
Rupiah Perkasa, Cadangan Devisa Mengangkasa
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
08 May 2020 12:31

Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) pada hari ini, Jumat (8/5/2020) melaporkan kenaikan cadangan devisa pada April. Kenaikan tersebut terutama dipengaruhi oleh penerbitan global bond pemerintah. Cadangan devisa (cadev) Indonesia pada April 2020 tercatat sebesar US$ 127,9 miliar, atau naik US$ 6,9 miliar dari bulan sebelumnya.
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis Bank Indonesia, Jumat (8/5/2020).
Pada bulan lalu, pemerintah Indonesia menerbitkan global bond sebesar US$ 4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan tersebut dilakukan guna mendanai stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah dalam memerangi pandemi virus corona (Covid-19).
Ketiga global bond berdenominasi dolar AS ini terbagi dalam tiga tenor yang berbeda. Pertama, Global Bond USD bertenor 10,5 tahun dengan total US$ 1,65 miliar, dan oversubscribed 2 kali atau US$ 3,53 miliar. Surat utang ini jatuh tempo 15 Oktober 2030, dan memiliki kupon 3,85% yang dibayarkan dua kali dalam setahun (semi annually).
Kedua, Global Bond USD bertenor 30,5 tahun dengan total US$ 1,65 miliar yang oversubscribed hingga US$ 3,33 miliar dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2050. Surat utang ini memiliki kupon 4,25% yang dibayarkan dua kali dalam setahun.
Ketiga, Global Bond USD bertenor 50 tahun dengan nilai penerbitan US$ 1 miliar, dan oversubscribed 2,5 kali atau US$ 2,59 miliar. Surat utang ini jatuh tempo 15 April 2070, dengan kupon yang ditawarkan 4,45% yang dibayarkan dua kali dalam setahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ini merupakan penerbitan Global Bond terbesar yang pernah dikeluarkan dalam sejarah berdirinya Indonesia. Di antara negara kawasan, Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan surat utang ini.
Penerbitan global bond dalam mata uang dolar ini dilakukan untuk menjaga pembiayaan aman sekaligus menambah cadangan devisa bagi Bank Indonesia.
Pada bulan Maret lalu, cadangan devisa Indonesia tergerus hingga US$ 9,4 miliar akibat keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah kondisi yang di luar normal (extraordinary) karena kepanikan di pasar keuangan global. Rupiah sepanjang Maret merosot 13,67% hingga menyentuh level terlemah sejak krisis moneter 1998.
Kepanikan global tersebut membuat arus modal keluar yang besar dari Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi.
Guna menstabilkan nilai tukar rupiah tersebut, BI kala itu harus menggelontokan cadangan devisa dan melakukan triple intervention yakni intervensi di tiga pasar yaitu spot valas, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, guna menstabilkan nilai tukar rupiah.
Itu di bulan Maret, April ceritanya berbeda. Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia setelah membukukan penguatan lebih dari 9% melawan dolar AS.
Selain itu, capital outflow yang terjadi di pasar obligasi juga terbilang rendah, bahkan sempat terjadi inflow. Data dari DJPPR menunjukkan sepanjang bulan April terjadi outflow sebesar Rp 2,15 triliun.
Penguatan rupiah serta capital outflow yang rendah di pasar obligasi tersebut tentunya membuat kebutuhan devisa untuk menstabilkan rupiah menjadi minim, akibatnya cadangan devisa Indonesia bisa kembali meningkat.
Selain itu, di tengah pandemi Covid-19, neraca perdagangan Indonesia menunjukkan perbaikan. Di bulan Maret lalu neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 740 juta. Ada kemungkinan hal yang sama juga terjadi di bulan April. Data neraca perdagangan Indonesia bulan April akan dirilis pada pekan depan.
Menurut BI di neraca perdagangan yang membaik dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih tinggi akibat menurunnya permintaan domestik dan berkurangnya kebutuhan input produksi untuk kegiatan ekspor.
Defisit neraca jasa juga diprakirakan lebih rendah, didorong oleh penurunan devisa untuk biaya transportasi impor serta penurunan devisa pariwisata yang tidak setinggi yang diprakirakan.
BI bahkan memprediksi defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit/CAD pada kuartal I-2020 akan rendah, sampai di bawah 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Terbantu Utang Global Bond, Cadangan Devisa Lompat US$ 7 M
"Posisi cadangan devisa tersebut setara dengan pembiayaan 7,8 bulan impor atau 7,5 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal serta menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan," sebut keterangan tertulis Bank Indonesia, Jumat (8/5/2020).
Pada bulan lalu, pemerintah Indonesia menerbitkan global bond sebesar US$ 4,3 miliar dalam 3 bentuk surat berharga global yaitu Surat Berharga Negara (SBN). Penerbitan tersebut dilakukan guna mendanai stimulus fiskal yang dikeluarkan pemerintah dalam memerangi pandemi virus corona (Covid-19).
Ketiga global bond berdenominasi dolar AS ini terbagi dalam tiga tenor yang berbeda. Pertama, Global Bond USD bertenor 10,5 tahun dengan total US$ 1,65 miliar, dan oversubscribed 2 kali atau US$ 3,53 miliar. Surat utang ini jatuh tempo 15 Oktober 2030, dan memiliki kupon 3,85% yang dibayarkan dua kali dalam setahun (semi annually).
Kedua, Global Bond USD bertenor 30,5 tahun dengan total US$ 1,65 miliar yang oversubscribed hingga US$ 3,33 miliar dan jatuh tempo pada 15 Oktober 2050. Surat utang ini memiliki kupon 4,25% yang dibayarkan dua kali dalam setahun.
Ketiga, Global Bond USD bertenor 50 tahun dengan nilai penerbitan US$ 1 miliar, dan oversubscribed 2,5 kali atau US$ 2,59 miliar. Surat utang ini jatuh tempo 15 April 2070, dengan kupon yang ditawarkan 4,45% yang dibayarkan dua kali dalam setahun.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan ini merupakan penerbitan Global Bond terbesar yang pernah dikeluarkan dalam sejarah berdirinya Indonesia. Di antara negara kawasan, Indonesia menjadi negara pertama yang menerbitkan surat utang ini.
Penerbitan global bond dalam mata uang dolar ini dilakukan untuk menjaga pembiayaan aman sekaligus menambah cadangan devisa bagi Bank Indonesia.
Pada bulan Maret lalu, cadangan devisa Indonesia tergerus hingga US$ 9,4 miliar akibat keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah kondisi yang di luar normal (extraordinary) karena kepanikan di pasar keuangan global. Rupiah sepanjang Maret merosot 13,67% hingga menyentuh level terlemah sejak krisis moneter 1998.
Kepanikan global tersebut membuat arus modal keluar yang besar dari Indonesia. Berdasarkan data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sepanjang bulan Maret terjadi capital outflow sebesar Rp 121,26 triliun di pasar obligasi.
Guna menstabilkan nilai tukar rupiah tersebut, BI kala itu harus menggelontokan cadangan devisa dan melakukan triple intervention yakni intervensi di tiga pasar yaitu spot valas, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, guna menstabilkan nilai tukar rupiah.
Itu di bulan Maret, April ceritanya berbeda. Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di dunia setelah membukukan penguatan lebih dari 9% melawan dolar AS.
Selain itu, capital outflow yang terjadi di pasar obligasi juga terbilang rendah, bahkan sempat terjadi inflow. Data dari DJPPR menunjukkan sepanjang bulan April terjadi outflow sebesar Rp 2,15 triliun.
Penguatan rupiah serta capital outflow yang rendah di pasar obligasi tersebut tentunya membuat kebutuhan devisa untuk menstabilkan rupiah menjadi minim, akibatnya cadangan devisa Indonesia bisa kembali meningkat.
Selain itu, di tengah pandemi Covid-19, neraca perdagangan Indonesia menunjukkan perbaikan. Di bulan Maret lalu neraca perdagangan Indonesia mencatat surplus sebesar US$ 740 juta. Ada kemungkinan hal yang sama juga terjadi di bulan April. Data neraca perdagangan Indonesia bulan April akan dirilis pada pekan depan.
Menurut BI di neraca perdagangan yang membaik dipengaruhi oleh penurunan impor yang lebih tinggi akibat menurunnya permintaan domestik dan berkurangnya kebutuhan input produksi untuk kegiatan ekspor.
Defisit neraca jasa juga diprakirakan lebih rendah, didorong oleh penurunan devisa untuk biaya transportasi impor serta penurunan devisa pariwisata yang tidak setinggi yang diprakirakan.
BI bahkan memprediksi defisit transaksi berjalan atau Current Account Deficit/CAD pada kuartal I-2020 akan rendah, sampai di bawah 1,5% dari Produk Domestik Bruto (PDB).
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Terbantu Utang Global Bond, Cadangan Devisa Lompat US$ 7 M
Most Popular