
Lebaran 'No Mudik', Saham Sektor Apa Saja yang Terdampak?

Momen mudik sendiri merupakan aktivitas tahunan yang berkontribusi pada penyebaran uang dari pusat ke daerah. Nah, jika mudik dinyatakan haram oleh pemerintah, maka akan ada potensi hilangnya miliaran bahkan triliunan dari sektor-sektor terdampak.
Mengacu pada data Tradingview, pelaku pasar terlihat sudah memfaktorkan perubahan pola konsumsi Lebaran tahun ini. Hal ini terlihat dari kenaikan saham-saham yang menerima berkah Lebaran tanpa mudik, dan sebaliknya koreksi saham yang kehilangan momentum karena hilangnya konsumsi rutin Lebaran.
Sementara itu, sektor-sektor yang mendapatkan berkah tersebut di antaranya sektor telekomunikasi, kendati turun 2,27% namun yang paling rendah dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sementara pada perdagangan hari Jumat ini (24/4/2020) sektor ini membukukan keuntungan sebesar 0,52%.
Mengapa sektor ini bisa mendapatkan berkah dari kebijakan ‘no mudik’?
Karena bahkan jika ada mudik pun aktivitas penggunaan seluler untuk komunikasi (baik lewat suara maupun data) meningkat. Apalagi, jika tidak ada mudik sehingga setiap orang tentu bakal berkomunikasi secara lebih intens demi menyambung silaturahmi.
Kemudian, ada sektor layanan distribusi yang menguat 2,34% sepekan terakhir, didorong kebijakan pemerintah untuk mengamankan kebutuhan masyarakat akan barang-barang konsumsi rumah tangga yang dianggap menjadi kebutuhan primer, sehingga proses distribusi ini diawasi ketat oleh pemerintah.
Ada juga sektor teknologi kesehatan yang naik 4,54% selama sepekan ini. Bagaimana tidak? Sektor ini mendapatkan berkah di saat pandemi virus corona. Setiap instansi atau layanan kesehatan sangat membutuhkan sektor ini demi menunjang pelayanan kesehatan untuk menangani pasien corona.
Kendati demikian, ada juga sektor-sektor yang menderita kerugian akibat pemberlakuan 'no mudik' di antaranya yaitu sektor barang tahan lama yang turun 4,92% selama sepekan terakhir.
Sektor ini terdampak pandemi akibat maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan PSBB yang membuat warga kesulitan mendapatkan penghasilan. Ketika penghasilan menurun bahkan seret, daya beli pun turun. Jangankan untuk membeli kebutuhan barang tahan lama seperti kulkas, TV, motor, mobil dll, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja sulit.
Berdasarkan catatan data dari CEIC, tingkat Pengangguran Indonesia diperkirakan sebesar 7,5% pada 2020 seperti yang dilaporkan oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Rekor ini turun dari angka yang terakhir dilaporkan, yaitu 5,28% pada 2019.
![]() |
Lalu ada juga sektor transportasi yang turun 2,83% sepekan terakhir. Penurunan ini juga terkait PSBB yang diberlakukan sejumlah daerah guna menghambat laju penyebaran corona. Kini, ditambah dengan larangan mudik, saham-saham sektor transportasi jelas akan turun pendapatannya karena armadanya tidak beroperasi.
Semua pihak tentu berharap pandemi ini segera berakhir, agar efek negatifnya tidak berlarut-larut membebani perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA
