
Malangnya Rupiah: Dipukul Dolar, Dikeroyok Mata Uang Asia
Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 April 2020 13:43

Sementara dari sisi eksternal, sentimen pasar semakin memburuk gara-gara pandemi virus corona atau Coronavirus Desease-2019 (Covid-19).
Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis, jumlah pasien corona di seluruh dunia mencapai 1.203.099 orang. Dari jumlah tersebut, 64.774 orang meninggal dunia.
Penyebaran virus yang begitu cepat memaksa pemerintah di berbagai negara menerapkan pembatasan aktivitas publik. Ada yang sekadar imbauan, ada yang sampai bersifat memaksa seperti di India atau Filipina.
Ketika semakin banyak orang yang terpaksa bekerja, belajar, dan beribadah di rumah maka perputaran roda ekonomi menjadi sangat lambat. Bahkan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia kompak menyebut ekonomi global sudah masuk resesi.
"Ini adalah krisis yang berbeda dari sebelumnya. Kita sudah lihat perekonomian dunia tidak bergerak, dan sekarang sudah resesi. Ini lebih parah dibandingkan 2008-2009. Sepanjang hidup saya, inilah kegelapan terbesar bagi umat manusia, ancaman bagi seluruh dunia," tegas Kristalina Geogieva, Direktur Pelaksana IMF, seperti diberitakan Reuters.
"Di luar dampak Covid-19 terhadap kesehatan, kami memperkirakan ada resesi besar di perekonomian global," sebut David Malpass, Presiden Bank Dunia, juga dikutip dari Reuters.
Akibatnya, pelaku pasar menjauh dari aset-aset berisiko. Kini investor memilih untuk kembali 'primitif' dengan memegang uang tunai. Cash is king.
Namun yang dipilih para pelaku ekonomi bukan sembarang cash, melainkan dolar AS. Maklum, dolar AS adalah mata uang global yang sangat likuid. Segala urusan mulai dari perdagangan, investasi, pembayaran utang, sampai dividen bisa selesai kalau punya dolar AS.
Perilaku ini membuat permintaan dolar AS meningkat sehingga nilainya menguat tidak keruan. Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 1,51%. Keperkasaan dolar AS tentu memakan 'tumbal' mata uang lain, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis, jumlah pasien corona di seluruh dunia mencapai 1.203.099 orang. Dari jumlah tersebut, 64.774 orang meninggal dunia.
Penyebaran virus yang begitu cepat memaksa pemerintah di berbagai negara menerapkan pembatasan aktivitas publik. Ada yang sekadar imbauan, ada yang sampai bersifat memaksa seperti di India atau Filipina.
"Ini adalah krisis yang berbeda dari sebelumnya. Kita sudah lihat perekonomian dunia tidak bergerak, dan sekarang sudah resesi. Ini lebih parah dibandingkan 2008-2009. Sepanjang hidup saya, inilah kegelapan terbesar bagi umat manusia, ancaman bagi seluruh dunia," tegas Kristalina Geogieva, Direktur Pelaksana IMF, seperti diberitakan Reuters.
"Di luar dampak Covid-19 terhadap kesehatan, kami memperkirakan ada resesi besar di perekonomian global," sebut David Malpass, Presiden Bank Dunia, juga dikutip dari Reuters.
Akibatnya, pelaku pasar menjauh dari aset-aset berisiko. Kini investor memilih untuk kembali 'primitif' dengan memegang uang tunai. Cash is king.
Namun yang dipilih para pelaku ekonomi bukan sembarang cash, melainkan dolar AS. Maklum, dolar AS adalah mata uang global yang sangat likuid. Segala urusan mulai dari perdagangan, investasi, pembayaran utang, sampai dividen bisa selesai kalau punya dolar AS.
Perilaku ini membuat permintaan dolar AS meningkat sehingga nilainya menguat tidak keruan. Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 1,51%. Keperkasaan dolar AS tentu memakan 'tumbal' mata uang lain, termasuk rupiah.
TIM RISET CNBCÂ INDONESIA
(aji/aji)
Pages
Tags
Related Articles
Recommendation

Most Popular