
Lebaran 'No Mudik', Saham Sektor Apa Saja yang Terdampak?

Jakarta, CNBC Indonesia - Lebaran semakin dekat, pandemi tak kunjung reda. Pemerintah pun melarang mudik di tengah kebijakan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) guna menghambat laju penyebaran pandemi virus corona (Covid-19).
Di tengah larangan mudik tersebut yang efektif per Jumat (24/4/2020), Tim Riset CNBC Indonesia merangkum beberapa indeks saham sektoral yang membukukan kenaikan dan penurunan selama sepekan terakhir ini, usai pengumuman resmi pemerintah soal Lebaran Tanpa Mudik.
Pertama-tama, harus kita pahami bagaimana konsekuensi kebijakan pemerintah tersebut bakal mempengaruhi pola konsumsi tahunan masyarakat pada periode paling konsumtif sepanjang tahun, dalam sepanjang sejarah Republik ini.
Lebaran adalah momen di mana Badan Pusat Statistik (BPS) rutin memanen data kenaikan konsumsi. Salah satunya yaitu konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM). Tahun lalu, konsumsi BBM naik signifikan selama arus mudik dan Lebaran. Berdasar data Badan Pengatur Hilir Minyak dan Gas (BPH Migas), secara keseluruhan kenaikan konsumsi BBM mencapai 13%.
Konsumsi BBM untuk jenis premium, pertalite, pertamax, turbo, hingga gasoline (solar) selama periode satgas Lebaran berjumlah 215.876 liter. Angka tersebut naik 13,6% dibanding konsumsi normal yang rata-ratanya di kisaran 186.362 kiloliter (KL).
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik (BPS) Indonesia menunjukkan tingkat inflasi pada momen Lebaran tahun lalu terjadi penurunan 23,64% dari 0,68 pada bulan Mei 2019 menjadi 0,55 pada bulan Juni 2019.
Biasanya inflasi di Indonesia akan tinggi menjelang Hari Raya Idul Fitri. Namun pada lebaran tahun lalu tingkat inflasi justru menurun berkat sejumlah kebijakan pemerintah dan BI dalam mengatasi laju inflasi.
![]() |
Kepada media, Ekonom Universitas Indonesia (UI) Fithra Faisal menilai ketiadaan ritual mudik akan menurunkan aktivitas perekonomian. Dia memperkirakan nilai uang yang bergulir selama mudik berkisar antara Rp 32 triliun hingga Rp 160 triliun.
"Tidak ada mudik, maka aktivitas ekonomi juga turun. Kalau aktivitas ekonomi turun ya berdampak pada ekonomi keseluruhan, tapi ini jangka pendek. Yang penting manusia nanti tidak kehilangan produktivitasnya," tuturnya sebagaimana dikutip CNN Indonesia.
Dia menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa saja jatuh hingga 1%-2% karena aktivitas ekonomi terganggu. Namun, ekonomi bisa kembali melejit lebih dari 5% setelah kasus virus corona berakhir.
Selain itu, Kementerian Perhubungan telah menerbitkan Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 25 Tahun 2020 tentang Pengendalian Transportasi Selama Musim Mudik Idul Fitri 1441 H dalam rangka Pencegahan Penyebaran Covid-19.
"Permenhub tersebut telah ditetapkan pada tanggal 23 April 2020 sebagai tindak lanjut dari kebijakan Pemerintah untuk melarang mudik pada tahun ini dalam rangka mencegah penyebaran Covid-19," demikian disampaikan Juru Bicara Kementerian Perhubungan Adita Irawati di Jakarta, Kamis (23/4).
Pengaturan tersebut, lanjut dia, berupa larangan sementara penggunaan sarana transportasi untuk kegiatan mudik pada masa angkutan lebaran tahun 2020. Akses jalan tol pun berpeluang ditutup total.
Dengan penutupan jalan tol bakal menekan pendapatan dari PT Jasa Marga Tbk (JSMR) yang merupakan salah satu pengelola dari ruas jalan tol pada musim mudik tahun ini. Kendati belum adanya pernyataan dari pihak Jasa Marga, tetapi bila merujuk dari data pada arus mudik 2019 yang naik, perseroan dipastikan kehilangan potensi pendapatan yang cukup besar.
Berdasarkan data dari H-7 hingga H-2 Lebaran tahun lalu, jumlah kendaraan yang meninggalkan Jakarta melalui Gerbang Tol Cikampek tercatat mencapai 429.935 kendaraan.
Misalkan bila satu kendaraan atau mobil pribadi saja menuju Semarang yang membutuhkan dana untuk membayar Tol Trans-Jawa sekitar Rp 335.000, bila dikalikan dengan jumlah kendaraan pada H-2 tersebut maka potensi kehilangannya bisa mencapai lebih dari Rp 144 miliar.
Momen mudik sendiri merupakan aktivitas tahunan yang berkontribusi pada penyebaran uang dari pusat ke daerah. Nah, jika mudik dinyatakan haram oleh pemerintah, maka akan ada potensi hilangnya miliaran bahkan triliunan dari sektor-sektor terdampak.
Mengacu pada data Tradingview, pelaku pasar terlihat sudah memfaktorkan perubahan pola konsumsi Lebaran tahun ini. Hal ini terlihat dari kenaikan saham-saham yang menerima berkah Lebaran tanpa mudik, dan sebaliknya koreksi saham yang kehilangan momentum karena hilangnya konsumsi rutin Lebaran.
Sementara itu, sektor-sektor yang mendapatkan berkah tersebut di antaranya sektor telekomunikasi, kendati turun 2,27% namun yang paling rendah dibandingkan dengan sektor-sektor lainnya. Sementara pada perdagangan hari Jumat ini (24/4/2020) sektor ini membukukan keuntungan sebesar 0,52%.
Mengapa sektor ini bisa mendapatkan berkah dari kebijakan ‘no mudik’?
Karena bahkan jika ada mudik pun aktivitas penggunaan seluler untuk komunikasi (baik lewat suara maupun data) meningkat. Apalagi, jika tidak ada mudik sehingga setiap orang tentu bakal berkomunikasi secara lebih intens demi menyambung silaturahmi.
Kemudian, ada sektor layanan distribusi yang menguat 2,34% sepekan terakhir, didorong kebijakan pemerintah untuk mengamankan kebutuhan masyarakat akan barang-barang konsumsi rumah tangga yang dianggap menjadi kebutuhan primer, sehingga proses distribusi ini diawasi ketat oleh pemerintah.
Ada juga sektor teknologi kesehatan yang naik 4,54% selama sepekan ini. Bagaimana tidak? Sektor ini mendapatkan berkah di saat pandemi virus corona. Setiap instansi atau layanan kesehatan sangat membutuhkan sektor ini demi menunjang pelayanan kesehatan untuk menangani pasien corona.
Kendati demikian, ada juga sektor-sektor yang menderita kerugian akibat pemberlakuan 'no mudik' di antaranya yaitu sektor barang tahan lama yang turun 4,92% selama sepekan terakhir.
Sektor ini terdampak pandemi akibat maraknya Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) dan PSBB yang membuat warga kesulitan mendapatkan penghasilan. Ketika penghasilan menurun bahkan seret, daya beli pun turun. Jangankan untuk membeli kebutuhan barang tahan lama seperti kulkas, TV, motor, mobil dll, untuk memenuhi kebutuhan pokok saja sulit.
Berdasarkan catatan data dari CEIC, tingkat Pengangguran Indonesia diperkirakan sebesar 7,5% pada 2020 seperti yang dilaporkan oleh Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF). Rekor ini turun dari angka yang terakhir dilaporkan, yaitu 5,28% pada 2019.
![]() |
Lalu ada juga sektor transportasi yang turun 2,83% sepekan terakhir. Penurunan ini juga terkait PSBB yang diberlakukan sejumlah daerah guna menghambat laju penyebaran corona. Kini, ditambah dengan larangan mudik, saham-saham sektor transportasi jelas akan turun pendapatannya karena armadanya tidak beroperasi.
Semua pihak tentu berharap pandemi ini segera berakhir, agar efek negatifnya tidak berlarut-larut membebani perekonomian.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/tas) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
