Nasib Lockdown Belum Jelas, Poundsterling Drop ke Rp 18.500

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 May 2020 19:04
FILE PHOTO: British Pound Sterling banknotes are seen at the Money Service Austria company's headquarters in Vienna, Austria, November 16, 2017. REUTERS/Leonhard Foeger/File Photo
Foto: Ilustrasi Pound Sterling (REUTERS/Leonhard Foeger/)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar poundsterling melemah melawan rupiah pada perdagangan Rabu (6/5/2020) akibat kebijakan karantina wilayah (lockdown) Inggris yang belum tentu dilonggarkan. Semakin lama lockdown berlangsung, perekonomian Negeri Ratu Elizabeth tentunya akan semakin tertekan.

Pada pukul 17:26 WIB, GBP 1 setara Rp 18.509,29, poundsterling melemah 0,95% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Lockdown Inggris berlaku sampai 7 Mei, yang berarti besok, tetapi Perdana Menteri (PM) Boris Johnson belum memberikan keputusan apakah akan ada perpanjangan atau pelonggaran.

Pada Senin (27/4/2020) lalu, saat memberikan pidato pertama setelah mengalami perawatan akibat terinfeksi virus corona, PM Johnson mengatakan saat ini masih terlalu dini menghentikan lockdown, dan risiko akan ada penyebaran gelombang kedua menjadi cukup besar jika hal tersebut dilakukan.

Namun kabar baiknya, Inggris dikatakan sudah berada di puncak penyebaran, yang artinya jumlah kasus akan mulai melandai. Johnson tidak memberikan detail kapan lockdown akan mulai dilonggarkan, tetapi ia mengatakan akan memberikan update.


Sayangnya hingga hari ini belum ada update juga mengenai hal tersebut. Dengan demikian, Inggris terbilang telat melonggarkan lockdown ketimbang negara-negara Eropa lainnya.

Selain itu, pelaku pasar juga mulai pesimis terhadap outlook jangka panjang poundsterling. Reuters melaporkan, dalam enam pekan beruntun, posisi bullish (tren menguat) pelaku pasar terus berkurang hingga akhirnya berubah menjadi bearish (tren melemah), pada 21 April lalu.

Artinya, lebih banyak pelaku pasar yang memprediksi poundsterling akan melemah ketimbang yang memprediksi akan menguat. Posisi bearish tersebut menjadi yang pertama sejak Desember tahun lalu.



Meski nantinya Inggris berhasil menghentikan pandemi Covid-19, Reuters melaporkan bahwa dalam jangka panjang poundsterling masih akan terbebani oleh proses Brexit.

Selain itu, dalam 10 tahun terakhir, Mei merupakan bulan yang tidak bersahabat bagi poundsterling. Ada fenomena sell in May, yang merujuk pada poundsterling melawan dolar Amerika Serikat (AS), tetapi rupiah juga turut mendapat imbasnya.



Dalam 10 tahun terakhir, nilai tukar poundsterling selalu melemah melawan dolar AS pada Mei. Masih belum jelas apa yang menjadi penyebab fenomena tersebut, tetapi data menunjukkan pada periode 2010-2019 poundsterling selalu melemah di bulan Mei.

Pelemahan terbesar terjadi di Mei 2012 ketika mata uang Negeri Ratu Elizabeth ini ini merosot 5,1%. Sementara itu, pelemahan terkecil terjadi pada Mei 2015 sebesar 0,4%.

TIM RISET CNBC INDONESIA


(pap/pap) Next Article Sentuh Rp 16.500/US$, Rupiah Terus Terpuruk

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular