Hawa Great Depression Kian Terasa, Rupiah Terlemah di Asia...

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
16 April 2020 10:13
Penukaran uang
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) melemah di kurs tengah Bank Indonesia (BI). Rupiah juga menapaki jalur merah di perdagangan pasar spot.

Pada Kamis (16/4/2020), kurs tengah BI atau kurs acuan Jakarta Interbank Spot Dollar Rate/Jisdor berada di Rp 15.787. Rupiah melemah 0,51% dibandingkan posisi sehari sebelumnya.

Sementara di pasar spot, rupiah yang dibuka melemah menjadi semakin lemah. Pada pukul 10:00, US$ 1 dihargai Rp 15.655 di mana rupiah melemah 0,68%.

Kala pembukaan pasar spot, rupiah sudah melemah tetapi 'hanya' 0,39%. Seiring perjalanan, depresiasi rupiah semakin dalam.


Namun rupiah tidak sendiri karena berbagai mata uang utama Asia juga tidak berdaya di hadapan dolar AS. Hanya, depresiasi 0,68% membuat rupiah menjadi mata uang terlemah di Benua Kuning.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Asia di perdagangan pasar spot pada pukul 10:06 WIB:




Dolar AS memang sedang perkasa. Pada pukul 09:29 WIB, Dollar Index (yang mengukur posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 0,38%.

 

Investor kembali cemas karena bayangan akan resesi besar semakin nyata. Keyakinan itu diperkuat dengan rilis data terbaru di AS.

Pada Maret 2020, penjualan ritel di AS anjlok 8,7% dibandingkan bulan sebelumnya. Ini adalah koreksi terdalam sejak 1946.

Kemudian bank sentral AS (The Federal Reserve/The Fed) cabang New York melaporkan pembacaan awal indeks kondisi bisnis pada April adalah -78,2. Jauh di bawah bulan sebelumnya yang sebesar -21,5 dan menjadi catatan terendah sepanjang sejarah.




"Sangat mungkin perekonomian dunia akan mengalami resesi terparah sejak Depresi Besar (Great Depression), melampaui apa yang terjadi saat krisis keuangan global sekitar satu dekade lalu. The Great Lockdown, orang-orang memanggilnya demikian, akan membuat ekonomi dunia mengkerut secara dramatis," sebut laporan terbaru Dana Moneter Internasional (IMF).


Ya, The Great Lockdown memang pas dengan situasi saat ini. Gara-gara penyebaran virus corona (Coronavirus Desease-2019/Covid-19) yang sangat masif, hinggap di lebih dari 200 negara, gerak masyarakat menjadi terbatas atau malah dibatasi.

Pemerintah di berbagai negara menginstruksikan warganya untuk tetap di rumah, jangan pergi kecuali untuk urusan yang sangat mendesak. Ini dilakukan untuk mengurangi ruang gerak penyebaran virus corona, yang menular seiring interaksi dan kontak antar-manusia.

Manusia kini seakan 'dikunci', dicabut kodratnya sebagai makhluk sosial. Pembatasan sosial (social distancing) bahkan karantina wilayah (lockdown) menjadi norma baru.

Upaya untuk menyelamatkan nyawa ini harus dibayar dengan harga mahal, aktivitas ekonomi berputar dengan dengan sangat lambat atau bahkan bisa berhenti sama sekali. Akibatnya, resesi bahkan depresi menjadi sesuatu yang sangat nyata.


Dalam situasi penuh kecemasan ini, investor memilih untuk bermain sangat aman dengan memegang uang tunai. Jika kondisi terus memburuk (semoga tidak, ya Tuhan), maka memang paling aman memegang uang tunai agar bisa tetap memenuhi segala keperluan.

Namun tidak sembarang uang tunai yang dicari, tetapi dolar AS. Maklum, mata uang Negeri Adidaya adalah mata uang global, bisa diterima di mana saja dan bisa menyelesaikan semua urusan.

Jadi tidak heran dolar AS kini menjadi sangat perkasa, karena menjadi primadona yang dicari semua orang. Keperkasaan dolar AS memakan tumbal seluruh mata uang negara lain, tidak terkecuali rupiah.



TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular