
IHSG Boleh Melemah 0,5%, tapi Asing Masuk Rp 321 M
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
13 April 2020 16:10

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berakhir melemah di perdagangan Senin (13/4/2020), meski beberapa kali sempat masuk ke zona hijau. Perkembangan kasus pandemi virus corona (Covid-19) serta harga minyak mentah membuat IHSG bergerak turun naik.
Beberapa saat setelah pembukaan perdagangan, IHSG masuk ke zona hijau tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah, melemah hingga 1,23% ke 4.591.728 yang merupakan level terendah intraday. Setelahnya bursa kebanggaan Tanah Air ini bangkit, hingga menguat 0,21% ke 4.659,03 yang menjadi level terkuat intraday.
IHSG kehabisan tenaga dan kembali masuk ke zona merah, mengakhiri perdagangan sesi I di level 4.617,477, melemah 0,68%.
Berdasarkan data RTI, nilai transaksi sepanjang sesi I sebesar Rp 3,12 triliun, dengan investor asing melakukan aksi beli bersih (net buy) Rp 160,85 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Memasuki perdagangan sesi II, IHSG tidak mampu bangkit dan tertahan di zona merah. Di penutupan perdagangan, IHSG berada di level 4.623,894 melemah 0,54%, sedikit lebih baik dibandingkan dengan sesi I.
Nilai transaksi sepanjang perdagangan hari ini sebesar Rp 5,55 triliun, dengan investor asing melakukan aksi beli bersih Rp 321,49 miliar di pasar reguler dan non-reguler. Net buy terjadi khususnya di pasar nego dan tunai sebesar Rp 648,75 miliar, sementara di pasar reguler terjadi net sell Rp 327,26 miliar.
Fakta investor asing melakukan aksi net buy menunjukkan tingkat kepercayaan yang mulai pulih, dan kembali mengalirkan modal ke Indonesia.
Penyebaran pandemi COVID-19 secara global menunjukkan pelambatan, tetapi di China kembali menunjukkan peningkatan yang membuat pergerakan IHSG naik-turun pada hari ini.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus Covid-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 12 April terjadi penambahan kasus 5,32% sehingga total menjadi 1,696 juta kasus.
Laju penambahan satu digit persentase tersebut menunjukkan penyebaran Covid-19 sudah mulai melandai secara global dan bisa menjadi kabar bagus.
Jika secara global penyebaran Covid-19 melambat, di China justru terjadi peningkatan kasus yang memicu kecemasan akan "serangan" Covid-19 gelombang kedua.
China, yang sebelumnya sudah berhasil meredam penyebaran Covid-19 kini kembali mengalami kenaikan kasus dua kali lipat. Komisi Kesehatan China (NHC) melaporkan pada 11 April terjadi penambahan sebanyak 99 kasus Covid-19. Angka tersebut bertambah lebih dari dua kali lipat hari sebelumnya, dimana kasus baru yang dilaporkan sebanyak 46 kasus.
Dari total kasus baru kemarin, sebanyak 97 di antaranya merupakan kasus "impor" atau orang-orang yang baru datang ke China dari luar negeri. Sementara 2 lainnya merupakan transmisi lokal.
Kemudian, Minggu kemarin NHC melaporkan jumlah kasus baru sebanyak 108, dengan 98 kasus merupakan kasus "impor" dan 10 orang transmisi lokal.
Berkaca dari Singapura, "serangan" virus corona gelombang kedua bisa terjadi akibat kasus "impor" dan mengakibatkan penambahan kasus yang sangat signifikan.
Kementerian Kesehatan Singapura melaporkan 233 kasus baru dalam sehari Minggu kemarin. 167 diantaranya dikatakan tidak pernah kontak dengan pasien lainnya. Penambahan kasus harian tertinggi sebanyak 287 kasus yang dilaporkan pada pekan lalu.
Singapura merupakan salah satu negara yang terpapar COVID-19 sejak awal kemunculannya, bahkan sempat menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua setelah China. Tetapi, Singapura mampu meredam penyebarannya, hingga pertengahan Maret total jumlah kasus sekitar 200-an orang.
Tetapi setelahnya, Negeri Merlion menghadapi "serangan" virus corona gelombang kedua. Sebabnya, warga negara Singapura yang tinggal di Eropa maupun Amerika Serikat (AS) "mudik" setelah Eropa kemudian AS menjadi episentrum penyebaran Covid-19.
Dampaknya, Singapura mengalami lonjakan kasus, hingga hari ini jumlah kasus tercatat sebanyak 2.532 kasus, naik 1.000% lebih dibandingkan pertengahan Maret lalu.
Di Indonesia sendiri, kasus Covid-19 masih dalam tren naik, mengingat kasus pertama di awal Maret. Hingga Minggu kemarin tercatat kasus positif sebanyak 4.241 orang, dengan 373 orang meninggal dunia, dan 359 dinyatakan sembuh.
Sementara itu, harga minyak mentah juga mempengaruhi pergerakan bursa saham global. Pada hari ini, harga minyak mentah menguat cukup tajam setelah Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC), Rusia dan beberapa negara lainnya (OPEC ) sah pangkas produksi minyak sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) kemarin, dan berlaku mulai 1 Mei.
Meski demikian, outlook harga minyak mentah masih belum bagus mengingat permintaan masih rendah.
Bank of America memprediksi konsumsi minyak mentah global di kuartal I-2020 turun sekitar 12 juta barel per hari. Kemudian konsultan minyak mentah, FGE, juga melihat permintaan minyak mentah berkurang 12 juta barel per hari, bahkan 20 juta barel per hari dalam skenario terburuknya.
OPEC baru mulai memangkas produksinya pada bulan Mei, sementara permintaan sudah mulai merosot sejak munculnya pandemi Covid-19. Jika pandemi masih belum bisa dihentikan pada bulan depan, jumlah produksi yang dipangkas juga masih lebih sedikit dibandingkan penurunan permintaan. Hal itu menyebabkan harga minyak masih berisiko tertekan.
Akibat penurunan permintaan tersebut, Goldman Sachs memproyeksikan harga minyak jenis Brent rata-rata berada di level US$ 20/barel di kuartal II tahun ini. Sementara Citi lebih rendah lagi, rata-rata diperkirakan US$ 17/barel.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
Beberapa saat setelah pembukaan perdagangan, IHSG masuk ke zona hijau tetapi tidak lama langsung masuk ke zona merah, melemah hingga 1,23% ke 4.591.728 yang merupakan level terendah intraday. Setelahnya bursa kebanggaan Tanah Air ini bangkit, hingga menguat 0,21% ke 4.659,03 yang menjadi level terkuat intraday.
IHSG kehabisan tenaga dan kembali masuk ke zona merah, mengakhiri perdagangan sesi I di level 4.617,477, melemah 0,68%.
Memasuki perdagangan sesi II, IHSG tidak mampu bangkit dan tertahan di zona merah. Di penutupan perdagangan, IHSG berada di level 4.623,894 melemah 0,54%, sedikit lebih baik dibandingkan dengan sesi I.
Nilai transaksi sepanjang perdagangan hari ini sebesar Rp 5,55 triliun, dengan investor asing melakukan aksi beli bersih Rp 321,49 miliar di pasar reguler dan non-reguler. Net buy terjadi khususnya di pasar nego dan tunai sebesar Rp 648,75 miliar, sementara di pasar reguler terjadi net sell Rp 327,26 miliar.
Fakta investor asing melakukan aksi net buy menunjukkan tingkat kepercayaan yang mulai pulih, dan kembali mengalirkan modal ke Indonesia.
Penyebaran pandemi COVID-19 secara global menunjukkan pelambatan, tetapi di China kembali menunjukkan peningkatan yang membuat pergerakan IHSG naik-turun pada hari ini.
Berdasarkan data dari Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) penambahan jumlah kasus secara penambahan jumlah kasus Covid-19 sudah satu digit persentase sejak 30 Maret lalu. Terbaru, pada 12 April terjadi penambahan kasus 5,32% sehingga total menjadi 1,696 juta kasus.
Laju penambahan satu digit persentase tersebut menunjukkan penyebaran Covid-19 sudah mulai melandai secara global dan bisa menjadi kabar bagus.
Jika secara global penyebaran Covid-19 melambat, di China justru terjadi peningkatan kasus yang memicu kecemasan akan "serangan" Covid-19 gelombang kedua.
China, yang sebelumnya sudah berhasil meredam penyebaran Covid-19 kini kembali mengalami kenaikan kasus dua kali lipat. Komisi Kesehatan China (NHC) melaporkan pada 11 April terjadi penambahan sebanyak 99 kasus Covid-19. Angka tersebut bertambah lebih dari dua kali lipat hari sebelumnya, dimana kasus baru yang dilaporkan sebanyak 46 kasus.
Dari total kasus baru kemarin, sebanyak 97 di antaranya merupakan kasus "impor" atau orang-orang yang baru datang ke China dari luar negeri. Sementara 2 lainnya merupakan transmisi lokal.
Kemudian, Minggu kemarin NHC melaporkan jumlah kasus baru sebanyak 108, dengan 98 kasus merupakan kasus "impor" dan 10 orang transmisi lokal.
Berkaca dari Singapura, "serangan" virus corona gelombang kedua bisa terjadi akibat kasus "impor" dan mengakibatkan penambahan kasus yang sangat signifikan.
Kementerian Kesehatan Singapura melaporkan 233 kasus baru dalam sehari Minggu kemarin. 167 diantaranya dikatakan tidak pernah kontak dengan pasien lainnya. Penambahan kasus harian tertinggi sebanyak 287 kasus yang dilaporkan pada pekan lalu.
Singapura merupakan salah satu negara yang terpapar COVID-19 sejak awal kemunculannya, bahkan sempat menjadi negara dengan jumlah kasus terbanyak kedua setelah China. Tetapi, Singapura mampu meredam penyebarannya, hingga pertengahan Maret total jumlah kasus sekitar 200-an orang.
Tetapi setelahnya, Negeri Merlion menghadapi "serangan" virus corona gelombang kedua. Sebabnya, warga negara Singapura yang tinggal di Eropa maupun Amerika Serikat (AS) "mudik" setelah Eropa kemudian AS menjadi episentrum penyebaran Covid-19.
Dampaknya, Singapura mengalami lonjakan kasus, hingga hari ini jumlah kasus tercatat sebanyak 2.532 kasus, naik 1.000% lebih dibandingkan pertengahan Maret lalu.
Di Indonesia sendiri, kasus Covid-19 masih dalam tren naik, mengingat kasus pertama di awal Maret. Hingga Minggu kemarin tercatat kasus positif sebanyak 4.241 orang, dengan 373 orang meninggal dunia, dan 359 dinyatakan sembuh.
Sementara itu, harga minyak mentah juga mempengaruhi pergerakan bursa saham global. Pada hari ini, harga minyak mentah menguat cukup tajam setelah Organisasi Negara-negara Eksportir Minyak (OPEC), Rusia dan beberapa negara lainnya (OPEC ) sah pangkas produksi minyak sebesar 9,7 juta barel per hari (bpd) kemarin, dan berlaku mulai 1 Mei.
Meski demikian, outlook harga minyak mentah masih belum bagus mengingat permintaan masih rendah.
Bank of America memprediksi konsumsi minyak mentah global di kuartal I-2020 turun sekitar 12 juta barel per hari. Kemudian konsultan minyak mentah, FGE, juga melihat permintaan minyak mentah berkurang 12 juta barel per hari, bahkan 20 juta barel per hari dalam skenario terburuknya.
OPEC baru mulai memangkas produksinya pada bulan Mei, sementara permintaan sudah mulai merosot sejak munculnya pandemi Covid-19. Jika pandemi masih belum bisa dihentikan pada bulan depan, jumlah produksi yang dipangkas juga masih lebih sedikit dibandingkan penurunan permintaan. Hal itu menyebabkan harga minyak masih berisiko tertekan.
Akibat penurunan permintaan tersebut, Goldman Sachs memproyeksikan harga minyak jenis Brent rata-rata berada di level US$ 20/barel di kuartal II tahun ini. Sementara Citi lebih rendah lagi, rata-rata diperkirakan US$ 17/barel.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Jokowi Disuntik Vaksin Corona, Bursa RI Siap-siap ke 6.500
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular