Dari 1997 ke 2020, BNI Melewati Berbagai Krisis

Rahajeng Kusumo Hastuti, CNBC Indonesia
22 April 2020 11:39
BNI
(Dok BNI)

Kini pada 2020 dunia kembali diuji dengan krisis model baru, krisis kesehatan akibat Virus Corona (COVID-19). Virus yang berukuran sekitar 500 mikrometer ini telah membuat pusing seluruh pengambil kebijakan di seluruh dunia.

China telah mengalaminya dengan ekonomi terkontraksi minus 6,8% pada kuartal I-2020. Kepala Ekonom IMF Gita Gopinath memperkirakan, outlook perekonomian global sepanjang April 2020 akan terkoreksi cukup tajam minus 3 persen akibat pandemi menjadikan yang terburuk sejak krisis finansial global pada 2008-2009 yang minus 0,1%.

Tahun ini, IMF bahkan memperkirakan ekonomi Indonesia sepanjang tahun ini hanya akan tumbuh 0,5% dari proyeksi sebelumnya 5% di tahun 2019. Namun pertumbuhan diproyeksi bisa membaik di 2021, dengan perkiraan 8,2%.

Sementara dari lembaga lainnya juga memproyeksikan pertumbuhan ekonomi dunia di tahun 2020 akan terkontraksi. JP Morgan memperkirakan ekonomi dunia minus 1,1%, sementara Economist Intelligence Unit (EIU) memprediksi untuk minus 2,2%, sedangkan Fitch memproyeksikan ekonomi dunia untuk minus 1,9%.

Bank Indonesia (BI) menurunkan proyeksi pertumbuhan ekonomi domestik untuk tahun 2020 dari 5,0%-5,4% menjadi 4,2%-4,6%. BI memperkirakan pertumbuhan ekonomi domestik untuk rebound pada 2021 menjadi 5,2%-5,6% setelah Covid-19 berlalu dan pemulihan selanjutnya dalam iklim investasi.

Sementara Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ada beberapa skenario dalam pertumbuhan ekonomi. Bila dampak Corona cukup berat maka ekonomi Indonesia bisa turun ke 2,3%, sementara bila sangat berat maka bisa minus 0,4%.

Hingga saat ini belum ada yang tahu sampai kapan wabah Corona berakhir dan kapan puncaknya? Yang pasti semuanya bersiap untuk berbagai skenario yang ada.

Nah bila melihat laporan keuangan terakhir BNI pada Februari 2020, terlihat kondisinya masih cukup sehat. Laba bersih masih naik 22,7% menjadi Rp 2,58 triliun, dibandingkan Februari 2019 senilai Rp 2,11 triliun.

Sementara itu, aset naik hampir 10% menjadi Rp 788,72 triliun dan penyaluran kredit BNI naik 11,8% menjadi Rp 529,53 triliun. Adapun rasio NPL pada akhir Desember masih terjaga di 1,25% dan CAR 19,735.

Associate Director Pilarmas Investindo Sekuritas Maximilianus Nico Demus krisis yang tengah dialami berbagai negara saat ini berbeda dengan yang sebelumnya, karenanya penyebabnya adalah wabah. Pandemi COVID-19 ini bukan hanya memukul sektor kesehatan, tetapi juga perbankan, pasar modal, hingga sektor riil.

Bahkan pandemi COVID-19 ini masih belum bisa diukur kapan akan selesainya. Setelah IHSG sempat mencapai titik terendahnya, dan sekarang perlahan naik kembali, kenaikan ini belum mencapai puncaknya. Begitu juga dengan harga saham-saham yang jatuh akibat penurunan IHSG beberapa waktu lalu.

Nicodemus mengatakan sektor perbankan merupakan salah satu sektor yang mendukung dan selalu menjadi primadona setiap tahun. Selain itu secara jangka panjang, BBNI salah satu saham yang konsisten untuk mengalami kenaikkan.

"Dalam jangka waktu menengah dan panjang, ada potensi yang cukup besar bagi BBNI untuk mengalami kenaikkan, tentu hal ini sebagai sesuatu yang baik," kata Nicodemus saat dihubungi CNBC, Senin (20/04/2020).

Dengan kinerja BBNI yang positif di Februari, juga menjadi modal bagi bank pelat merah ini untuk terus menanjak. Meski demikian, dia mengingatkan seberapa jauh sentimen corona saat ini. Jika sentimen corona lebih kuat, tentu BBNI pun akan mengalami penurunan secara harga saham ataupun kinerja.

"Hanya saja tidak akan sedalam yang lain karena punya sentimen positif yang menopang, yakni kinerjanya," kata Nicodemus.

 

(dob/dob)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular