
Kekuatan Keuangan LPS Mampu Menangani 4-5 Bank
Syahrizal Sidik, CNBC Indonesia
09 April 2020 16:22

Jakarta, CNBC Indonesia - Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah melakukan simulasi dan stress test di tengah situasi pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam semua sendi-sendi perekonomian termasuk perbankan Tanah Air. Stress test ini dilakukan untuk mengukur kekuatan keuangan LPS.
"LPS, pada saat bank dalam pengawasan intensif, ini sangat membantu termasuk kita bisa memilih resolusi paling murah ketika bank itu jadi bank gagal,"
kata Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih, dalam Rapat Kerja Virtual LPS dan Komisi XI DPR, Kamis (9/4/2020).
Sebagai informasi, stress test adalah alat manajemen risiko yang biasa digunakan untuk menilai kecukupan tingkat ketahanan permodalan dan kecukupan likuiditas bank dalam menghadapi perubahan dan shock pada kondisi makroekonomi.
Sementara, situs LPS menjelaskan bank gagal yang akan ditangani LPS adalah bank gagal yang berdampak sistemik dan tidak sistemik. Pengertian sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana (rush) maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian, sementara yang tidak sistemik tentunya apabila tidak memenuhi kriteria tersebut.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah melakukan simulasi dan stress test untuk mengetahui potensi bank gagal di tengah situasi pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam semua sendi-sendi perekonomian termasuk perbankan Tanah Air.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, menegaskan LPS sudah merencanakan strategi dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 yang berujung pada kemungkinan buruk bagi perekonomian Indonesia, khususnya dampak ke sektor perbankan.
"Kami membagi menjadi dua, kami akan bagi Rp 60 triliun untuk kita gadai ulang atau repo [repurchase agreement] ke BI [Bank Indonesia]. Karena BI tidak mau berikan pinjaman langsung ke LPS, tapi jaminan surat berharga ke pemerintah," kata Halim.
Halim juga menegaskan bahwa "[sebanyak] 4-5 bank masih bisa ditangani LPS, [tapi] kalau sudah masuk ke bank besar, atau bank sistemik, saya rasa sudah tidak mungkin LPS punya kemampuan keuangan," tegas mantan Deputi Gubernur BI ini.
Halim menegaskan pihaknya sudah berkomunikasi juga dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bersama-sama menghadapi potensi memburuknya ekonomi ini.
"Berdasarkan stress test, sudah masuk ke wilayah yang bisa dikatakan sistemik, kami sedang merancang aturan main, bagaimana OJK dan LPS itu bisa mengusulkan adanya meeting yang sifatnya tidak normal."
"Tinggal kami duduk bersama, [bahas] kriteria dari kacamata LPS dan OJK sudah wajib didiskusikan di KSSK [Komite Stabilitas Sistem Keuangan], nanti KSSK yang akan menentukan. Kalau diserahkan ke LPS harus dinyatakan sebagai bank gagal, konsekuensinya banyak, kita harus hati hati," tegas mantan Anggota Dewan Komisioner OJK ini.
"Kami dan OJK akan membuat tim, ini protokol yang sedang dibangun, kita harap dalam minggu ini, tidak boleh lama, kriterianya seperti apa."
Lana menjelaskan, dengan kondisi berat, LPS melakukan full guarantee atau penjaminan penuh. Pendanaan LPS masih cukup dengan angaran sekitar RP 128 triliun di mana dari jumlah itu dana yang siap digunakan sekitar Rp 120 triliun untuk melakukan penyelamatan perbankan.
"Rencana pengendalian keuangan, separuh aset Rp 120 triliun itu, 50 persen akan kami repo [gadai] ke BI [Bank Indonesia] sementara 50 persen lagi kami gunakan kalau membayar repo 3 bulan kemudian," jelas Lana.
"Kalau [bank] non sistemik, [LPS] masih bisa cover, kalau tidak cukup melalui pinjaman pemerintah. Merger paksa [bank-bank] akan sangat membantu keuangan LPS, itu sangat membantu, tapi strategi kami sudah menghitung kalau bukan bank sistemik [kami bisa handle].
(tas/tas) Next Article LPS: Tidak Benar Ada 8 Bank Berpotensi Gagal!
"LPS, pada saat bank dalam pengawasan intensif, ini sangat membantu termasuk kita bisa memilih resolusi paling murah ketika bank itu jadi bank gagal,"
kata Kepala Eksekutif LPS, Lana Soelistianingsih, dalam Rapat Kerja Virtual LPS dan Komisi XI DPR, Kamis (9/4/2020).
Sebagai informasi, stress test adalah alat manajemen risiko yang biasa digunakan untuk menilai kecukupan tingkat ketahanan permodalan dan kecukupan likuiditas bank dalam menghadapi perubahan dan shock pada kondisi makroekonomi.
Sementara, situs LPS menjelaskan bank gagal yang akan ditangani LPS adalah bank gagal yang berdampak sistemik dan tidak sistemik. Pengertian sistemik adalah apabila kegagalan bank akan berdampak luar biasa baik dalam penarikan dana (rush) maupun terhadap kelancaran dan kelangsungan roda perekonomian, sementara yang tidak sistemik tentunya apabila tidak memenuhi kriteria tersebut.
Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) sudah melakukan simulasi dan stress test untuk mengetahui potensi bank gagal di tengah situasi pandemi virus corona (Covid-19) yang menghantam semua sendi-sendi perekonomian termasuk perbankan Tanah Air.
Sementara itu, Ketua Dewan Komisioner LPS, Halim Alamsyah, menegaskan LPS sudah merencanakan strategi dalam menghadapi situasi pandemi Covid-19 yang berujung pada kemungkinan buruk bagi perekonomian Indonesia, khususnya dampak ke sektor perbankan.
"Kami membagi menjadi dua, kami akan bagi Rp 60 triliun untuk kita gadai ulang atau repo [repurchase agreement] ke BI [Bank Indonesia]. Karena BI tidak mau berikan pinjaman langsung ke LPS, tapi jaminan surat berharga ke pemerintah," kata Halim.
Halim juga menegaskan bahwa "[sebanyak] 4-5 bank masih bisa ditangani LPS, [tapi] kalau sudah masuk ke bank besar, atau bank sistemik, saya rasa sudah tidak mungkin LPS punya kemampuan keuangan," tegas mantan Deputi Gubernur BI ini.
Halim menegaskan pihaknya sudah berkomunikasi juga dengan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) untuk bersama-sama menghadapi potensi memburuknya ekonomi ini.
"Berdasarkan stress test, sudah masuk ke wilayah yang bisa dikatakan sistemik, kami sedang merancang aturan main, bagaimana OJK dan LPS itu bisa mengusulkan adanya meeting yang sifatnya tidak normal."
"Tinggal kami duduk bersama, [bahas] kriteria dari kacamata LPS dan OJK sudah wajib didiskusikan di KSSK [Komite Stabilitas Sistem Keuangan], nanti KSSK yang akan menentukan. Kalau diserahkan ke LPS harus dinyatakan sebagai bank gagal, konsekuensinya banyak, kita harus hati hati," tegas mantan Anggota Dewan Komisioner OJK ini.
"Kami dan OJK akan membuat tim, ini protokol yang sedang dibangun, kita harap dalam minggu ini, tidak boleh lama, kriterianya seperti apa."
Lana menjelaskan, dengan kondisi berat, LPS melakukan full guarantee atau penjaminan penuh. Pendanaan LPS masih cukup dengan angaran sekitar RP 128 triliun di mana dari jumlah itu dana yang siap digunakan sekitar Rp 120 triliun untuk melakukan penyelamatan perbankan.
"Rencana pengendalian keuangan, separuh aset Rp 120 triliun itu, 50 persen akan kami repo [gadai] ke BI [Bank Indonesia] sementara 50 persen lagi kami gunakan kalau membayar repo 3 bulan kemudian," jelas Lana.
"Kalau [bank] non sistemik, [LPS] masih bisa cover, kalau tidak cukup melalui pinjaman pemerintah. Merger paksa [bank-bank] akan sangat membantu keuangan LPS, itu sangat membantu, tapi strategi kami sudah menghitung kalau bukan bank sistemik [kami bisa handle].
(tas/tas) Next Article LPS: Tidak Benar Ada 8 Bank Berpotensi Gagal!
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular