
Perry Effect! Rupiah Batal Melemah Setelah Sempat Anjlok 1%
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
22 April 2020 16:06

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah berakhir stagnan pada perdagangan Rabu (22/4/2020), meski tertekan sepanjang perdagangan bahkan sempat anjlok nyaris 1%. Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo yang memberikan ulasan Perkembangan Ekonomi Terkini sekali lagi mampu membawa rupiah lepas dari zona merah.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,65%, dan semakin tebal hingga 0,97% di Rp 15.550/US$.
Sepanjang perdagangan rupiah terus berada di zona merah, hingga selepas tengah hari saat Gubernur Perry melakukan video conference rupiah terus menipiskan pelemahan hingga mengakhiri perdagangan dengan stagnan alias 0% di Rp 15.400/US$, berdasarkan data Refinitiv.
Rupiah pada Selasa kemarin juga melemah tetapi tipis 0,16%, bisa dikatakan rupiah hanya "terpeleset" jika dibandingkan penguatan sepanjang bulan April sebesar 5,52%. Rupiah yang terlihat akan terjatuh setelah sempat anjlok nyaris 1%, akhirnya bangkit dan kembali berdiri.
Penguatan tajam rupiah di bulan April tentunya rentan memicu koreksi, apalagi sentimen pelaku pasar kurang bagus sejak kemarin akibat ambrolnya harga minyak mentah dunia.
Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan data Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.
Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) kembali menjadi buruan pelaku pasar, rupiah pun tertekan.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.
Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, hingga siang tadi WTI ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel.
Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah yang membuat harganya menjadi negatif.
"Dalang" dari semua ini sudah jelas, virus corona yang membuat banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi terhenti.
Ambrolnya harga minyak mentah membuat rupiah tertekan sejak awal perdagangan. Tetapi setelah Gubernur Perry menyampaikan Perkembangan Ekonomi Terkini, rupiah mampu bangkit.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, rupiah langsung melemah 0,65%, dan semakin tebal hingga 0,97% di Rp 15.550/US$.
Sepanjang perdagangan rupiah terus berada di zona merah, hingga selepas tengah hari saat Gubernur Perry melakukan video conference rupiah terus menipiskan pelemahan hingga mengakhiri perdagangan dengan stagnan alias 0% di Rp 15.400/US$, berdasarkan data Refinitiv.
Rupiah pada Selasa kemarin juga melemah tetapi tipis 0,16%, bisa dikatakan rupiah hanya "terpeleset" jika dibandingkan penguatan sepanjang bulan April sebesar 5,52%. Rupiah yang terlihat akan terjatuh setelah sempat anjlok nyaris 1%, akhirnya bangkit dan kembali berdiri.
Penguatan tajam rupiah di bulan April tentunya rentan memicu koreksi, apalagi sentimen pelaku pasar kurang bagus sejak kemarin akibat ambrolnya harga minyak mentah dunia.
Jagat finansial dibuat heboh kemarin setelah harga minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) mengakhiri perdagangan Senin di wilayah minus. Berdasarkan data Refinitiv, minyak WTI sempat ambles hingga US$ -40,32/barel sebelum mengakhiri perdagangan di US$ -37,63/barel atau ambles 305,97% di awal pekan.
Sontak hal tersebut membuat sentimen pelaku pasar memburuk, dolar AS yang menyandang status aset aman (safe haven) kembali menjadi buruan pelaku pasar, rupiah pun tertekan.
Harga minyak WTI minus merupakan untuk kontrak Mei yang expired pada Selasa kemarin, dan kontrak yang paling aktif diperdagangkan saat ini adalah bulan Juni. Di akhir perdagangan Senin, minyak WTI kontrak Juni berada di level US$ 20,43/barel dan lebih tepat menggambarkan pasar minyak mentah yang sebenarnya.
Namun, Selasa kemarin minyak WTI kontrak Juni tersebut akhirnya ambles juga, sempat menyentuh level terendah intraday US$ 6,5/barel sebelum mengakhiri perdagangan di level US$ 11,57/barel. Harga minyak Brent juga ikut ambles ke bawah US$ 20/barel dan mencapai level terendah sejak 2001.
Ambrolnya harga minyak mentah masih berlanjut, hingga siang tadi WTI ambles lebih dari 7% berada di kisaran US$ 10/barel, sementara Brent lebih parah, ambrol 15% lebih dan diperdagangkan di kisaran US$ 16/barel.
Harga minyak mentah biasanya dijadikan acuan tingkat aktivitas ekonomi global, sebab ketika roda perekonomian berputar dengan cepat, permintaan minyak mentah untuk industri akan menjadi tinggi, dan harga minyak mentah akan naik.
Sebaliknya, ketika harga minyak mentah terus menurun, itu artinya permintaan rendah dan roda perekonomian melambat, atau bahkan terhenti sehingga tidak ada permintaan minyak mentah yang membuat harganya menjadi negatif.
"Dalang" dari semua ini sudah jelas, virus corona yang membuat banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) sehingga aktivitas ekonomi terhenti.
Ambrolnya harga minyak mentah membuat rupiah tertekan sejak awal perdagangan. Tetapi setelah Gubernur Perry menyampaikan Perkembangan Ekonomi Terkini, rupiah mampu bangkit.
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular