
Bank Dihajar Corona, Begini Kondisi Perbankan RI versi OJK

Jakarta, CNBC Indonesia - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyebutkan kondisi perbankan dalam negeri saat ini dalam kondisi normal, kendati perekonomian diprediksi akan mengalami penurunan sebagai dampak dari pandemi Covid-19.
Ketua Dewan Komisioner OJK Wimboh Santoso mengatakan kondisi likuiditas perbankan saat ini berada dalam kondisi yang baik, terbantu dengan Bank Indonesia (BI) yang memutuskan untuk menurunkan giro wajib minimum (GWM) beberapa waktu lalu.
"Jadi bank masih aman, sekarang seperti kondisi sebelum Covid-19, masih sama kondisinya. Jumlah bank sama, likuiditas empel [cukup] karena BI menurunkan GWM jadi ada Rp 50 triliun lebih flushing [guyur] ke market jadi likuiditas terjaga," kata Wimboh dalam diskusi virtual dengan CNBC Indonesia, Kamis (16/4/2020).
Untuk risiko kredit bermasalah (non-performing loan/NPL), Wimboh mengatakan saat ini masih terjaga mengingat adanya relaksasi restrukturisasi yang dikeluarkan OJK beberapa waktu lalu.
"Mudah-mudahan karena sudah ada kebijakan restrukturisasi kan gak bertambah NPL, jadi ga ada masalah. Ini kita tetap watch out," kata dia.
Sebelumnya Wimboh mengatakan pihaknya terus memonitor perkembangan dari sektor perbankan dan lembaga keuangan di tengah pandemi yang berimbas pada terganggunya perekonomian nasional seiring dengan langkah Pembatasan Sosial Berskala Khusus (PSBB).
"Tentunya nanti bagaimana kami melihat detail, mulai dalam beberapa hari, kami melihat individu lembaga keuangan dan bank dan bagaimana likuiditasnya dalam 1, 2, 3 bulan akan sudah kelihatan [dampaknya]," kata Wimboh, saat melakukan video conference dengan Komisi XI DPR, Senin (6/4/2020).
"...[beberapa] sektor usaha memang sudah tidak mampu lagi bayar, suku bunga dan pokok [utang di bank]. Kalau nggak dapat [pembayaran utang], nggak dapat pendapatan akan profit [laba], and loss [akan rugi]. Kalau cepat persoalan ini nggak teratasi bisa jadi masalah." lanjutnya.
Wimboh mengatakan, pihaknya terus memonitor perkembangan yang ada, sehingga dengan sejumlah stimulus dan relaksasi bisa memberikan ketahanan yang panjang bagi sektor perbankan dan lembaga keuangan.
Sebelumnya Bank Indonesia (BI) menegaskan perlambatan ekonomi akibat penyebaran virus corona tidak mempengaruhi kesehatan perbankan nasional. Sebab, kondisi perbankan saat ini sudah jauh lebih kuat ketimbang kala krisis multi-dimensi pada 1998.
"Saya katakan, Covid-19 tidak berdampak ke perbankan. Covid-19 adalah masalah kemanusiaan, kesehatan," tegas Perry Warjiyo, Gubernur BI, dalam briefing perkembangan ekonomi terkini, Selasa (31/3/2020).
Perry menjelaskan kondisi perbankan Indonesia sangat sehat. Saat ini rasio kecukupan modal (Capital Adequacy Ratio) berada di 23%. kredit bermasalah (Non-Performing Loan/NPL) terjaga rendah di 2,5% gross atau 1,3% nett. "Ketahanan industri perbankan kita kuat," ujarnya.
Namun, Perry mengakui bahwa ada beberapa isu yang perlu menjadi perhatian. Misalnya risiko NPL karena perlambatan ekonomi membuat kinerja perusahaan dan UMKM ikut turun.
"UMKM tidak bisa berjalan dan pendapatan berkurang. Debitur kecil mengalami gangguan kerana Covid-19, bukan karena mereka ngemplang tetapi karena mereka tidak bisa bekerja. Ini yang harus jadi perhatian," sebutnya.
Oleh karena itu, demikian Perry, pemerintah telah menyiapkan stimulus fiskal. Salah satunya adalah bantuan sosial (bansos) bagi mereka yang membutuhkan.
"Ini yang sudah dipikirkan pemerintah melalui. stimulus fiskal. Bagai mana mengatasi masalah kesehatan, membayar dokter, obat, dan lain-lain. Kedua, memastikan masyarakat bebannya dibantu melalui bansos, yang disebut jaring pengaman sosial. Mereka perlu ditambah ke depa," jelas Perry.
(tas/tas) Next Article Harap Tenang! NPL Bank RI Masih Aman Kok
