
Apa Dampak Peleburan Bank Banten ke Bank bjb?

Jakarta, CNBC Indonesia - Pasar modal Tanah Air dihentakkan dengan kabar terbaru mengenai rencana penggabungan usaha PT Bank Pembangunan Daerah Banten Tbk (BEKS) ke dalam PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJBR). Rencana merger ini pun segera akan diproses oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Dalam siaran pers yang diterbitkan OJK, rencana tersebut telah dituangkan dalam Letter of Intent (LOI) yang ditandatangani Kamis (23/4/2020) oleh Gubernur Banten Wahidin Halim selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten dan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil selaku Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank BJB.
Terkait dengan rencana ini, Hans Kwee, analis pasar modal dan Direktur PT Anugerah Mega Investama, menilai aksi korporasi yang dilakukan Bank Banten ke dalam Bank BJB adalah sesuatu yang baik.
Menurut Hans, aksi korporasi merger dan akuisisi adalah hal yang bagus bagi perusahaan dan industri. Hal ini menurut dia tidak lepas dari teori skala ekonomis di mana aksi ini mampu menurunkan biaya operasional per pendapatan yang didapatkan bila dilakukan dengan tepat. Industri perbankan Indonesia masih terus berkembang dan masih menjadi jantung ekonomi Indonesia.
"Bank menyalurkan uang ke system ekonomi yang berfungsi memutar roda perekonomian. Bagaikan jantung yang memompa darah ke seluruh tubuh, begitulah peran sentral bank. Bank yang baik dan sehat sangat di butuhkan dalam sistem perekonomian," kata Hans, kepada CNBC Indonesia, Jumat (24/4/2020).
![]() |
Menurut Hans, bank besar selalu lebih diuntungkan karena bank yang besar membuat masyarakat lebih percaya akibat besarnya aset dan permodalan. Kepercayaan pada bank besar tersebut membuat masyarakat bersedia bersedia menempatkan dana baik dalam bentuk tabungan maupun deposito tanpa meminta imbalan atau bunga yang tinggi.
"Hal ini pada akhirnya membuat cost of fund [beban biaya] bank menjadi rendah. Bank dalam menjalankan bisnis akan menyalurkan dana pihak ketiga atau dana masyarakat ke perusahaan atau perorangan dalam bentuk kredit atau pinjaman," tegas dosen FEB Trisakti dan MET Atmajaya ini.
"Ketika cost of fund bank rendah maka bunga kredit yang di tawarkan akan rendah dan dapat bersaing dengan bank lain. Ini membuat perusahaan dan perseorangan tertarik dan antri untuk mengambil kredit," katanya lagi.
Hal ini menurut dia membuka peluang bank memilih peminjam atau kreditur yang baik dalam arti punya kualitas baik dan risiko gagal bayar yang rendah. Kondisi ini yang membuat OJK mendorong bank-bank di Indonesia melakukan aksi merger atau akuisisi agar didapatkan bank-bank besar yang besar dan kuat dari segi permodalan maupun ekuitas.
Terkait dengan merger dua bank daerah ini, dia menganalisis, dari data tahun lalu, Pemda Provinsi Banten sebagai Pemegang Saham Pengendali Terakhir Bank Banten juga adalah pemegang saham Bank BJB sebesar 5,29%.
"Hal ini tentu menguntungkan karena akan mempermudah dan mempercepat proses aksi korporasi ini. Penggabungan usaha sendiri mengacu pada mekanisme merger di mana dua entitas akan bergabung menjadi satu entitas baru. Biasanya proses ini tidak akan mengganggu operasional kedua bank," jelas Hans.
Makin Besar
Hans menganalisis, bila melihat demografi, maka jumlah penduduk Banten di tahun 2019 adalah 12,96 juta jiwa dan Jawa Barat adalah 49,31 juta jiwa.
Besarnya jumlah penduduk kedua wilayah tentunya dinilai menguntungkan bagi kedua bank karena potensial nasabah yang dapat dilayani sangat besar. Selain itu Bank Pembangunan Daerah (BPD) biasanya menjadi bank transaksi dan tempat penempatan dana oleh pemerintah daerah.
"Karena itu penggabungan ini tentu meningkatkan aktivitas bisnis kedua bank karena melibatkan dua provnsi yang besar. Melihat solidnya posisi keuangan Bank BJB tentu tidak akan mengalami masalah berarti ketika melakukan aksi korporasi ini," terang Hans.
Menurut Hans, industri bank, baik dari sisi aset maupun kewajiban, sebetulnya sudah mencerminkan nilai pasar atau harga wajar. Memang ada beberapa aset tetap yang nilainya masih tercatat dengan nilai buku yang tidak selalu dilakukan revaluasi. Tetapi melihat hal tersebut, pihaknya menilai Bank BJB - BJBR masih punya peluang.
"Berdasarkan perhitungan kami PBV [price to book value] BJBR dengan harga 910 ada di angka 0,74 kali. Padahal dalam keadaan normal BJBR biasa diperdagangkan pada PBV 2,28 kali sampai 3,36 kali. Bila mengacu pada PBV 1 kali maka BJBR masih berpeluang naik ke level Rp 1.236 per saham," katanya.
"Melihat aksi korporasi bank yang kami nilai positif membuat rekomendasi beli untuk BJBR," katanya.
PBV ini adalah penilaian harga saham dengan nilai buku perusahaan. Biasanya, saham yang memiliki rasio PBV besar, memiliki valuasi yang tinggi (overvalue) sedangkan saham yang memiliki PBV di bawah 1 memiliki valuasi yang rendah alias undervalue.
Bagi Hans, merger punya keuntungan karena akan meningkatkan efisiensi kedua bank. Setiap bank punya kelebihan sehingga bila digabung akan menghasilkan sinergi yang kuat. Penggabungan, tegasnya, pasti menambah jumlah aset bank tersebut sehingga menghasilkan bank yang lebih besar.
"Jumlah nasabah baik deposan maupun peminjam juga meningkat. Selain itu jumlah cabang utama dan cabang pembantu juga menjadi lebih banyak sehingga dapat melayani nasabah lebih banyak."
"Ketika cabang berdekatan maka dapat di gabung sehingga mengurangi biaya operasional cabang. Sumber daya manusia juga meningkat dan dapat di alokasikan untuk ekspansi ke tempat lain. Selain itu biasanya akan terjadi transfer teknologi antar bank sehingga meningkatkan kualitas pelayanan kedua bank kepada nasabah," katanya.
Dia juga menjelaskan, bahwa tekanan yang terjadi di pasar keuangan khususnya pasar modal membuat sebagian besar bank mengalami penurunan harga. Kekhawatiran perlambatan aktivitas ekonomi akibat pandemi Covid 19 membuat sebagian orang menjual saham.
Tetapi, katanya, bagi sebagian orang yang paham tentu ini membuka peluang pembelian dan bila dilakukan investasi dalam jangka panjang akan sangat menguntungkan.
"Industri keuangan biasa dinilai dengan PBV atau Price Book Value. Rasio ini membandingkan harga saham dengan nilai buku per lembar saham. Nilai buku pe rlembar saham sendiri diambil dari Pengurangan jumlah aset dengan kewajiban perusahaan. Hal ini dikenal sebagai ekuitas perusahaan. Data ini lalu di bagi jumlah saham beredar."
(tas/tas) Next Article Pemprov Banten Pindahkan Dana Kas Daerah ke bank bjb
