
Dibayangi Rujuknya Arab-Rusia dan Lockdown, Harga CPO Naik
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
09 April 2020 11:49

Jakarta, CNBC Indonesia - Harga minyak sawit mentah atau crude palm oil (CPO) menguat hari ini. Penguatan dipicu oleh sentimen positif naiknya harga minyak mentah dan kemungkinan penurunan suplai.
Pada Kamis (9/4/2020), harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) naik 38 ringgit atau +1,61% ke level RM 2.395/ton.
Harga menguat didorong oleh penguatan harga minyak mentah. Jelang pertemuan antara Arab, Rusia dan anggota OPEC+ lainnya hari ini, harga minyak mentah melesat lebih dari 2% pada perdagangan pagi hari ini.
Arab-Rusia dan anggota OPEC+ lain yang dikabarkan semakin dekat dengan kata sepakat untuk pangkas produksi minyak hingga 10 juta barel per hari (bpd) atau setara dengan 10% dari produksi global.
OPEC akan menggelar pertemuan via video conference hari ini. Rusia dikabarkan sudah sepakat untuk mengurangi produksi sampai 1,6 juta barel/hari.
Kabar pemangkasan produksi memicu harga minyak melambung lantaran di tengah wabah corona permintaan minyak anjlok signifikan akibat aktivitas ekonomi yang terganggu. CPO merupakan bahan baku pembuatan biodiesel yang juga berperan sebagai bahan bakar seperti minyak.
Sehingga pergerakan harga minyak juga turut menjadi sentimen penggerak harga CPO, mengingat minyak nabati merupakan produk substitusi dari komoditas minyak.
Sentimen kedua yang memicu kenaikan harga CPO adalah kekhawatiran bahwa periode lockdown di Malaysia akan diperpanjang dan Sabah sebagai wilayah penghasil minyak sawit terbesar juga diminta untuk memperpanjang penutupan di beberapa perkebunan.
Lockdown untuk membendung penyebaran wabah COVID-19 diperkirakan menurunkan produksi minyak sawit Malaysia 2019/20 menjadi 18,8 [17,8-24,1] juta ton atau turun 1% dari update terakhir.
Meskipun hasil panen biasanya lebih tinggi melalui Q2, tetapi lockdown yang belum pernah terjadi sebelumnya di Negeri Jiran telah mengganggu rantai pasok minyak sawit.
Pada akhirnya Malaysia memilih untuk tetap menutup sementara aktivitas operasional perkebunan di enam distrik di Sabah sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar Malaysia. Sabah sendiri menyumbang 25% dari total produksi Malaysia.
Perkebunan dan pabrik dari enam kabupaten di Sabah termasuk Kalabakan, Semporna, Kunak, Kinabatangan, Tawau dan Lahad Datu (terhitung sekitar 75% dari produksi Sabah) telah diperintahkan untuk menghentikan operasi yang, pada gilirannya, akan menyebabkan hilangnya output yang signifikan.
Malaysia berisiko kehilangan 500.000 ton tanaman akibat 14 hari penghentian aktivitas operasional di perkebunan dan pabrik di enam distrik yang bertujuan membendung penyebaran virus corona, kata Asosiasi Minyak Sawit Malaysia, Selasa.
Di tempat lain, panen yang tertunda dan masalah logistik yang terhambat karena kurangnya personel untuk memanen dan lockdown juga akan menyebabkan produktivitas yang lebih rendah dari yang diperkirakan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Minyak & Lockdown Malaysia Picu Harga CPO Menguat
Pada Kamis (9/4/2020), harga CPO kontrak pengiriman tiga bulan di Bursa Malaysia Derivatif (BMD) naik 38 ringgit atau +1,61% ke level RM 2.395/ton.
Harga menguat didorong oleh penguatan harga minyak mentah. Jelang pertemuan antara Arab, Rusia dan anggota OPEC+ lainnya hari ini, harga minyak mentah melesat lebih dari 2% pada perdagangan pagi hari ini.
OPEC akan menggelar pertemuan via video conference hari ini. Rusia dikabarkan sudah sepakat untuk mengurangi produksi sampai 1,6 juta barel/hari.
Kabar pemangkasan produksi memicu harga minyak melambung lantaran di tengah wabah corona permintaan minyak anjlok signifikan akibat aktivitas ekonomi yang terganggu. CPO merupakan bahan baku pembuatan biodiesel yang juga berperan sebagai bahan bakar seperti minyak.
Sehingga pergerakan harga minyak juga turut menjadi sentimen penggerak harga CPO, mengingat minyak nabati merupakan produk substitusi dari komoditas minyak.
Sentimen kedua yang memicu kenaikan harga CPO adalah kekhawatiran bahwa periode lockdown di Malaysia akan diperpanjang dan Sabah sebagai wilayah penghasil minyak sawit terbesar juga diminta untuk memperpanjang penutupan di beberapa perkebunan.
Lockdown untuk membendung penyebaran wabah COVID-19 diperkirakan menurunkan produksi minyak sawit Malaysia 2019/20 menjadi 18,8 [17,8-24,1] juta ton atau turun 1% dari update terakhir.
Meskipun hasil panen biasanya lebih tinggi melalui Q2, tetapi lockdown yang belum pernah terjadi sebelumnya di Negeri Jiran telah mengganggu rantai pasok minyak sawit.
Pada akhirnya Malaysia memilih untuk tetap menutup sementara aktivitas operasional perkebunan di enam distrik di Sabah sebagai negara penghasil minyak sawit terbesar Malaysia. Sabah sendiri menyumbang 25% dari total produksi Malaysia.
Perkebunan dan pabrik dari enam kabupaten di Sabah termasuk Kalabakan, Semporna, Kunak, Kinabatangan, Tawau dan Lahad Datu (terhitung sekitar 75% dari produksi Sabah) telah diperintahkan untuk menghentikan operasi yang, pada gilirannya, akan menyebabkan hilangnya output yang signifikan.
Malaysia berisiko kehilangan 500.000 ton tanaman akibat 14 hari penghentian aktivitas operasional di perkebunan dan pabrik di enam distrik yang bertujuan membendung penyebaran virus corona, kata Asosiasi Minyak Sawit Malaysia, Selasa.
Di tempat lain, panen yang tertunda dan masalah logistik yang terhambat karena kurangnya personel untuk memanen dan lockdown juga akan menyebabkan produktivitas yang lebih rendah dari yang diperkirakan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Harga Minyak & Lockdown Malaysia Picu Harga CPO Menguat
Most Popular