
Waduh! Laba Bank Permata Ambles Hampir 100% di Q1-2020

Jakarta, CNBC Indonesia - PT Bank Permata Tbk (BNLI), bank swasta milik PT Astra International Tbk (ASII) dan Standard Chartered Bank (Stanchart) yang tengah dalam proses penjualan ke Bangkok Bank mencatatkan penurunan kinerja signifikan di 3 bulan pertama tahun ini dipengaruhi pandemi virus corona (Covid-19).
Laba bersih BNLI tergerus sangat dalam hampir 100% atau ambles 99,53% menjadi hanya Rp 1,74 miliar pada kuartal I-2020, dibandingkan dengan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 377,36 miliar.
Berdasarkan laporan keuangan yang dipublikasikan, pendapatan bunga bersih dan syariah bersih BNLI naik 15,78% menjadi Rp 1,54 triliun dari sebelumnya Rp 1,33 triliun, sejalan dengan pertumbuhan kredit yang diberikan tumbuh 5,7% yoy (year on year). Pertumbuhan kredit ini terutama dikontribusikan oleh segmen Wholesale Banking (corporate banking).
Adapun pendapatan berbasis biaya juga tumbuh 15,8% yoy, terutama dikontribusikan oleh keuntungan dari transaksi perdagangan valuta asing (valas) di tengah fluktuasi nilai tukar dolar Amerika terhadap rupiah yang terjadi dan pertumbuhan pendapatan berbasis biaya dari komisi, provisi dan administrasi terkait transaksi perbankan.
Sementara itu, jumlah total pendapatan operasional naik 15,5% menjadi Rp 2,07 triliun dari Rp 1,77 triliun.
Sayangnya, perseroan mencatatkan beban kerugian penurunan nilai aset keuangan menjadi Rp 621,67 miliar dari sebelumnya beban kerugian Rp 106,99 miliar. Dari jumlah itu beban kerugian terbesar dikontribusikan dari pos kredit yang diberikan yakni sebesar Rp 613,88 miliar dari Rp 109,99 miliar, sehingga total beban operasional membengkak menjadi Rp 1,79 triliun dari Rp 1,25 triliun.
Manajemen BNLI, dalam keterangan resmi, menegaskan penurunan kinerja ini akibat dampak pandemi Covid-19 yang dirasakan oleh perekonomian di Indonesia sejak Maret 2020.
Dampak tersebut juga mempengaruhi kinerja sektor keuangan termasuk perbankan secara signifikan. Di tengah masa pandemi, BNLI ikut membantu pemerintah memberikan stimulus di sektor keuangan, termasuk memberikan kelonggaran dan restrukturisasi kredit bagi nasabah yang terdampak di sektor Ritel, UMKM, komersial dan korporasi.
"Pada kuartal pertama, kami terus menerapkan prinsip kehati-hatian dalam kerangka manajemen risiko yang kuat untuk mendukung kebijakan-kebijakan Pemerintah dalam menjaga stabilitas ekonomi Indonesia," kata Ridha DM Wirakusumah, Direktur Utama Bank Permata, dalam siaran pers, dikutip Sabtu (9/5/2020).
"Kemampuan Bank dalam mencetak pertumbuhan kredit, dana pihak ketiga terutama dana murah dan pendapatan operasional di tengah kondisi perekonomian yang sulit ini menunjukkan bahwa kami terus memainkan peranan penting dalam mendukung nasabah kami untuk mengelola operasional bisnis serta kebutuhan likuiditasnya dengan baik," jelasnya.
Lebih lanjut, manajemen BNLI menjelaskan, peningkatan rasio BOPO (Beban Operasional terhadap Pendapatan Operasional) menjadi 94% dari 88% di periode yang sama tahun lalu terutama disebabkan karena peningkatan cadangan kerugian penurunan nilai aset keuangan, sejalan dengan penerapan PSAK 71 yang efektif berlaku di 1 Januari 2020.
Manajemen juga menyatakan, pandemi Covid-19 telah menyebabkan volatilitas beberapa indikator perekonomian makro, sehingga berdampak pada peningkatan rasio kemungkinan terjadi gagal bayar di masa yang akan datang dan peningkatan cadangan kerugian secara umum.
Adapun pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 11,4% yoy, terutama dikontribusikan dari dana murah (giro dan tabungan) sebesar 25,8% yoy.
Rasio dana murah juga mengalami perbaikan dari tahun lalu sebesar 47,4% menjadi 53,5%. Secara umum rasio likuiditas Loan-to-Deposit (LDR) BNLI tetap terjaga di kisaran 79,9% yang menunjukkan pengelolaan penerimaan dan penyaluran dana masyarakan secara optimum.
Struktur pendanaan yang baik juga berdampak positif pada margin bunga (Net Interest Margin/NIM) yang naik menjadi 4,6% dari sebelumnya 4% di periode yang sama tahun lalu, berlawanan dengan kondisi industri perbankan secara umum yang mengalami penurunan NIM.
Sementara itu, rasio Non-Performing Loan (NPL) gross turun ke level 3,2% dibandingkan dengan Maret 2019 pada 3,8%. NPL coverage ratio terus terjaga sebesar 152% pada Maret 2020, meningkat dari Desember 2019 sebesar 133%.
BNLI saat ini dalam proses penjualan kepada Bangkok Bank setelah Astra International dan Stanchart menandatangani Amendement Letter terkait transaksi pembelian saham BNLI oleh Bangkok Bank pada 20 April 2020.
Dalam Amendement Letter ini disepakati perubahan nilai buku atau price to book value (PBV) Bank Permata menjadi 1,63 kali PBV dari perjanjian awal pada 12 Desember 2019 sebesar 1,77 kali PBV.
PBV ini adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan saham yang memiliki PBV di bawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
"Berdasarkan Amendment Letter, maka harga pembelian diubah menjadi 1,63 kali book value Bank Permata berdasarkan nilai buku yang diterbitkan oleh Bank Permata untuk periode yang berakhir 31 Maret 2020," tulis Corporate Secretary Astra International, Gita Tiffani Boer, melalui laman keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), dikutip Selasa (21/4/2020).
Namun, perubahan dalam Amendement Letter ini bergantung pada penyelesaian transaksi sebelum 30 Juni 2020. Bila hal ini tidak terjadi, maka Amendement Letter dinyatakan tidak berlaku dan kembali pada Conditional Share Purchase Agreement (CSPA) pada 12 Desember 2019.
(tas/tas) Next Article Diakuisisi Bangkok Bank, Nilai Buku Bank Permata Jadi 1,63x
