Leasing Dihajar Corona, Bagaimana Nasib Bisnis Multifinance?

tahir saleh, CNBC Indonesia
15 April 2020 07:43
Diberlakukan Tilang, Pengendara Motor Masih Terobos Jalur Sepeda/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Foto: Diberlakukan Tilang, Pengendara Motor Masih Terobos Jalur Sepeda/CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Industri pembiayaan (multifinance) atau perusahaan leasing tak luput dari dampak pandemi virus corona (Covid-19). Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pun meminta perusahaan pembiayaan melakukan relaksasi terhadap para nasabah atau debiturnya khususnya yang terkena dampak langsung Covid-19.

Relaksasi yang dimaksud ialah penundaan pembayaran cicilan atau juga perpanjangan tenor pembiayaan, tergantung kesepakatan antara para debitur dan perusahaan leasing. Hal ini sesuai dengan arahan juga dari Presiden Joko Widodo (Jokowi) setelah di perbankan juga diberlakukan relaksasi kredit.

Lantas bagaimana dengan kinerja bisnis multifinance saat ini?

Data terbaru hingga Maret belum dipublikasikan oleh OJK. Data kinerja terbaru lembaga pembiayaan hanya sampai Februari 2020.

Kinerja Perusahaan Pembiayaan Februari 2020 (Rp Triliun)

Pembiayaan

Feb 2019 (Rp T)

Des 2019

Feb 2020 

Yoy %

Pembiayaan Investasi

136,70

134,83

134,66

-1,49

Pembiayaan Modal Kerja

24,07

26,47

28,03

16,45

Pembiayaan Multiguna

260,43

274,84

273,62

5,06

Pembiayaan Lainnya

0,134

0,159

0,168

25,37

Pembiayaan Syariah:

18,51

15,92

15,78

-15

a.Pembiayaan Jual Beli

15,60

14,22

13,97

-10.44

b.Pembiayaan Investasi

0,041

0,101

0,116

183

c.Pembiayaan Jasa

2,87

1,60

1,70

-41

TOTAL

439,83

452,22

452,26

2,83

Sumber: OJK


Mengacu data ini, kendati dampak virus corona belum tergambarkan di Februari, tapi outstanding penyaluran pembiayaan pada Februari 2020 hanya tumbuh 2,83% menjadi Rp 452,26 triliun dari Februari 2019 yakni Rp 439,83 triliun.

Penyaluran pembiayaan terbesar adalah pembiayaan multiguna yang mencapai Rp 273,62 triliun, naik 5,06% dari Februari 2019 yakni Rp 260,43 triliun, disusul pembiayaan investasi yang mencapai Rp 134,66 triliun, turun 1,49% dari Februari 2019 yakni Rp 136,70 triliun.


Adapun yang mengalami kenaikan cukup besar yakni pembiayaan modal kerja sebesar 16,45% dan pembiayaan lainnya yang disetujui OJK yakni naik 25,37%.

Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) Suwandi Wiratno, sempat mengatakan industri menargetkan pertumbuhan akan menurun di kisaran 0-1%, dengan harapan di Mei ada kabar baik dari perlambatan penyebaran virus Corona ini sehingga bisnis multifinance dapat kembali bergairah.

Pada akhir 31 Maret lalu, kepada CNBC TV Indonesia, dalam dialog lewat skype, Suwandi menegaskan bahwa sebelum ada corona, pertumbuhan industri di awal tahun semula diprediksi bisa mencapai 4% tahun ini.

Namun dengan penyebaran virus corona dan dampaknya saat ini, pertumbuhan flat saja juga dirasa sulit. "Kami lihat flat, tapi kita lihat [untuk tumbuh] flat saja sulit, semoga kita masih bisa [tumbuh], tapi saya kok kurang yakin," kata Direktur Utama PT Chandra Sakti Utama Leasing (CSUL Finance) ini.

"Kemungkinan mengarah ke minus, kalau tidak flat, karena kita lihat bulan 3, lalu bulan 4-5 kami akan lihat ga ada kredit baru karena sebagian besar teman-teman [multifinance anggota APPI] menaikkan DP [uang muka] minimum 50% tentu pasti permohonan [kredit] yang masuk akan sangat sedikit," kata Suwandi.

"Kami melihat, 4-5 bulan ke depan, lalu dengan masuk puasa, Lebaran, kebutuhan bahan pokok, maka bulan ke-7 [kemungkinan] orang baru recovery, pertumbuhan akan jauh turun," tegasnya.

Mengacu data Februari tersebut, jumlah perusahaan pembiayaan mencapai 183 perusahaan, dengan aset Rp 518,26 triliun, dengan total kewajiban Rp 381,41 triliun, dan ekuitas Rp 136,85 triliun.

Jika ditambah dengan perusahaan modal ventura (61 perusahaan) dan perusahaan pembiayaan infrastruktur (2 perusahaan) maka aset lembaga pembiayaan per Februari 2020 mencapai Rp 625,46 triliun.

Total pendapatan operational perusahaan pembiayaan mencapai Rp 19,86 triliun dengan laba bersih komprehensif Rp 4,13 triliun per Februari 2020.


Dari Relaksasi Cicilan, Kembang Kempis, hingga Pembekuan Izin Usaha >>


[Gambas:Video CNBC]




OJK menyampaikan, sampai dengan 31 Maret 2020, terdapat 11.235 permohonan konsumen yang sudah mengajukan keringanan cicilan ke perusahaan pembiayaan.

"Sampai 31 Maret jumlahnya 11.235 permohonan. Dari 11.235 permohonan ini sebanyak 10.206 debitur sudah mendapat konfirmasi restrukturisasi," ujar Kepala Eksekutif Industri Keuangan Non Bank (IKNB) OJK, Riswinandi, saat melakukan rapat kerja dengan Komisi XI DPR, Selasa (7/4/2020).

Riswinandi menerangkan, terdapat 138 perusahaan leasing yang berkomitmen menjalankan stimulus yang sudah diatur oleh OJK. Dari 138 perusahaan tersebut, sebanyak 99 perusahaan sudah memiliki kebijakan untuk melaksanakan restrukturisasi pembiyaan.

"Kemudian dari 138 itu, 79 perusahaan sudah mengumumkan sudah siap melakukan restrukturisasi dan 14 perusahaan sudah menerima pengajuan restrukturisasi," jelas Riswinandi.

Riswinandi juga menceritakan, faktanya di daerah-daerah banyak perusahaan pembiayaan yang dilarang untuk membuka kantornya. Hal itu membuat leasing tidak bisa beroperasi.

Oleh karena itu, OJK meminta bantuan kepada anggota Komisi XI DPR untuk menjembatani hal ini kepada daerah-daerah pilihannya, agar leasing bisa tetap beroperasi.

"Kalau dimungkinkan mohon diberikan kesempatan karena mereka ingin mendekatkan diri, karena semua tidak bisa mendaftarkan secara online. Jadi peminjam bisa datang ke kantornya," kata Riswinandi.


Kembang kembis
Pada April ini, OJK membekukan kegiatan usaha emiten dua perusahaan pembiayaan lantaran kedua perusahaan tersebut tidak memenuhi ketentuan dalam Peraturan OJK atau POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

Keduanya yakni PT First Indo American Leasing Tbk (FINN) yang juga merupakan perusahaan publik yang tercatat di Bursa Efek Indonesia dan bergerak di pembiayaan kendaraan roda empat bekas, sementara satu lagi yakni PT Wannamas Multifinance yang fokus pada pembiayaan (investasi, modal kerja dan multiguna), sewa guna usaha dan anjak piutang.

OJK menegaskan First Indo American Leasing atau First Finance tidak memenuhi ketentuan di bidang perusahaan pembiayaan. Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Nomor S-89/NB.2/2020 tanggal 27 Februari 2020.

Moch Ihsanuddin, Deputi Komisioner Pengawas IKNB II OJK, mengatakan berdasarkan hasil monitoring OJK, First Indo American Leasing (First Finance) tidak memenuhi Pasal 83 POJK Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan.

"Perusahaan tersebut tidak memenuhi ketentuan Pasal 83 yaitu perusahaan pembiayaan dalam melakukan kegiatan usahanya dilarang menggunakan informasi yang tidak benar yang dapat merugikan kepentingan debitur, kreditor, dan pemangku kepentingan termasuk OJK," tegas Ihsanuddin, dalam surat resminya, dikutip CNBC Indonesia, Selasa (14/4/2020).

Pembekuan kegiatan usaha ini diberikan secara tertulis dan berlaku sejak 6 bulan. Jika dalam periode tersebut perusahaan terkait tidak memenuhi ketentuan dalam Pasal 83 tersebut, maka izin usahanya akan dicabut.

Adapun Wannamas Multifinance, kata OJK, tidak memenuhi ketentuan di bidang perusahaan pembiayaan. Keputusan tersebut dituangkan dalam Surat Nomor S-128/NB.2/2020 tanggal 24 Maret 2020.

Sebelumnya, OJK juga memproyeksikan bahwa pertumbuhan industri pembiayaan berpotensi lesu di tengah ekonomi global yang tertekan adanya virus corona. Tahun ini, OJK bahkan menyampaikan ada 30-35 multifinance kondisinya kembang kempis. 

"Di 2020, mungkin ada 30 sampai 35 perusahaan yang masih struggling, tahun lalu sudah kita lakukan komunikasi intensif dan kami sampaikan agar mereka memenuhi kewajiban," kata Kepala Departemen Pengawasan IKNB (Industri Keuangan Non-Bank) 2B OJK Bambang W. Budiawan di kantornya, Rabu (11/3/2020). 

Pada Desember 2019, OJK telah mencabut izin usaha 4 multifinance dengan rincian 2 multifinance mengembalikan izin usaha dan 2 perusahaan pembiayaan berdasarkan hasil pemeriksaan. Selanjutnya, pada tahun 2020 terdapat 10% multifinance yang diperkirakan akan dikenakan pencabutan izin usaha jika tidak dapat memenuhi ketentuan ekuitas minimum Rp 100 Miliar. 

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular