Sprint di Menit-Menit Akhir, Rupiah jadi Terbaik di Asia

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
07 April 2020 15:50
Sprint di Menit-Menit Akhir, Rupiah jadi Terbaik di Asia
Foto: Ilustrasi Rupiah dan Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah mager melawan dolar Amerika serikat (AS) sejak pembukaan perdagangan Selasa (7/4/2020) hingga tengah hari di level Rp 16.380/US$. Posisi tersebut sama dengan penutupan perdagangan awal pekan kemarin, sehingga rupiah stagnan 0%.

Baru selepas tengah hari, rupiah akhirnya masuk ke zona merah. Pada pukul 13:00 WIB, rupiah berada di level Rp 16.400/US$, melemah 0,12%.

Namun, satu jam menjelang perdagangan dalam negeri ditutup, rupiah berbalik menguat. Bahkan terus terakselerasi hingga berakhir di Rp 16.150/US$, mengguat 1,56% di pasar spot melansir data Refinitiv.

Mayoritas mata uang utama Asia menguat melawan dolar AS pada perdagangan hari ini, tetapi penguatan rupiah di menit-menit akhir membuatnya jauh mengungguli mata uang lainnya yang sudah berada di zona hijau sejak pembukaan pasar. 

Rupiah pun akhirnya menjadi menjadi mata uang terbaik hari ini.


Berikut pergerakan dolar AS melawan mata uang utama Asia hingga pukul 15:20 WIB.



Kabar bagus sebenarnya datang dari eksternal. penyebaran pandemi virus corona (COVID-19) yang mulai melambat secara global. Kabar tersebut tentunya membuat sentimen pelaku pasar membaik, dan kembali masuk ke aset-aset berisiko.

Terbukti, bursa saham Eropa melesat naik setelah Italia dan Spanyol melaporkan penurunan jumlah korban meninggal per harinya, kemudian Jerman melaporkan penurunan jumlah kasus baru yang signifikan.



Bursa saham AS (Wall Street) juga meroket, ketiga indeks utama membukukan penguatan lebih dari 7% setelah jumlah korban meninggal di New York per harinya juga mengalami penurunan.

Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan dalam kurun waktu 20 Januari-6 April rata-rata pertumbuhan jumlah kasus corona adalah 12.52% per hari. Sejak 24 Maret, pertumbuhan jumlah kasus baru sudah di bawah itu yakni 9,67%. Bahkan dalam delapan hari terakhir pertumbuhan kasus baru per harinya sudah satu digit.

Kabar tersebut membuat sentimen pelaku pasar membaik dan kembali masuk ke aset-aset berisiko. Rupiah pun mendapat tenaga untuk menguat.

[Gambas:Video CNBC]

Selain faktor global, Bank Indonesia (BI) sepertinya juga berperan dalam penguatan rupiah hari ini. Apalagi melihat pergerakan rupiah yang mager di setengah perdagangan.

BI menegaskan selalu ada di pasar guna menstabilkan nilai tukar rupiah. Hal ini terlihat dari tergerusnya cadangan devisa Indonesia.

Pagi tadi, BI melaporkan data cadangan devisa (cadev) per akhir Maret 2020 sebesar US$ 121,0 miliar. Turun dibandingkan bulan sebelumnya yang sebesar Rp 130,4 miliar.

Itu berarti sepanjang bulan Maret, cadangan devisa tergerus US$ 9,4 miliar, setelah bulan sebelumnya juga turun US$ 1,3 miliar.

"Posisi cadangan devisa tersebut setar30a dengan pembiayaan 7,2 bulan impor atau 7 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah, serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor. Bank Indonesia menilai bahwa cadangan devisa saat ini lebih dari cukup untuk memenuhi kebutuhan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah serta kebutuhan untuk stabilisasi nilai tukar rupiah," sebut keterangan tertulis BI, Selasa (7/4/2020).

Penurunan cadangan devisa antara lain dipengaruhi oleh pembayaran utang luar negeri pemerintah dan keperluan stabilisasi nilai tukar rupiah di tengah kondisi yang di luar normal (extraordinary) karena kepanikan di pasar keuangan global dipicu pandemi COVID-19 secara cepat dan meluas ke seluruh dunia. Kepanikan pasar keuangan global dimaksud telah mendorong aliran modal keluar Indonesia dan meningkatkan tekanan rupiah khususnya pada minggu kedua dan ketiga Maret 2020.

Upaya BI untuk menstabilkan nilai tukar rupiah menjadi penyebab utama terkurasnya cadangan devisa. Sepanjang bulan Maret kurs rupiah jeblok 13,67%, bahkan rupiah bergerak dengan volatilitas yang sangat tinggi.



Seperti disebutkan dalam rilis tersebut, nilai tukar rupiah mengalami gejolak di pekan kedua dan ketiga Maret. Kala itu Dalam sehari, rupiah melemah lebih dari 4% hingga menyentuh level Rp 16.620/US$, mendekati level terlemah sepanjang masa Rp 16.800/US$ yang dicapai saat krisis moneter 1998.

Virus corona menjadi penyebab ambruknya nilai tukar rupiah pasar keuangan dalam negeri, bahkan pasar keuangan global. Dengan status Indonesia sebagai negara emerging market, pandemi covid-19 membuat capital ouflow yang sangat besar, rupiah pun terkapar.

Akibatnya, BI harus melakukan intervensi guna menstabilkan rupiah. Dengan kata lain, virus corona "memakan" cadangan devisa Indonesia.

BI selalu menegaskan melakukan triple intervention atau intervensi di tiga pasar yaitu spot valas, Domestic Non-Deliverable Forwards (DNDF), dan pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder, guna menstabilkan nilai tukar rupiah.

Intervensi BI yang paling terlihat di pasar obligasi, dimana kepemilikan SBN BI naik signifikan. Itu artinya BI membeli SBN yang dilepas oleh investor asing. Berdasarkan data DJPPR, kepemilikan BI atas SBN di akhir Maret sebesar Rp 255,1 triliun, dibandingkan posisi akhir Februari Rp 115,13 triliun.

Artinya terjadi kenaikan signifikan, sebesar 139,97 triliun sepanjang bulan Maret. Intervensi BI sukses membuat rupiah bergerak stabil, meski harus menguras cadangan devisa cukup dalam.

Dalam keterangan tersebut, BI juga memandang bahwa tingkat nilai tukar rupiah saat ini relatif memadai dan secara fundamental undervalued (terlalu murah). Ke depannya rupiah diperkirakan akan bergerak stabil dan cenderung menguat ke arah Rp 15.000 per dolar AS di akhir 2020.


TIM RISET CNBC INDONESIA 
Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular