagai orang terkaya nomor 28, ini terjadi pada tahun 2011. Saat itu, dia memiliki aset di Indonesia sebesar US$ 940 juta atau Rp 14 triliun.
Forbes juga menyebut jika dirinya dikenal melalui Borneo Lumbung Energy yang pernah membantu penyelamatan kelompok bisnis Bakrie dengan membeli saham Bumi Plc.
Hingga delisting dari BEI yang terjadi pada awal 2020, belum juga ada laporan keuangan Desember 2019. Sebagai gantinya, BORN hanya menyampaikan laporan bulanan soal eksplorasi di Blok Telakon. Blok ini bagian dari proyek pertambangan batu bara AKT yakni Tambang Tuhup yang dibagi menjadi dua blok utama, disebut Kohong dan Telakon. (hps/hps)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular