Dari 1997 ke 2020, BNI Melewati Berbagai Krisis

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
22 April 2020 11:39
Bank BNI
(Dok BNI)

Pasca 2005 sebenarnya ada masalah tersembunyi bagi finansial global, yakni kenaikan The Fed Funds Rate. Kenaikan suku bunga acuan ini menyebabkan pasar properti di Amerika Serikat runtuh.

Sebanyak 3,9 juta rumah di AS tak terjual dan pengajuan pembangunan rumah baru anjlok 28%. Harga rumah sebagaimana dilaporkan National Association of Realtors turun 1,7% atau yang terparah dalam 11 tahun. Harga rumah sampai turun!

Hal ini kemudian menjalar ke bursa derivatif yakni subprime mortgage loan (KPR kelas dua). Lehman Brothers, yang dibangun tiga bersaudara Henry, Mayer, dan Emanuel Lehman adalah salah satu yang menjual KPR tersebut, yang telah dikemas ulang menjadi efek baru, yakni instrumen derivatif.

Awalnya, efek ini dibuat untuk menjadi alat lindung nilai (hedging) pasar properti, semacam exchange traded fund (ETF) yang mengumpulkan efek dari berbagai aset agar risiko satu atau beberapa aset yang berkinerja buruk di dalamnya tertutupi oleh aset lain yang berkinerja baik.

Namun, ketika semua aset itu memburuk, Lehman pun kesulitan. Ketika angkat tangan dan dinyatakan pailit pada 15 September 2008.


Krisis ini sempat menjalar ke Indonesia yang tercermin dari kenaikan nilai tukar dolar yang cukup signifikan.  Kurs rupiah pun terlempar ke Rp 12.600/dolar AS, setelah bertahun-tahun relatif stabil di bawah Rp 10.000/dolar AS.

Pasar modal pun jatuh hingga 60% dari posisi tertingginya. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terjun ke 1.146.

Meski demikian, secara historis dampak krisis subprime mortgage ke BNI ternyata cukup rendah.

Laba bersih pada 2008 meningkat menjadi Rp 1,22 triliun, naik 36% dibandingkan setahun sebelumnya. Bahkan laba pada 2009 meningkat 2 kali lipat menjadi Rp 2,48 triliun.


Dari sisi kredit, NPL neto malah membaik dari  4% pada 2007 menjadi 1,7% pada 2008 dan 0,8% pada 2009.

Pada tahun-tahun ini, BNI pun tetap berekspansi yang tercermin dari total aset yang meningkat dari Rp 183,34 triliun pada 2007 menjadi Rp 201,74 triliun pada 2008 dan Rp 227,5 triliun pada 2009.

Ekspansi juga terlihat dari jumlah kantor cabang yang mencapai 1.076 unit pada 2009 dibandingkan 983 unit pada 2007.

(dob/dob)
Next Page
Krisis Corona
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular