Simak! Jepang Kembali Beberkan Suramnya Ekonomi Dunia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
20 April 2020 15:11
Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe (Tomohiro Ohsumi/Pool Photo via AP)
Foto: Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe (Tomohiro Ohsumi/Pool Photo via AP)
Jakarta, CNBC Indonesia - Penyebaran penyakit virus corona (Covid-19) yang "menyerang" bumi ini membuat perekonomian global merosot tajam. China, negara pertama yang terpapar pandemi ini sudah memberikan gambaran awal seberapa parah dampaknya ke perekonomian.

Pada Jumat (17/4/2020), Biro Statistik Nasional China melaporkan, ekonomi pada kuartal I-2020 terkontraksi alias tumbuh negatif -6,8% year-on-year (YoY). Ini adalah kontraksi pertama sejak China mencatat pertumbuhan ekonomi secara YoY pada 1992.

Sehari sebelumnya, Dana Moneter Internasional (International Monetary Fund/IMF) juga memberikan proyeksi yang suram terhadap perekonomian global.

Dalam laporan terbaru yang diberi judul The Great Lockdown, IMF memperkirakan ekonomi global akan mengalami kontraksi atau pertumbuhan negatif (-3%) pada tahun ini. Anjlok 6,3 poin persentase dibandingkan proyeksi yang dibuat pada Januari. Kontraksi ekonomi di tahun ini akan menjadi yang terburuk sejak Depresi Besar (Great Depression) di tahun 1930an.

Pertumbuhan ekonomi AS, sebagai negara dengan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) terbesar di muka bumi ini diprediksi terkontraksi (-5,9%). Sementara China, negara dengan nilai ekonomi terbesar kedua di dunia diprediksi masih bisa tumbuh 1,2%.

Selanjutnya, negara dengan nilai ekonomi terbesar ketiga di dunia, Jepang, tahun ini diprediksi berkontraksi 5,2%.



Data terbaru dari Jepang menunjukkan risiko kontraksi tersebut bisa benar terjadi di tahun ini. Kementerian Keuangan Jepang hari ini melaporkan ekspor di bulan Maret anjlok 11,7% di bulan Maret dari periode yang sama tahun lalu secara year-on-year (YoY), jauh lebih besar dari bulan sebelumnya yang turun 1% YoY.

Penurunan ekspor di bulan Maret tersebut lebih besar dari hasil survei Reuters terhadap para ekonom yang memprediksi penurunan sebesar 10,1%, dan menjadi yang terdalam sejak Juli 2016.


Sementara itu, impor dilaporkan turun 5% YoY, lebih baik dari hasil survei Reuters sebesar 9,8% YoY, dan bulan Februari sebesar 13,9%. Sehingga surplus neraca perdagangan di bulan Maret sebesar US$ 45,47 juta. 

Penurunan impor yang lebih baik dari sebelumnya tersebut menunjukkan mulai pulihnya perekonomian China di bulan Maret. China merupakan mitra dagang terbesar Jepang, dan aktivitas ekonominya perlahan mulai pulih di bulan Maret setelah mampu meredam pandemi Covid-19.

[Gambas:Video CNBC]

Berbeda dengan China, Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, baru menetapkan keadaan darurat nasional virus corona pada Selasa (7/4/2020) lalu, dan akan berlangsung selama 1 bulan. Saat itu, Abe mengumumkan kondisi darurat di Tokyo dan 6 prefektur lainnya, tetapi pada pekan lalu ditetapkan lagi menjadi seluruh Jepang. 

Sebelum Jepang, AS juga sudah menerapkan kebijakan social distancing di beberapa negara bagian yang menyebabkan penurunan aktivitas ekonomi yang tajam. Sayangnya, AS juga merupakan mitra dagang utama Jepang, dan ekspor di bulan Maret ke Negeri Paman Sam merosot 16,5% YoY. Penurunan tersebut merupakan yang terbesar sejak April 2011. 

Tidak hanya AS, Eropa juga menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) yang membuat ekspor Jepang ke Benua Biru merosot 11,1%. 
Jepang merupakan negara yang mengandalkan ekspor, dari total produk domestic bruto (PDB) ekspor berkontribusi sekitar 17%. 

Anjloknya ekspor tentunya bisa menyeret turun PDB, dan kondisi ini diprediksi masih akan berlanjut dalam beberapa bulan ke depan. 



"Dampak virus corona masih akan terlihat di bulan April dan bulan-bulan berikutnya, sehingga aktivitas ekonomi belum akan normal kembali. Hal tersebut akan membuat volume perdagangan berkontraksi secara global" kata Takeshi Minami, kepala ekonom di Norinchukin Research Institute, sebagaimana dilansir Reuters. 

Berdasarkan laporan Nasdaq News, di tahun 2019, PDB Jepang berkontribusi sebesar 6% dari total PDB global, kemudian China 16,38%, dan Amerika Serikat sekitar 25%. Jadi ketika tiga raksasa ekonomi tersebut lesu, maka pelambatan ekonomi global akan sangat terasa. 

Apalagi saat ini ketiganya tidak sedang lesu, tetapi mandeg nyaris tanpa aktivitas ekonomi. Bahkan di negara-negara lain juga mengalami hal yang sama akibat pandemi Covid-19. Dampaknya, resesi global tak akan terhindarkan di tahun ini. 

Meski demikian, ketika pandemi Covid-19 berhasil dihentikan perekonomian global akan segera bangkit kembali.

Jepang Kembali Berikan Gambaran Suramnya Ekonomi Global Foto: Dana Moneter Internasional


China sudah membuktikan hal tersebut, sektor manufakturnya kembali berekspansi di bulan Maret. Proyeksi IMF juga menunjukkan di tahun 2021, perekonomian akan melesat, ekonomi AS diprediksi tumbuh 4,7%, China 9,2%, dan Jepang 3%, dengan perekonomian global diramal tumbuh 5,8%. 



TIM RISET CNBC INDONESIA



[Gambas:Video CNBC]




Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular