
Sempat Ambles 4% Lebih, IHSG Berakhir di Zona Merah
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
08 April 2020 15:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) kembali melemah di perdagangan sesi I Rabu (8/4/2020) melanjutkan pelemahan hari sebelumnya. Sentimen pelaku pasar yang belum stabil membuat pergerakan indeks saham juga naik-turun, tidak hanya di Indonesia tetapi secara global.
Begitu perdagangan hari ini dibuka, IHSG langsung masuk ke zona merah. Depresiasi tersebut berlanjut hingga mencapai level terlemah paruh pertama perdagangan di 4618,226. Di penutupan sesi I, IHSG berada di level 4627,705, merosot 3,16%.
Berdasarkan data BEI nilai transaksi sepanjang sesi I sebesar Rp 3,26 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 336,49 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Memasuki perdagangan sesi II, kinerja IHSG memburuk hingga ambles 4,08% di 4.583,901, sekaligus menjadi level terlemah intraday hari ini. Di penutupan perdagangan posisi tersebut berhasil diperbaiki, IHSG berakhir di 4.626,695 melemah 3,16%.
Nilai transaksi sepanjang hari ini sebesar Rp 6,08 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 354,7 miliar.
Berdasarkan data RTI, lima saham yang menjadi penggerak indeks bursa saham tanah air berasal dari berbagai sektor. Kelima saham tersebut adalah :
Pelambatan penyebaran virus corona (COVID-19) sudah mengirim sentimen positif ke pasar sejak awal pekan ini. Dari Eropa, Italia dan Spanyol melaporkan penurunan jumlah korban meninggal per harinya, kemudian Jerman melaporkan penurunan jumlah kasus baru yang signifikan.
Sementara dari AS, jumlah korban meninggal di New York per harinya juga mengalami penurunan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pertumbuhan kasus corona di Negeri Paman Sam pada 7 April adalah 8,62%. Ini menjadi yang terendah sejak 27 Maret, dan jauh di bawah rata-rata laju pertumbuhan selama 24 Januari-7 April yang sebesar 22,17%.
Secara global, WHO menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sejak 24 Maret, pertumbuhan jumlah kasus baru sudah di bawah itu yakni 9,67%. Bahkan dalam delapan hari terakhir hingga 7 April pertumbuhan kasus baru per harinya sudah satu digit persentase.
Tetapi nyatanya sentimen pelaku pasar masih belum stabil ditengah pandemi COVID-19 yang masih belum pasti akan akan berakhirnya, dan seberapa besar dampaknya ke perekonomian global. Yang pasti, semakin lama pandemi ini berlangsung, pertumbuhan ekonomi akan semakin merosot hingga resesi yang semakin dalam.
Dampaknya pasar saham kembali volatil, bursa saham AS (Wall Steet) yang menguat tajam di awal perdagangan Selasa, tetapi berakhir melemah tipis. Sebagai kiblat bursa saham dunia, melemahnya Wall Street tentunya mengirim sinyal negatif ke bursa lainnya, termasuk IHSG.
Tekanan bagi bursa kebanggan Tanah Air ini semakin besar akibat rilis data penjualan ritel yang terkontraksi untuk periode Februari 2020 dan keraguan akan kesiapan Indonesia melawan wabah corona menjadi pemicunya.
Pagi tadi, Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan eceran untuk periode Februari 2020. Hasilnya bisa ditebak, penjualan ritel mengalami kontraksi sebesar 0,8% year-on-year (yoy). Kontraksi terjadi lebih dalam dari periode Januari 2020 yang hanya minus 0,3% (yoy).
Penurunan penjualan eceran tersebut disebabkan oleh penurunan penjualan kelompok Barang Lainnya, khususnya subkelompok Sandang serta kelompok Barang Budaya dan Rekreasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ekonomi RI berada dalam tekanan akibat merebaknya wabah virus corona di tanah air.
Hingga kemarin, jumlah kasus corona di dalam negeri sudah mencapai 2.738. Jumlah pasien sembuh mencapai 204 orang dan meninggal mencapai 221 orang. Sisanya sebanyak 2.313 masih berada dalam perawatan.
Investor asing agaknya masih jaga jarak dari pasar saham tanah air. Tercermin dari aksi jual bersih yang dibukukan sejak awal tahun hingga kemarin mencapai Rp 11,8 triliun. Ada indikasi investor asing meragukan kemampuan Indonesia dalam menangani wabah corona.
Sebagai gambaran. Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk yang besar (~270 juta jiwa), tetapi tes corona hanya dilakukan pada segelintir orang saja. Per 1 juta penduduk, RI hanya mengetes 36 orang saja.
Angka ini jauh berbeda dengan negara-negara lain yang melakukan tes corona secara masif dan agresif. Lihat saja Malaysia melakukan tes kepada 1.605 orang per 1 juta populasi.
Singapura melakukan tes 6.666 orang per 1 juta populasi. Korea Selatan bahkan nyaris 9.000 orang per 1 juta populasi. Faktor ini masih jadi sentimen negatif yang membuat bursa saham tanah air tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Jadi 'Korban' Corona, IHSG Ambles 6,9%, Asing Masih Kabur!
Begitu perdagangan hari ini dibuka, IHSG langsung masuk ke zona merah. Depresiasi tersebut berlanjut hingga mencapai level terlemah paruh pertama perdagangan di 4618,226. Di penutupan sesi I, IHSG berada di level 4627,705, merosot 3,16%.
Berdasarkan data BEI nilai transaksi sepanjang sesi I sebesar Rp 3,26 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 336,49 miliar di pasar reguler dan non-reguler.
Nilai transaksi sepanjang hari ini sebesar Rp 6,08 triliun, dengan investor asing melakukan aksi jual bersih Rp 354,7 miliar.
Berdasarkan data RTI, lima saham yang menjadi penggerak indeks bursa saham tanah air berasal dari berbagai sektor. Kelima saham tersebut adalah :
- PT Media Nusantara Citra Tbk (MNCN) yang turun 0,98% dengan nilai transaksi mencapai Rp 71,61 miliar.
- PT Astra International Tbk (ASII) ambles 5,17% dengan nilai transaksi mencapai Rp 240,26 miliar.
- PT Indofood CBP Sukses Makmur (ICBP) turun 4,71% dengan nilai transaksi mencapai Rp 72,5 miliar.
- PT Bank Tabungan Pensiunan Nasional Syariah Tbk (BTPS) melorot 4,32% dengan nilai transaksi mencapai Rp 154,86 miliar.
- PT Bank Sinarmas Tbk (BSIM) yang ambrol 1,2% dengan nilai transaksi mencapai Rp 14,18 miliar.
Pelambatan penyebaran virus corona (COVID-19) sudah mengirim sentimen positif ke pasar sejak awal pekan ini. Dari Eropa, Italia dan Spanyol melaporkan penurunan jumlah korban meninggal per harinya, kemudian Jerman melaporkan penurunan jumlah kasus baru yang signifikan.
Sementara dari AS, jumlah korban meninggal di New York per harinya juga mengalami penurunan.
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mencatat pertumbuhan kasus corona di Negeri Paman Sam pada 7 April adalah 8,62%. Ini menjadi yang terendah sejak 27 Maret, dan jauh di bawah rata-rata laju pertumbuhan selama 24 Januari-7 April yang sebesar 22,17%.
Secara global, WHO menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sejak 24 Maret, pertumbuhan jumlah kasus baru sudah di bawah itu yakni 9,67%. Bahkan dalam delapan hari terakhir hingga 7 April pertumbuhan kasus baru per harinya sudah satu digit persentase.
Tetapi nyatanya sentimen pelaku pasar masih belum stabil ditengah pandemi COVID-19 yang masih belum pasti akan akan berakhirnya, dan seberapa besar dampaknya ke perekonomian global. Yang pasti, semakin lama pandemi ini berlangsung, pertumbuhan ekonomi akan semakin merosot hingga resesi yang semakin dalam.
Dampaknya pasar saham kembali volatil, bursa saham AS (Wall Steet) yang menguat tajam di awal perdagangan Selasa, tetapi berakhir melemah tipis. Sebagai kiblat bursa saham dunia, melemahnya Wall Street tentunya mengirim sinyal negatif ke bursa lainnya, termasuk IHSG.
Tekanan bagi bursa kebanggan Tanah Air ini semakin besar akibat rilis data penjualan ritel yang terkontraksi untuk periode Februari 2020 dan keraguan akan kesiapan Indonesia melawan wabah corona menjadi pemicunya.
Pagi tadi, Bank Indonesia (BI) merilis data penjualan eceran untuk periode Februari 2020. Hasilnya bisa ditebak, penjualan ritel mengalami kontraksi sebesar 0,8% year-on-year (yoy). Kontraksi terjadi lebih dalam dari periode Januari 2020 yang hanya minus 0,3% (yoy).
Penurunan penjualan eceran tersebut disebabkan oleh penurunan penjualan kelompok Barang Lainnya, khususnya subkelompok Sandang serta kelompok Barang Budaya dan Rekreasi. Hal ini mengindikasikan bahwa ekonomi RI berada dalam tekanan akibat merebaknya wabah virus corona di tanah air.
Hingga kemarin, jumlah kasus corona di dalam negeri sudah mencapai 2.738. Jumlah pasien sembuh mencapai 204 orang dan meninggal mencapai 221 orang. Sisanya sebanyak 2.313 masih berada dalam perawatan.
Investor asing agaknya masih jaga jarak dari pasar saham tanah air. Tercermin dari aksi jual bersih yang dibukukan sejak awal tahun hingga kemarin mencapai Rp 11,8 triliun. Ada indikasi investor asing meragukan kemampuan Indonesia dalam menangani wabah corona.
Sebagai gambaran. Indonesia merupakan negara dengan populasi penduduk yang besar (~270 juta jiwa), tetapi tes corona hanya dilakukan pada segelintir orang saja. Per 1 juta penduduk, RI hanya mengetes 36 orang saja.
Angka ini jauh berbeda dengan negara-negara lain yang melakukan tes corona secara masif dan agresif. Lihat saja Malaysia melakukan tes kepada 1.605 orang per 1 juta populasi.
Singapura melakukan tes 6.666 orang per 1 juta populasi. Korea Selatan bahkan nyaris 9.000 orang per 1 juta populasi. Faktor ini masih jadi sentimen negatif yang membuat bursa saham tanah air tertekan.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(twg/twg) Next Article Jadi 'Korban' Corona, IHSG Ambles 6,9%, Asing Masih Kabur!
Most Popular