
Menguat 4 Hari Beruntun, Rupiah KO Juga vs Dolar Australia
Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
06 April 2020 11:40

Jakarta, CNBC Indonesia - Rupiah akhirnya melemah melawan dolar Australia pada perdagangan Senin (6/4/2020) setelah menguat dalam empat hari beruntun.
Pada pukul 10:40 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.888,1, dolar Australia menguat 0,57% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara dalam 4 hari sebelumnya, total dolar Australia melemah 2,36%.
Pelemahan cukup tajam dalam 4 hari tersebut tentunya memicu aksi beli lagi di dolar Australia, apalagi di tengah pandemi virus corona (COVID-19) yang tentunya membuat posisi rupiah kurang menguntungkan sebagai mata uang negara emerging market.
Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE, hingga saat ini di Australia ada 5.687 kasus COVID-19, dengan 365 orang meninggal dunia dan 757 orang sembuh.
Sementara di Indonesia hingga Minggu kemarin, dilaporkan sebanyak 2.273 orang positif COVID-19, dengan 198 meninggal dunia, dan 164 dinyatakan sembuh.
Meski jumlah kasus di Indonesia lebih sedikit, tetapi dampaknya lebih besar di sektor keuangan, dan kini sudah menghantam sektor riil.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sejak akhir 2019 hingga 2 April lalu, terjadi capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 130 triliun. Padahal, hingga 24 Januari lalu masih terjadi capital inflow sekitar Rp 30 triliun.
Besarnya capital outflow tersebut terutama yang terjadi di bulan Maret menjadi salah satu penyebab utama amblesnya nilai tukar rupiah.
Sementara dari sektor riil, pariwisata RI jeblok tajam, dan sektor manufaktur mengalami kontraksi hingga ke level terendah sepanjang sejarah pencatatan yang dimulai pada April 2011.
Guna memerangi pandemi COVID-19, Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga dan beberapa kebijakan lainnya guna menyediakan likuiditas di pasar. Sementara pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan stimulus fiskal dengan nilai ratusan triliun rupiah.
Hal yang sama sebenarnya juga menimpa Australia, bank sentralnya bahkan memangkas suku bunga hingga ke rekor terendah 0,25% dan juga menerapkan quantitative easing (QE) atau program pembelian aset (obligasi pemerintah dan surat berharga lainnya) yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Pemerintah Australia juga menggelontorkan stimulus fiskal.
Tetapi, tekanan terhadap rupiah lebih besar, Indonesia yang merupakan negara emerging market tentunya dianggap lebih berisiko dibandingkan Australia.
Selain itu tengah pandemi COVID-19, pelaku pasar dikatakan akan memilih mata uang dimana negaranya bertindak cepat guna meredam COVID-19 ketimbang perbedaan imbal hasil (yield) yang diberikan.
"Kemerosotan ekonomi terjadi dimana-mana saat ini, jadi sejauh itu, kita akan melihat perdagangan berdasarkan perbedaan penanganan virus corona ketimbang perbedaan yield" kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di AxuCorp.
"Investor saat ini membeli mata uang negara yang mampu mengatasi virus corona lebih cepat dengan berbagai langkah yang diambil untuk menghentikan penyebarannya" tambah Innes.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah
Pada pukul 10:40 WIB, AU$ 1 setara dengan Rp 9.888,1, dolar Australia menguat 0,57% di pasar spot, melansir data Refinitiv. Sementara dalam 4 hari sebelumnya, total dolar Australia melemah 2,36%.
Pelemahan cukup tajam dalam 4 hari tersebut tentunya memicu aksi beli lagi di dolar Australia, apalagi di tengah pandemi virus corona (COVID-19) yang tentunya membuat posisi rupiah kurang menguntungkan sebagai mata uang negara emerging market.
Sementara di Indonesia hingga Minggu kemarin, dilaporkan sebanyak 2.273 orang positif COVID-19, dengan 198 meninggal dunia, dan 164 dinyatakan sembuh.
Meski jumlah kasus di Indonesia lebih sedikit, tetapi dampaknya lebih besar di sektor keuangan, dan kini sudah menghantam sektor riil.
Berdasarkan data Direktorat Jendral Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) Kementerian Keuangan, sejak akhir 2019 hingga 2 April lalu, terjadi capital outflow di pasar obligasi sekitar Rp 130 triliun. Padahal, hingga 24 Januari lalu masih terjadi capital inflow sekitar Rp 30 triliun.
Besarnya capital outflow tersebut terutama yang terjadi di bulan Maret menjadi salah satu penyebab utama amblesnya nilai tukar rupiah.
Sementara dari sektor riil, pariwisata RI jeblok tajam, dan sektor manufaktur mengalami kontraksi hingga ke level terendah sepanjang sejarah pencatatan yang dimulai pada April 2011.
Guna memerangi pandemi COVID-19, Bank Indonesia (BI) sudah mengeluarkan stimulus moneter dengan menurunkan suku bunga dan beberapa kebijakan lainnya guna menyediakan likuiditas di pasar. Sementara pemerintah di bawah Presiden Joko Widodo juga mengeluarkan stimulus fiskal dengan nilai ratusan triliun rupiah.
Hal yang sama sebenarnya juga menimpa Australia, bank sentralnya bahkan memangkas suku bunga hingga ke rekor terendah 0,25% dan juga menerapkan quantitative easing (QE) atau program pembelian aset (obligasi pemerintah dan surat berharga lainnya) yang belum pernah dilakukan sebelumnya. Pemerintah Australia juga menggelontorkan stimulus fiskal.
Tetapi, tekanan terhadap rupiah lebih besar, Indonesia yang merupakan negara emerging market tentunya dianggap lebih berisiko dibandingkan Australia.
Selain itu tengah pandemi COVID-19, pelaku pasar dikatakan akan memilih mata uang dimana negaranya bertindak cepat guna meredam COVID-19 ketimbang perbedaan imbal hasil (yield) yang diberikan.
"Kemerosotan ekonomi terjadi dimana-mana saat ini, jadi sejauh itu, kita akan melihat perdagangan berdasarkan perbedaan penanganan virus corona ketimbang perbedaan yield" kata Stephen Innes, kepala strategi pasar global di AxuCorp.
"Investor saat ini membeli mata uang negara yang mampu mengatasi virus corona lebih cepat dengan berbagai langkah yang diambil untuk menghentikan penyebarannya" tambah Innes.
TIM RISET CNBC INDONESIA
(pap/pap) Next Article Lagi-Lagi Karena China, Dolar Australia Berjaya Lawan Rupiah
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular