
Akuisisi Berantakan Selama Wabah Covid-19, Ini Penyebabnya
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
06 May 2020 10:37

Jakarta, CNBC Indonesia - Wabah virus corona (covid-19) membuat sejumlah rencana aksi korporasi perusahaan-perusahaan Indonesia gagal. Banyak perusahaan menunda bahkan membatalkan aksi korporasi merger dan akuisisi oleh beberapa perusahaan.
Misalnya saja, Perusahaan bank investasi asal Italia, Compass Banca akhirnya membatalkan rencananya untuk membeli 19,9% saham perusahaan pembiayaan (multifinance) di Indonesia yang dikendalikan TPG dan Northstar, yakni PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).
Padahal Compass Banca bersama Trinugraha Capital & Co. SCA, pemegang saham pengendali BFIN, telah menandatangani perjanjian jual beli saham pada Agustus 2018. Tak lain disebabkan karena kondisi krisis kesehatan di Italia yang menyebabkan Compass mengubah keputusan investasinya.
"Sejak darurat kesehatan terkait dengan Covid-19 yang semakin berubah secara tidak realistis, maka [ada perubahan] dalam hal keuangan perjanjian dan prioritas operasi perusahaan," tulis manajemen Mediobanca, dalam siaran pers di situs resminya, dikutip CNBC Indonesia, Senin (4/5/2020).
"Mengingat pertimbangan ini, pada 30 April 2020 Compass dan konsorsium Trinugraha sepakat mengakhiri perjanjian yang ditandatangani pada Agustus 2018," kata manajemen Mediobanca.
Demikian halnya dengan rencana akuisisi saham emiten layanan TV berbayar milik Grup Lippo, PT Link Net Tbk (LINK) oleh PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV) yang belum ada kesepakatan meski hingga batas waktu yang ditentukan 30 April 2020 semenjak informasi ini diumumkan pada 6 bulan sebelumnya.
Merespons situasi ini, Analis Senior CSA Research, Reza Priyambada menilai, dalam kondisi yang sulit seperti sekarang ini, aksi korporasi seperti merger dan akuisisi bukanlah waktu yang cukup tepat.
Terlebih lagi, pandemi Covid-19 ini mengharuskan banyak perusahaan melakukan efisiensi di semua lini bisnis, sehingga perlu meninjau ulang rencana merger atau akuisisi.
"Kondisi pasar belum memungkinkan untuk dilakukan aksi korporasi. Dengan adanya kondisi seperti ini, tentunya masing-masing pihak akan melakukan kalkulasi potensi benefit dengan dilakukannya merger-akuisisi," ungkap Reza Priyambada kepada CNBC Indonesia,
Hal senada juga disampaikan Anugerah Zamzami Nasr, Equity Analyst PT Phillip Sekuritas. Pandemi ini menyebabkan banyak perusahaan terguncang bisnisnya, alih-alih ekspansi, memilih menyelamatkan keberlangsungan bisnis di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian adalah langkah yang tepat.
Namun, setelah pandemi berakhir dan aktivitas ekonomi kembali pulih, rencana merger bisa dilakukan, terutama bila rencananya sudah lama dipersiapkan.
"Kelihatannya belum cocok untuk M&A (merger dan akuisisi), karena perusahaan pasti mementingkan kas dan mementingkan kekuatan modal untuk tetap survive di tengah pandemi ini," kata Zamzami, saat dihubungi CNBC Indonesia.
(hps/hps) Next Article Merger & Akuisisi Menjamur di 2020
Misalnya saja, Perusahaan bank investasi asal Italia, Compass Banca akhirnya membatalkan rencananya untuk membeli 19,9% saham perusahaan pembiayaan (multifinance) di Indonesia yang dikendalikan TPG dan Northstar, yakni PT BFI Finance Indonesia Tbk (BFIN).
Padahal Compass Banca bersama Trinugraha Capital & Co. SCA, pemegang saham pengendali BFIN, telah menandatangani perjanjian jual beli saham pada Agustus 2018. Tak lain disebabkan karena kondisi krisis kesehatan di Italia yang menyebabkan Compass mengubah keputusan investasinya.
"Mengingat pertimbangan ini, pada 30 April 2020 Compass dan konsorsium Trinugraha sepakat mengakhiri perjanjian yang ditandatangani pada Agustus 2018," kata manajemen Mediobanca.
Demikian halnya dengan rencana akuisisi saham emiten layanan TV berbayar milik Grup Lippo, PT Link Net Tbk (LINK) oleh PT MNC Vision Networks Tbk (IPTV) yang belum ada kesepakatan meski hingga batas waktu yang ditentukan 30 April 2020 semenjak informasi ini diumumkan pada 6 bulan sebelumnya.
Merespons situasi ini, Analis Senior CSA Research, Reza Priyambada menilai, dalam kondisi yang sulit seperti sekarang ini, aksi korporasi seperti merger dan akuisisi bukanlah waktu yang cukup tepat.
Terlebih lagi, pandemi Covid-19 ini mengharuskan banyak perusahaan melakukan efisiensi di semua lini bisnis, sehingga perlu meninjau ulang rencana merger atau akuisisi.
"Kondisi pasar belum memungkinkan untuk dilakukan aksi korporasi. Dengan adanya kondisi seperti ini, tentunya masing-masing pihak akan melakukan kalkulasi potensi benefit dengan dilakukannya merger-akuisisi," ungkap Reza Priyambada kepada CNBC Indonesia,
Hal senada juga disampaikan Anugerah Zamzami Nasr, Equity Analyst PT Phillip Sekuritas. Pandemi ini menyebabkan banyak perusahaan terguncang bisnisnya, alih-alih ekspansi, memilih menyelamatkan keberlangsungan bisnis di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian adalah langkah yang tepat.
Namun, setelah pandemi berakhir dan aktivitas ekonomi kembali pulih, rencana merger bisa dilakukan, terutama bila rencananya sudah lama dipersiapkan.
"Kelihatannya belum cocok untuk M&A (merger dan akuisisi), karena perusahaan pasti mementingkan kas dan mementingkan kekuatan modal untuk tetap survive di tengah pandemi ini," kata Zamzami, saat dihubungi CNBC Indonesia.
(hps/hps) Next Article Merger & Akuisisi Menjamur di 2020
Most Popular