
Investor Masuk Aset Berisiko, Harga Emas Dunia Terkikis

Laju pertambahan kasus infeksi corona secara global, berdasarakan data dari Universitas Johns Hopkins menunjukkan lebih dari 2 juta orang terpapa dan angka kematian mencapai 154.271 jiwa.
Pandemi corona memang jadi ancaman terbesar bagi perekonomian global saat ini. Memang secara jumlah pertumbuhan kasusnya melambat. Namun terkait kapan wabah ini akan berakhir masih jadi misteri dan tak seorang pun dapat memastikan.
Bagaimanapun juga emas sebagai aset safe haven masih menjadi instrumen investasi yang menarik saat ini. Selera terhadap risiko investor memang berangsur pulih. Namun investor masih melirik emas dan memasukkannya ke dalam portofolio mereka.
Apalagi kebijakan The Fed juga mendukung harga emas untuk bergerak habis. Setelah membabat habis suku bunga acuan (Federal Fund Rate) ke kisaran 0-0,25%, bank sentral AS tersebut mengambil tindakan yang agresif.
Selain mengumumkan program pembelian aset atau yang lebih dikenal dengan quantitative easing (QE) tak terbatas, The Fed juga akan memberikan pinjaman lunak untuk sektor UMKM AS senilai US$ 2,3 triliun. Ini merupakan upaya The Fed untuk memompa uang ke perekonomian demi meredam dampak yang ditimbulkan oleh pandemi.
Tak berhenti di situ saja, The Fed juga memberikan detil terkait rencananya untuk membeli surat utang baik yang ratingnya 'investment grade' bahkan hingga 'junk'. "The Fed merupakan The Fed yang paling agresif, mereka tidak ingin jadi alasan mengapa kita bergerak menuju depresi" kata Jim Cramer dalam acara "Squawk Box" sebagaimana diwartakan CNBC International.
“Penguatan emas yang terjadi karena kelonggaran moneter ini pada akhirnya harus dilunasi dan mungkin akan dibayar dengan tingkat inflasi yang tinggi nantinya” kata Tai Wong, kepala trading derivatif untuk logam dasar dan logam mulia di BMO, melansir Reuters.
Ketua Fed Jerome Powell mengatakan bank sentral akan terus menggunakan semua alat yang tersedia sampai ekonomi AS mulai sepenuhnya pulih dari kerugian yang disebabkan oleh wabah.
"Dampak ekonomi dari pandemi ini kemungkinan besar akan menyita pasar dalam waktu yang sangat lama, bahkan ketika pandemi telah mereda," kata analis Commerzbank dalam sebuah catatan.
"Emas kemungkinan mendapat untung dari melimpahnya uang bank sentral dan utang baru." Tambahnya melansir Reuters.
Sementara melansir dari CNBC Internasional menunjukkan "Selera risiko melonjak, tetapi mungkin berlebihan karena kerusakan permanen pada perekonomian akan melihat konsumen AS yang terpukul," kata Edward Moya, analis pasar senior di broker OANDA, dalam sebuah catatan.
"Emas akan tetap didukung oleh muatan stimulus moneter dan fiskal yang akan terjadi di masa mendatang. Jika terjadi kemunduran yang lebih dalam, level $ 1.650 tetap menjadi kunci dukungan. "
TIM RISET CNBC INDONESIA
(har/har)