Usai Reli 3 Hari Beruntun, Harga CPO Balik Arah

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
04 May 2020 11:54
Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). Badan Pusat Statistik BPS  mengumumkan neraca Perdagangan (Ekspor-impor) Pada bulan Februari, nilai ekspor mencapai US$ 12,53 miliar, atau turun 11,33% dari tahun sebelumnya (YoY). Nilai ekspor minyak sawit sepanjang Januari-Februari 2019 hanya mencapai US$ 2,94 miliar, yang artinya turun 15,06% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2018.  (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Foto: Pekerja mengangkut hasil panen kelapa Sawit di kebun Cimulang, Bogor, Jawa Barat, Jumat (15/3). (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) anjlok pada awal pekan ini. Harga CPO sudah menguat pekan lalu dan kali ini masih mengekor lagi anjloknya harga minyak mentah.

Senin (4/5/2020), harga CPO kontrak pengiriman Juli 2020 di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) dibanderol RM 2.038/ton. Harga CPO turun 50 ringgit atau terpangkas 2,39% dari posisi penutupan terakhir pekan lalu.



Harap maklum, harga CPO sudah menguat 3 hari beruntun sehingga wajar jika momen kali ini juga dimanfaatkan untuk ambil untung. Kebetulan harga minyak mentah global juga terkoreksi signifikan hari ini dengan Brent turun 2% dan WTI ambles nyaris 7%.



Pemicunya adalah ancaman Trump terhadap China. Presiden AS ke-45 itu mengatakan China telah membuat kesalahan besar sehingga memicu terjadinya pandemi Covid-19 seperti sekarang ini.

"Pendapat saya adalah mereka melakukan kesalahan. Mereka mencoba menutupinya, mereka berusaha memadamkannya. Ini seperti api, "kata Trump. "Kau tahu, ini benar-benar seperti mencoba memadamkan api dan mereka tidak bisa memadamkan api. " melansir CNBC International.

Trump juga dikabarkan mengancam akan menerapkan tariff tambahan untuk Beijing lantaran tak bisa menerima realitas bahwa wabah Covid-19 telah mengobrak-abrik ekonomi AS hingga memicu melonjaknya angka pengangguran mencapai 30,3 juta orang dan kontraksi ekonomi Paman Sam sebesar 4,8% (annualized) pada kuartal pertama tahun 2020.

Prioritas AS di bawah Trump sekarang lebih ke menyorot peran China yang dianggapnya sebagai sumber masalah utama pandemi yang saat ini merebak. Kesepakatan dagang antara Washington dan Beijing pun dinomor duakan untuk saat ini.


"Kami menandatangani kesepakatan perdagangan di mana mereka seharusnya membeli, dan mereka sebenarnya telah membeli banyak. Namun sekarang itu menjadi prioritas kedua akibat virus ini," kata Trump kepada wartawan. "Situasi [merebaknya] virus tidak dapat diterima" tambahnya sebagaimana diwartakan oleh Reuters.

Belum juga pandemi Covid-19 rampung, ancaman perang dagang sudah ditebar lagi. Jika Trump benar-benar mengeksekusi ancamannya maka prospek ekonomi global akan makin suram. Selain itu periode pemulihan ekonomi pun akan berjalan lambat dan memakan waktu lebih lama.



Perlambatan atau bahkan kontraksi ekonomi yang lebih dalam akan memicu pelemahan permintaan berbagai macam komoditas salah satunya minyak sawit. Sehingga harganya berpotensi semakin tertekan jika hal itu terjadi.

Bagaimanapun juga kabar pencabutan lockdown di berbagai negara terutama di Eropa memang menjadi sentimen positif. Namun hal tersebut tak serta merta kehidupan akan kembali pulih dan normal seperti sedia kala. Eropa dan negara-negara lain yang sudah melaporkan penurunan jumlah kasus Covid-19 masih dibayangi dengan gelombang kedua wabah yang jadi ancaman selanjutnya.



[Gambas:Video CNBC]







TIM RISET CNBC INDONESIA 
(twg/hps) Next Article Harga CPO Masih Kuat Naik, On Track Menuju RM 2.400/Ton

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular