Konsumen RI Masih Optimistis, Rupiah Masa Gak Bisa Menguat?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 April 2020 14:16
Analisis Teknikal
Foto: Ilustrasi Dolar (CNBC Indonesia/Andrean Kristianto)
Secara teknikal, rupiah yang disimbolkan USD/IDR sebenarnya berpeluang menguat melihat indikator Stochastic yang berada di wilayah jenuh beli (overbought) dalam waktu yang cukup lama.

Posisi overbought (di atas level 80) dalam waktu lama artinya dolar AS terus menguat tersebut mengkonfirmasi pernyataan BI yang menyebut nilai tukar rupiah masih di bawah nilai fundamentalnya (undervalue).

Stochastic merupakan leading indicator, atau indikator yang mengawali pergerakan harga. Ketika Stochastic mencapai wilayah jenuh beli, maka suatu harga suatu instrumen berpeluang berbalik turun. Dalam hal ini, perdagangan rupiah melawan dolar AS disimbolkan USD/IDR yang berarti dolar AS sudah jenuh beli sehingga berpeluang melemah.

Beberapa pola candle stick sebenarnya bisa mendukung penguatan rupiah. Pada perdagangan Selasa (24/3/2020), rupiah membentuk pola Black Marubozu.

Begitu perdagangan Selasa dibuka, rupiah langsung menguat 0,31% ke level Rp 16.500/US$. Setelahnya penguatan rupiah semakin menebal hingga 0,6% ke Rp 16.450/US$ di akhir perdagangan.

Level pembukaan rupiah itu sekaligus menjadi titik terlemah intraday, sementara level penutupan menjadi titik terkuat rupiah pada hari Selasa. Dengan demikian, secara teknikal rupiah membentuk pola Black Marubozu.

Munculnya Black Marubozu kerap dijadikan sinyal kuat jika harga suatu instrument akan mengalami penurun lebih lanjut. Dalam hal ini, nilai tukar dolar AS melemah melawan rupiah. Dengan kata lain, rupiah berpotensi melanjutkan penguatan.

Konsumen RI Masih Optimistis, Rupiah Masa Gak Bisa Menguat? Grafik: Rupiah (USD/IDR) Harian
Sumber: Refinitiv


Kemudian pada Jumat (27/3/2020) lalu rupiah juga membentuk pola Gravestone Doji, di mana harga pembukaan sama dengan harga penutupan perdagangan, dengan ekor yang panjang di atas. Pola yang sama juga terbentuk Selasa (31/3/2020).

Pola ini kerap kali dijadikan sinyal jika harga suatu instrumen akan berbalik turun, dalam hal ini USD/IDR bergerak turun atau rupiah menguat melawan dolar AS.

Kemudian terakhir, Kamis (2/4/2020) kemarin terbentuk pola shooting star, yang juga menjadi sinyal pembalikan arah atau USD/IDR akan bergerak turun, dengan kata lain rupiah berpeluang menguat. Pola ini sebelumnya juga sudah muncul pada 20 Maret lalu, tetapi sayangnya pandemi COVID-19 terus mempengaruhi sentimen pelaku pasar yang membuat rupiah sulit menguat.

Faktor fundamental memang akan lebih mempengaruhi pergerakan rupiah selama pandemi COVID-19 belum bisa dihentikan.

Rupiah sejak hari Selasa lalu bergerak di atas Rp 16.200/US$, yang bisa menjadi kunci pergerakan rupiah secara teknikal. Dalam jangka pendek, potensi penguatan rupiah masih ke level tersebut.

Peluang penguatan rupiah baru akan terbuka lebih lebar jika mampu menembus ke bawah Rp 16.200/US$ dengan meyakinkan. Target penguatan ke Rp 16.000 sampai Rp 15.900/US$.

Namun, selama tertahan di atas Rp 16.200/US$, pelemahan rupiah berpotensi berlanjut, menuju Rp Rp16.500 sampai Rp 16.620/US$.

Ke depannya jika dua level tersebut mulus dilewati, rupiah berisiko mencapai level terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$, bahkan sampai Rp 17.000/US$.



TIM RISET CNBC INDONESIA (pap/pap)

Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular