IHSG Menguat Tipis, Bursa Saham RI Gagal jadi Juara di Asia

Tirta Citradi, CNBC Indonesia
11 April 2020 11:40
IHSG Menguat Tipis, Bursa Saham RI Gagal jadi Juara di Asia
Foto: CNBC Indonesia/ Andrean Kristianto
Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam sepekan terakhir, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) membukukan penguatan. Namun apresiasi di pasar saham tanah air masih tergolong minim jika dibandingkan dengan para tetangganya.

Pada penutupan perdagangan Kamis (9/4/2020), IHSG berada di posisi 4.649,08 atau menguat 0,48%. Dalam sepekan terakhir, IHSG tercatat menguat 0,55%. Namun dengan penguatan ini, IHSG belum mampu jadi jawara di Benua Asia.



Mayoritas bursa saham Asia berhasil melenggang ke zona hijau minggu ini. Maklum Wall Street sebagai kiblat bursa saham dunia pun begitu. Pada periode 3-9 Maret 2020, tiga indeks utama Wall Street menguat lebih dari 10%. Dow Jones Industrial Average (DJIA) melesat 12,7% (week on week/wow). S&P 500 melejit 12,1%, dan Nasdaq Composite terdongkrak 10,6%.

"Ini merupakan penguatan mingguan yang besar dan kemungkinan untuk alasan yang baik" kata Terry Sandven, Kepala Strategi Ekuitas di U.S. Bank Wealth Management, melansir CNBC International.

"Banyak saham-saham yang sudah mulai menyentuh level titik jenuhnya (oversold), dan mendapat sentimen positif dari The Fed serta kebijakan fiskal pemerintah".

Setelah Donald Trump menandatangani paket stimulus ekonomi AS yang nilainya jumbo yakni sebesar US$ 2,2 triliun, The Fed selaku bank sentral AS bertindak semakin agresif. Baru-baru ini The Fed juga mengumumkan program pinjaman lunak untuk UMKM AS senilai US$ 2,3 triliun.

Tak berhenti di situ saja, The Fed juga memberikan detil terkait rencananya untuk membeli surat utang baik yang ratingnya 'investment grade' bahkan hingga 'junk'.

"The Fed merupakan The Fed yang paling agresif, mereka tidak ingin jadi alasan mengapa kita bergerak menuju depresi" kata Jim Cramer dalam acara "Squawk Box" sebagaimana diwartakan CNBC International.

"Ini jelas menjadi sentimen yang baik, tetapi kami masih belum bisa melihat pasar akan bullish mengingat durasi wabah masih belum diketahui" tambah Terry Sandven, melansir CNBC International.
Walau sampai kapan wabah berakhir, waktunya belum diketahui, euforia di pasar saham AS juga tak terlpeas dari perkembangan kasus virus corona yang mulai menunjukkan tanda-tanda membaik.

US Centers for Desease Control and Prevention (CDC) mencatat pertumbuhan jumlah kasus baru pada 8 April adalah 5,53%. Terendah sejak 29 Februari dan jauh di bawah rata-rata 22 Januari-8 April yang sebesar 20,26%.

Demikian pula dengan jumlah korban meninggal. Pada 8 April jumlah kematian akibat virus corona di AS bertambah 5,72% dibandingkan hari sebelumnya. Ini menjadi yang terendah sejak kasus kematian pertama tercatat pada 29 Februari.



"Pasar saham merayakan kabar baik seputar virus corona. Kabar baik ini memang layak untuk dirayakan," kata Willie Delwiche, Investment Strategist di Baird yang berbasis di Milwaukee, seperti dikutip dari Reuters.

Secara global pun tren pertambahan jumlah kasus juga cenderung menurun. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari – 6 April, rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona sebesar 12,52% per hari. Sejak minggu terakhir Maret, laju pertumbuhan turun menjadi single digit.



Kabar tersebut lantas membuat selera investor terhadap aset-aset berisiko agak membaik karena melihat adanya peluang pandemi corona akan segera berakhir dan ekonomi akan berangsur pulih.

Jika berkaca pada China, ketika jumlah kasus sudah mulai turun secara signifikan dan wabah sudah mulai mencapai puncaknya, ekonomi Tiongkok pun menggeliat. Hal itu tercermin dari angka Purchasing Manager Index (PMI) manufaktur China yang mulai mengindikasikan ekspansi di bulan Maret.

Pada bulan Februari, angka PMI manufaktur China anjlok ke level 35,7. Namun di bulan Maret ketika orang-orang di China sudah kembali bekerja, sektor manufaktur China pun mengalami perbaikan. Hal ini terlihat dari kenaikan angka PMI manufaktur menjadi 50,2. Artinya sektor manufaktur yang tadinya terkontraksi menjadi ekspansif.



Harapan ini lah yang saat ini dirasakan oleh pelaku pasar saat melihat adanya tanda-tanda penurunan kasus dan wabah sudah mencapai puncak secara global walau di sebagian negara masih melaporkan lonjakan kasus. Walaupun sentimen eksternal memang cenderung membaik dan membuat passer saham berbunga-bunga, hal tersebut tak lantas membuat IHSG kembali dilirik investor asing. Sejak awal tahun IHSG mencatatkan koreksi lebih dari 26%.

Investor asing pun masih jaga jarak dengan bursa saham Tanah air. Hal ini tercermin dari aksi jual bersih yang mencapai Rp 12,6 triliun di sepanjang tahun ini.

Ada beberapa hal yang membuat investor asing masih jaga jarak dengan bursa saham tanah air. Pertama adalah adanya keraguan bahwa Indonesia dapat menangani wabah corona dengan baik.

Data Worldometer memyebutkan, sejauh ini hanya 65 orang dari 1 juta penduduk Indonesia yang sudah menjalani uji corona. Sementara di Malaysia angkanya mencapai 2.153 dan Singapura jauh lebih tinggi yaitu 12.243.



Selain itu, data-data perekonomian yang dirlis baru-baru ini sudah mulai menunjukkan dampak dari pandemic corona terhadap ibu pertiwi. Dimulai dari sektor manufaktur, angka Purchasing Manager Index (PMI) Indonesia bulan Maret yang mengalami kontraksi sebesar 45,3.



Selain angka PMI, rilis data penjualan eceran bulan Februari oleh Bank Indonesia (BI) juga menunjukkan adanya kontraksi sebesar 0,8% (yoy). Penjualan ritel bulan Maret diperkirakan terkontraksi lebih dalam hingga 5,4% (yoy).



Hal ini senada dengan angka Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) BI yang juga tergerus. Pada Maret posisi IKK berada di angka 113. Padahal di bulan sebelumnya berada di angka 117. Tak bisa dipungkiri optimisme konsumen dalam memandang perekonomianm memang mulai tergerus.



Well, IHSG akan dapat pulih ketika upaya penanganan wabah corona di tanah air menunjukkan tanda-tanda efektivitas yang tinggi baik dari sisi intervensi di sektor kesehatan maupun kebijakan ekonominya. 

Apabila efektivitasnya rendah atau bahkan tidak berdampak apa-apa bisa saja bursa saham tanah air menjadi yang paling terpuruk di dunia.






TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular