Round Up

Asing Jaga Jarak, IHSG Sepekan Koreksi 0,31%

Haryanto, CNBC Indonesia
18 April 2020 14:34
Standard and Poor's (S&P)
Foto: REUTERS/ Brendan McDermid

Sementara itu, Lembaga pemeringkat Standard and Poor’s (S&P) mempertahankan Sovereign Credit Rating Republik Indonesia pada BBB dan merevisi outlook menjadi negatif pada 17 April 2020.

Dalam laporannya S&P menyatakan bahwa peringkat Indonesia dipertahankan pada BBB karena tatanan kelembagaan yang stabil, prospek pertumbuhan ekonomi yang kuat, dan kebijakan fiskal yang secara historis cukup prudent.

Sementara itu, outlook negatif mencerminkan ekspektasi S&P bahwa dalam beberapa waktu ke depan Indonesia menghadapi kenaikan risiko eksternal dan fiskal akibat meningkatnya kewajiban luar negeri dan beban utang pemerintah untuk membiayai penanganan pandemi COVID-19.

Menanggapi keputusan S&P tersebut, Gubernur Bank Indonesia, Perry Warjiyo, menyatakan, “Outlook negatif ini diyakini bukan cerminan dari permasalahan ekonomi yang bersifat fundamental, tetapi lebih dipicu oleh kekhawatiran S&P terhadap risiko pemburukan kondisi eksternal dan fiskal akibat pandemi COVID-19 yang bersifat temporer.”

Keyakinan ini didasarkan pada fakta bahwa, sampai dengan beberapa saat sebelum COVID-19 meluas ke seluruh dunia, kepercayaan investor dan lembaga pemeringkat internasional terhadap prospek dan ketahanan ekonomi Indonesia masih sangat tinggi.

Didukung oleh konsistensi Pemerintah dan Bank Indonesia dalam melaksanakan kebijakan fiskal, moneter, dan reformasi struktural, kepercayaan tersebut antara lain tampak pada aliran masuk modal asing yang sangat deras dan rangkaian kenaikan peringkat yang diberikan kepada Indonesia oleh berbagai lembaga pemeringkat terkemuka di dunia.

Hingga triwulan I 2020, kepercayaan sebagian besar lembaga pemeringkat terhadap Indonesia tetap kuat, bahkan ada yg membaik. Fitch pada Januari dan Moody’s pada Februari memutuskan untuk mempertahankan peringkat Indonesia masing-masing pada BBB dengan outlook Stabil dan Baa2 dengan outlook Stabil. JCRA dan R&I, masing-masing pada Januari dan Maret, bahkan kembali menaikkan peringkat Indonesia menjadi BBB+ dengan outlook Stabil.

Gubernur Bank Indonesia menambahkan, “Ketidakpastian kondisi ekonomi dan keuangan saat ini merupakan fenomena global dan Indonesia merupakan salah satu dari banyak negara yang telah mengambil langkah-langkah kebijakan fiskal, moneter, dan keuangan untuk mengatasi dampak negatif penyebaran COVID-19 terhadap stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan.

Bank Indonesia meyakini bahwa berbagai langkah kebijakan tersebut akan dapat mengembalikan trajectory ekonomi Indonesia, baik dari sisi pertumbuhan, eksternal, maupun fiskal, ke arah yang lebih sustainable dalam waktu yang tidak terlalu lama.”


Keyakinan tersebut ditopang oleh beberapa faktor pendukung, yaitu:

(a) ketahanan sistem keuangan Indonesia yang saat ini tetap kuat dan terjaga dengan baik, suatu kondisi yang sangat berbeda dibandingkan ketika Indonesia menghadapi krisis Asia 1997 dan krisis keuangan global 2008;

(b) komitmen Pemerintah dan Bank Indonesia untuk menjalankan disiplin fiskal dan disiplin moneter sebagaimana track record Indonesia selama ini; dan

(c) keberadaan berbagai kerjasama internasional yang telah dijalin oleh Bank Indonesia dan Pemerintah, baik dalam bentuk Jaring Pengaman Keuangan Internasional maupun komitmen pembiayaan dari berbagai negara mitra dan lembaga keuangan internasional.

Selaras dengan asesmen Bank Indonesia, S&P memproyeksikan pertumbuhan ekonomi Indonesia akan melambat menjadi 1,8% pada tahun ini sebagai dampak dari pandemi COVID-19 sebelum membaik secara kuat pada satu atau dua tahun ke depan.

Keputusan Pemerintah untuk mengeluarkan sejumlah langkah kebijakan fiskal yang berani akan membantu mencegah pemburukan ekonomi jangka panjang. Karenanya, tingkat pertumbuhan ekonomi jangka panjang Indonesia diperkirakan akan tetap jauh di atas rata-rata negara sejenis (peers).

Secara khusus S&P menyoroti peran penting Bank Indonesia dalam mendukung upaya mempertahankan pertumbuhan ekonomi dan meredakan guncangan ekonomi dan keuangan. Perppu, yang baru-baru ini ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo, memberikan kewenangan kepada Bank Indonesia untuk membeli surat berharga Pemerintah di pasar perdana apabila permintaan pasar dinilai tidak memadai.

Hal ini dapat membantu Pemerintah dalam mengelola biaya pinjaman ketika pasar keuangan sedang mengalami gangguan ekstrim. Sejak krisis keuangan dunia 2008, banyak bank sentral di negara-negara maju juga diberikan kewenangan yang sama. Karena kewenangan ini hanya digunakan saat situasi pasar keuangan sedang tertekan maka dampaknya terhadap inflasi dan nilai tukar relatif terkendali.

Dalam kaitan ini, S&P mengakui bahwa, dengan dukungan independensi yang dimilikinya, Bank Indonesia telah mampu mengelola inflasi pada tingkat yang selaras dengan negara-negara sejenis (peers).

S&P sebelumnya meningkatkan Sovereign Credit Rating Indonesia menjadi BBB dengan outlook Stabil pada 31 Mei 2019.

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

(har/har)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular