Rupiah Perkasa, Cadangan Devisa Mengangkasa

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 May 2020 12:31
Ilustrasi Dollar
Ilustrasi Dolar AS (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Pada bulan Maret lalu, cadangan devisa Indonesia tergerus hingga US$ 9,4 miliar akibat keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah kondisi yang di luar normal (extraordinary) karena kepanikan di pasar keuangan global. Rupiah sepanjang Maret merosot 13,67% hingga menyentuh level terlemah sejak krisis moneter 1998.

Kepanikan global tersebut membuat arus modal keluar yang besar dari Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi.

Guna menstabilkan nilai tukar rupiah tersebut, BI kala itu harus menggelontokan cadangan devisa dan melakukan triple intervention yakni intervensi di tiga pasar yaitu spot valas, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, guna menstabilkan nilai tukar rupiah.

Itu di bulan Maret, April ceritanya berbeda. Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia setelah membukukan penguatan lebih dari 9% melawan dolar AS.

Selain itu, capital outflow yang terjadi di pasar obligasi juga terbilang rendah, bahkan sempat terjadi inflow. Data dari DJPPR menunjukkan sepanjang bulan April terjadi outflow sebesar Rp 2,15 triliun.


Penguatan rupiah serta capital outflow yang rendah di pasar obligasi tersebut tentunya membuat kebutuhan devisa untuk menstabilkan rupiah menjadi minim, akibatnya cadangan devisa Indonesia bisa kembali meningkat.

Selain itu, di tengah pandemi Covid-19, neraca perdagangan Indonesia menunjukkan perbaikan. Di bulan Maret lalu neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 740 juta. Ada kemungkinan hal yang sama juga terjadi di bulan April. Data neraca perdagangan Indonesia bulan April akan dirilis pada pekan depan.

Menurut BI di neraca perdagangan yang membaik dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih tinggi akibat menurunnya permintaan domestik dan berkurangnya kebutuhan input produksi untuk kegiatan ekspor.

Defisit neraca jasa juga diprakirakan lebih rendah, didorong oleh penurunan devisa untuk biaya transportasi impor serta penurunan devisa pariwisata yang tidak setinggi yang diprakirakan.

BI bahkan memprediksi defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit/CAD pada kuartal I-2020 akan rendah, sampai di bawah 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

TIM RISET CNBC INDONESIA 

(pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular