Round Up

Kece Badai! Lawan Dolar AS, Rupiah yang Terbaik di Asia

Haryanto, CNBC Indonesia
18 April 2020 10:00
Rectoverso Uang Rupiah
Foto: Bank Indonesia (BI)

Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) menguat signifikan pekan ini. Semua mata uang di Asia tak ada yang melebihi penguatan mata uang Garuda terhadap dolar AS dan tercatat menjadi jawara di Benua Asia.

Selama pekan ininilai tukar rupiah mengalami penguatan 2,6% (week on week/wow) di hadapan dolar Amerika Serikat (AS). Rupiah menjadi mata uang dengan kinerja terbaik pekan ini di Benua Asia disusul oleh yen Jepang yang terapresiasi 0,88% (wow), baht Thailand yang menguat 0,52% (wow) dan dolar Hong Kong yang terapresiasi sebesar 0.03% (wow).



Mata uang Asia memang cenderung mengalami penguatan pada sepekan terakhir.

Sebelumnya pada perdagangan akhir pekan (17/4/2020) nilai tukar rupiah menguat tajam melawan dolar Amerika Serikat (AS) akibat membaiknya sentimen pelaku pasar setelah mendapat kabar menyebutkan adanya obat yang efektif mengobati penyakit virus corona (COVID-19) di AS.

Begitu perdagangan dibuka, rupiah langsung melesat 0,77% ke Rp 15.480/US$. Penguatan semakin panjang hingga 1,63% di Rp 15.345/US$, meski harus terpangkas menjadi 1,28% di Rp 15.400/US$ di akhir perdagangan hari ini.

Mayoritas mata uang utama Asia memang menguat melawan dolar AS, tetapi hanya rupiah yang penguatannya lebih dari 1%. Itu artinya rupiah kembali menjadi juara atau terbaik di Asia. Sepanjang pekan ini, rupiah 3 kali menjadi yang terbaik di Asia, sebelumnya diraih pada hari Senin (13/4/2020) sebsar 1,15% dan Rabu (15/4/2020) yang menguat 0,38%.

Nilai tukar rupiah terus menguat jauh meninggalkan level Rp 16.000/US$. Terutama pada pekan kedua April 2020 karena kepanikan di pasar global mulai mereda.


Dengan penguatan tersebut, rupiah kembali menjadi mata uang dengan kinerja terbaik di Asia. Bahkan salah satu terbaik di dunia jika dilihat sejak pekan yang berakhir pada 9 April 2020 rupiah sudah menguat 5,18%. Di saat mayoritas mata uang utama Asia bahkan melemah melawan dolar AS pada perdagangan kemarin.

Sentimen positif kinerja rupiah ditopang oleh kebijakan stimulus Bank Indonesia (BI). BI yang selalu menjaga agar mata uang Garuda tetap stabil dengan triple intervention, yakni intervensi di pasar Domestic Non-Delivery Forward (DNDF), intervensi di pasar spot, dan di pasar Surat Berharga Negara (SBN).

Gubernur BI, Perry Warjiyo, di setiap kesempatan selalu menegaskan BI selalu ada di pasar untuk menstabilkan nilai tukar rupiah.

Selain itu, pada Selasa sore BI mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG). Gubernur Perry melalui video conference mengumumkan suku bunga (7 Day Reverse Repo rate) tetap sebesar 4,5%, lending facility menjadi 5,25% dan deposit facility 3,75%.

Perry Warjiyo, Gubernur BI, juga kembali menegaskan bahwa kurs rupiah masih terlalu murah (undervalued) dibandingkan fundamentalnya. Oleh karena itu, Perry yakin bahwa rupiah akan terus bergerak stabil cenderung menguat ke arah Rp 15.000/US$ pada akhir 2020.

Penguatan rupiah, lanjut Perry, akan didorong oleh arus modal asing (capital inflow) di pasar keuangan. Selama 14-16 April, BI mencatat arus modal asing adalah Rp 2,9 triliun. "Inflow ini sebagian besar ke SBN," katanya dalam konferensi pers Perkembangan Ekonomi Terkini, Jumat (17/4/2020).

[Gambas:Video CNBC]



Kendati Dana Moneter Internasional (IMF) memperkirakan ekonomi dunia akan mengalami resesi pada tahun ini, dengan kontraksi (pertumbuhan negatif) -3%. Namun, sepertinya Indonesia masih aman dari ancaman tersebut.

Perry Warjiyo, Gubernur Bank Indonesia (BI), mengatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 diupayakan mengarah ke 2,3%. Ini adalah proyeksi bersama dari Komite Stabilitas Sektor Keuangan (KSSK).

"Kami mencurahkan koordinasi supaya stimulus fiskal lebih cepat dan 2,3% bisa dicapai. Kami akan terus monitor, dinamikanya sangat tinggi. Pada waktunya dinamika-dinamika ini akan bertemu dan kami akan melakukan asesmen kembali," kata Perry dalam konferensi pers Perkembangan Ekonomi Terkini, Jumat (17/4/2020).

 

Angka 2,3% itu, lanjut Perry, didapat dari proyeksi pertumbuhan ekonomi 4,7% pada kuartal I, 1,1% pada kuartal II, 1,3% pada kuartal III, dan 2,4% pada kuartal IV. Jika ini terjadi, maka Indonesia aman dari resesi. Definisi resesi adalah kontraksi ekonomi dua kuartal beruntun pada tahun yang sama.

"Kami melihat langkah-langkah stimulus fiskal di berbagai negara dan bagaimana pencegahan Covid. AS akan mulai dan membuka ekonominya, Jerman akan membolehkan toko-toko untuk buka. Ini terus berkembang dan akan menakar untuk menempuh langkah-langkah lanjutan," jelas Perry.

Sementara itu, Bank Indonesia (BI) mempertahankan suku bunganya di level 4,5%. Namun, bank sentral memastikan kebijakan yang dianggap sebagai 'jamu' oleh Gubernur BI Perry Warjiyo adalah longgar, atau kebijakan moneter longgar.

"Semua jamunya BI itu longgar. Diwujudkan dalam quantitative easing (QE) yang lebih besar dan pelonggaran makroprudensial dan akselerasi sistem pembayaran," kata Perry, Jumat (17/4/2020).

Quantitative Easing (QE) adalah salah satu kebijakan moneter yang dilakukan oleh bank sentral guna meningkatkan jumlah uang beredar.

Dimana dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) bank Indonesia hari Selasa lalu (14/4/2020) melakukan berbagai kebijakan guna menjaga stabilitas eksternal termasuk nilai tukar rupiah di tengah ketidakpastian keuangan global yang saat ini masih relatif tinggi

Kebijakan itu, di antaranya:

  • Pertama adalah dengan meningkatkan intensitas intervensi di tiga pasar yaitu spot, Domestic Non-Delivarable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.
  • Kedua, BI akan meningkatkan pelonggaran moneter melalui instrumen kuantitas alias quantative easing. Selama ini, BI sudah melakukan quantitative easing hampir Rp 300 triliun dan ke depan akan bertambah lagi.
  • Ketiga, BI akan meningkatkan rasio Penyangga Likuiditas Makroprudensial (PLM) sebesar 200 bps untuk bank konvensional dan 50 bps untuk bank syariah, berlaku mulai 1 Mei. Kenaikan PLM tersebut wajib dipenuhi melalui pembelian SBN di pasar perdana.

Bank Sentral telah menurunkan GWM per 1 Mei sebesar 200 bps, serta menambah likuiditas Rp 102 triliun.

"Sehingga total quantitative easing BI sudah hampir Rp 420 triliun," terangnya.

Perry mengungkapkan lebih jauh, perbankan sudah diwajibkan untuk memegang SBN atau Surat Berharga Negara yang diterbitkan pemerintah melalui rasio Penyangga Likuiditas Makro (PLM).

 

TIM RISET CNBC INDONESIA

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular