
Fantastis! 5 Saham LQ45 Melesat 30% Lebih dalam Sepekan
Houtmand P Saragih, CNBC Indonesia
07 April 2020 09:17

Jakarta, CNBC Indonesia - Kinerja bursa saham domestik sepekan ini mulai menunjukkan tanda-tanda penguatan. Secara mingguan, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) tercatat menguat lebih 6%.
Jika dihitung sejak level terendah IHSG tahun ini, pada 23 Maret 2020, secara akumulatif tercatat indeks nyaris menguat 15%. Sepekan terakhir, IHSG menguat 6,01%.
Dalam 5 hari perdagangan terakhir ini, ada lima saham di daftar indeks LQ45 yang tercatat menguat signifikan dan menjadi penopang penguatan IHSG. Lima saham tersebut naik lebih dari 30%. Indeks LQ45 adalah kumpulan 45 saham paling likuid di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan berfundamental baik.
Mengacu data BEI, saham-saham LQ45 yang menguat lebih dari 30%, yaitu saham PT Barito Pacific Tbk (BRPT) naik 37,93%. Namun secara year to date atau tahun berjalan, harga saham emiten milik taipan Prajogo Pangestu ini masih tercatat drop 33,77%.
Saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) melesat 35,93% dalam sepekan hingga hingga perdagangan Senin kemarin. Emiten konstruksi pelat merah ini masih belum bisa membalikkan harga saham ke posisi akhir 2019, karena masih tercatat terkoreksi 42,96%.
Lalu saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dalam sepekan terakhir melesat 35,06%. Selama tahun berjalan, perusahaan properti milik Alexander Tedja ini tercatat masih terkoreksi 27,02%.
Saham konstruksi lainnya milik Badan Usaha Milik Negara, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) juga mulai menunjukkan tren penguatan. Dalam sepekan, saham berkode WKST ini naik 31,2%, tapi selama tahun berjalan masih terkoreksi 57,24%.
Terakhir adalah saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) yang tercatat naik 30,95% secara mingguan. Namun saham pabrik kertas milik Grup Sinar Mas ini juga masih mengalami koreksi dalam jika dihitung selama tahun berjalan, sebesar 49,15%.
Wabah Covid-19
Bursa saham domestik tampaknya mulai optimistis dengan pengendalian virus corona di dalam negeri, meskipun hingga kemarin jumlah korban yang terinfeksi masih bertambah. Total kasus terinfeksi covid-19 di Indonesia mencapai 2.941 hingga Senin (6/4/2020) pukul 12.00 WIB, 193 dinyatakan sembuh dan 209 meninggal.
Sejumlah lembaga menyebutkan, cuaca di Indonesia yang tidak mendukung bagi virus corona memberikan harapan pandemi ini tidak akan separah di Eropa ataupun di Amerika Serikat.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah merampungkan penelitian terkait dengan pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran virus corona (Covid-19).
Penelitian ini melibatkan 11 Doktor di Bidang Meteorologi, Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kajian itu berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur tentang Pengaruh Cuaca dan Iklim dalam Penyebaran COVID-19.
Hasilnya Covid-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1-9 °C), dengan kelembapan 60-90%. Sementara Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 2730 derajat celcius. Adapun kelembapan udara berkisar antara 70-95%, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk penyebaran COVID-19.
Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa kasus gelombang ke-2 Covid-19 telah menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020 yang lalu. Hal tersebut diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat berpengaruh, daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia.
"Meningkatnya kasus pada gelombang ke dua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam siaran persnya, Minggu (5/4/2020).
Laporan Tim BMKG-UGM merekomendasikan berdasarkan fakta dan kajian terhadap beberapa penelitian sebelumnya, bahwa apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial ini benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat, maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam memitigasi atau mengurangi risiko penyebaran wabah tersebut.
Sementara itu, setelah memicu gejolak di pasar keuangan, dan berdampak buruk di sektor riil, ternyata konsumen Indonesia masih menunjukkan optimisme. Pada Senin (6/4/2020), Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100.
Angka indeks di bulan Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016, meski demikian setidaknya masih ada optimisme di benak konsumen, sehingga belanja tidak akan menurun drastis.
IKK adalah salah satu indikator permulaan (leading indicator) untuk meneropong arah perekonomian ke depan. Ketika konsumen masih yakin dan berniat untuk meningkatkan konsumsi, maka prospek ekonomi akan cerah.
Sebaliknya jika konsumen pesimistis maka prospek pertumbuhan ekonomi juga mendung, karena konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60% dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Laporan dari BMKG dan BI memberikan semangat positif di pasar saham, hingga melesat naik di awal pekan ini, meski masih dibayangi penyebaran pandemi COVID-19 hingga risiko resesi global.
(hps/tas) Next Article Walau IHSG Terkapar 3% Lebih, 6 Saham LQ45 ini Tetap Hijau
Jika dihitung sejak level terendah IHSG tahun ini, pada 23 Maret 2020, secara akumulatif tercatat indeks nyaris menguat 15%. Sepekan terakhir, IHSG menguat 6,01%.
Dalam 5 hari perdagangan terakhir ini, ada lima saham di daftar indeks LQ45 yang tercatat menguat signifikan dan menjadi penopang penguatan IHSG. Lima saham tersebut naik lebih dari 30%. Indeks LQ45 adalah kumpulan 45 saham paling likuid di Bursa Efek Indonesia (BEI) dan berfundamental baik.
Saham PT Wijaya Karya Tbk (WIKA) melesat 35,93% dalam sepekan hingga hingga perdagangan Senin kemarin. Emiten konstruksi pelat merah ini masih belum bisa membalikkan harga saham ke posisi akhir 2019, karena masih tercatat terkoreksi 42,96%.
Lalu saham PT Pakuwon Jati Tbk (PWON) dalam sepekan terakhir melesat 35,06%. Selama tahun berjalan, perusahaan properti milik Alexander Tedja ini tercatat masih terkoreksi 27,02%.
Saham konstruksi lainnya milik Badan Usaha Milik Negara, PT Waskita Karya Tbk (WSKT) juga mulai menunjukkan tren penguatan. Dalam sepekan, saham berkode WKST ini naik 31,2%, tapi selama tahun berjalan masih terkoreksi 57,24%.
Terakhir adalah saham PT Pabrik Kertas Tjiwi Kimia Tbk (TKIM) yang tercatat naik 30,95% secara mingguan. Namun saham pabrik kertas milik Grup Sinar Mas ini juga masih mengalami koreksi dalam jika dihitung selama tahun berjalan, sebesar 49,15%.
Wabah Covid-19
Bursa saham domestik tampaknya mulai optimistis dengan pengendalian virus corona di dalam negeri, meskipun hingga kemarin jumlah korban yang terinfeksi masih bertambah. Total kasus terinfeksi covid-19 di Indonesia mencapai 2.941 hingga Senin (6/4/2020) pukul 12.00 WIB, 193 dinyatakan sembuh dan 209 meninggal.
Sejumlah lembaga menyebutkan, cuaca di Indonesia yang tidak mendukung bagi virus corona memberikan harapan pandemi ini tidak akan separah di Eropa ataupun di Amerika Serikat.
Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) sudah merampungkan penelitian terkait dengan pengaruh cuaca dan iklim dalam penyebaran virus corona (Covid-19).
Penelitian ini melibatkan 11 Doktor di Bidang Meteorologi, Klimatologi dan Matematika, serta didukung oleh Guru Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran, Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan Universitas Gadjah Mada (UGM).
Kajian itu berdasarkan analisis statistik, pemodelan matematis dan studi literatur tentang Pengaruh Cuaca dan Iklim dalam Penyebaran COVID-19.
Hasilnya Covid-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang sangat rendah (1-9 °C), dengan kelembapan 60-90%. Sementara Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-rata berkisar antara 2730 derajat celcius. Adapun kelembapan udara berkisar antara 70-95%, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang cenderung tidak ideal untuk penyebaran COVID-19.
Namun demikian, fakta menunjukkan bahwa kasus gelombang ke-2 Covid-19 telah menyebar di Indonesia sejak awal Maret 2020 yang lalu. Hal tersebut diduga akibat faktor mobilitas manusia dan interaksi sosial yang lebih kuat berpengaruh, daripada faktor cuaca dalam penyebaran wabah Covid-19 di Indonesia.
"Meningkatnya kasus pada gelombang ke dua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial," kata Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati, dalam siaran persnya, Minggu (5/4/2020).
Laporan Tim BMKG-UGM merekomendasikan berdasarkan fakta dan kajian terhadap beberapa penelitian sebelumnya, bahwa apabila mobilitas penduduk dan interaksi sosial ini benar-benar dapat dibatasi, disertai dengan intervensi kesehatan masyarakat, maka faktor suhu dan kelembapan udara dapat menjadi faktor pendukung dalam memitigasi atau mengurangi risiko penyebaran wabah tersebut.
Sementara itu, setelah memicu gejolak di pasar keuangan, dan berdampak buruk di sektor riil, ternyata konsumen Indonesia masih menunjukkan optimisme. Pada Senin (6/4/2020), Bank Indonesia (BI) melaporkan Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) periode Maret 2020 sebesar 113,8. Konsumen masih pede, karena nilai indeks di atas 100.
Angka indeks di bulan Maret 2020 adalah yang terendah sejak September 2016, meski demikian setidaknya masih ada optimisme di benak konsumen, sehingga belanja tidak akan menurun drastis.
IKK adalah salah satu indikator permulaan (leading indicator) untuk meneropong arah perekonomian ke depan. Ketika konsumen masih yakin dan berniat untuk meningkatkan konsumsi, maka prospek ekonomi akan cerah.
Sebaliknya jika konsumen pesimistis maka prospek pertumbuhan ekonomi juga mendung, karena konsumsi rumah tangga menyumbang hampir 60% dari pembentukan Produk Domestik Bruto (PDB) nasional.
Laporan dari BMKG dan BI memberikan semangat positif di pasar saham, hingga melesat naik di awal pekan ini, meski masih dibayangi penyebaran pandemi COVID-19 hingga risiko resesi global.
(hps/tas) Next Article Walau IHSG Terkapar 3% Lebih, 6 Saham LQ45 ini Tetap Hijau
Most Popular