Dolar AS Loyo di Asia dan Eropa, Ada Apa Gerangan?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
10 April 2020 19:32
Pasar di beberapa negara libur hari Jumat Agung, sehingga pergerakan mata uang tidak terlalu besar.
Foto: Ilustrasi Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Mata uang dolar Amerika Serikat (AS) melemah pada perdagangan Jumat (10/4/2020) melawan mata uang Asia maupun Eropa. Pasar di beberapa negara libur hari Jumat Agung, sehingga pergerakan mata uang tidak terlalu besar.

Di pasar Asia, yuan China berhasil menguat 0.14%, kemudian Won Korea Selatan, yen Jepang, dan bath Thailand menguat tipis-tipis kurang dari 0,1%.
Penguatan mata uang Eropa juga cenderung tipis-tipis melawan the greenback. Euro dan poundsterling masing-masing menguat 0,08% dan 0,19% ke US$ 1,0935 dan US$ 1,2482. Sementara franc Swiss menguat 0,09% ke 0,9648/US$.

Membaiknya sentimen pelaku pasar membuat data tarik dolar AS sebagai aset safe haven menurun, dan mata uang lainnya mampu menguat.



Melambatnya penyebaran pandemi virus corona (COVID-19) menjadi salah satu pemicu membaiknya sentimen pelaku pasar. Berdasarkan data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), jumlah mengalami kenaikan sebesar 6,12% kemarin menjadi 1.436.198 kasus pada Kamis (9/4/2020) kemarin. Persentase kanaikan tersebut lebih tinggi dari hari sebelumnya 5,75%.

Meski demikian, kabar baiknya, penambahan jumlah kasus secara global sudah mencapai satu digit persentase sejak 30 Maret lalu.

Penyebaran pandemi virus corona (COVID-19) yang mulai melambat memunculkan harapan segera berakhirnya masa karantina di beberapa wilayah/negara. Sehingga roda perekonomian kembali berputar, dan pertumbuhan ekonomi bisa bangkit kembali.

Selain itu, stimulus yang digelontorkan oleh bank sentral AS (The Fed) dan Uni Eropa, membuat sentimen pelaku pasar hari ini cukup bagus.



Setelah membabat habis suku bunganya menjadi 0-0,25%, dan mengumumkan program pembelian aset (quantitative easing/QE) tanpa batas, The Fed Kamis waktu AS kemarin mengumumkan detail salah satu stimulusnya berupa pinjaman lunak ke dunia usaha senilai US$ 2,3 triliun.

Program yang diberi nama Main Street tersebut akan diberikan kepada perusahaan dengan jumlah tenaga kerja hingga 10.000 orang, dan pendapatan kurang dari US$ 2,5 miliar pada tahun 2019 lalu. Pembayaran pokok dan bunga pinjaman tersebut akan ditangguhkan selama satu tahun.

Selain The Fed, Uni Eropa juga mengucurkan stimulus senilai 500 miliar euro guna membantu perekonomian yang tertekan akibat pandemi COVID-19.
Stimulus tersebut membuat pelaku pasar semakin tenang dan optimis perekonomian akan cepat bangkit setelah pandemi COVID-19 berakhir, aset-aset berisiko pun kembali diburu, dolar AS yang merupakan aset safe haven pun tertekan.

TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Klaim Pengangguran AS Melonjak Lagi, Dolar Mulai Tertekan

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular