Malangnya Rupiah: Dipukul Dolar, Dikeroyok Mata Uang Asia

Hidayat Setiaji, CNBC Indonesia
05 April 2020 13:43
Malangnya Rupiah: Dipukul Dolar, Dikeroyok Mata Uang Asia
Ilustrasi Rupiah (CNBC Indonesia/Muhammad Sabki)
Jakarta, CNBC Indonesia - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) bergerak melemah sepanjang pekan ini. Satu lawan satu dengan mata uang Asia, apakah rupiah bisa berjaya?

Sepanjang minggu ini, rupiah melemah 1,86% di hadapan greenback. Mayoritas mata uang utama Asia juga terdepresiasi terhadap dolar AS, tetapi rupiah menjadi terlemah kedua. Rupiah hanya lebih baik dari won Korea Selatan uang ambles nyaris 2%.

Berikut perkembangan kurs dolar AS terhadap mata uang utama Benua Kuning sepanjang pekan ini:

 


Bagaimana nasib rupiah di hadapan para tetangganya? Sama saja. Mata uang Tanah Air juga kurang bergigi kala berhadapan dengan yen Jepang dkk. Rupiah hanya bisa menang melawan won.

Berikut perkembangan kurs mata uang Asia terhadap rupiah sepanjang pekan ini:

 




[Gambas:Video CNBC]



Faktor domestik dan eksternal sama-sama membebani rupiah pekan ini. Dalam sepekan terakhir, berbagai proyeksi terhadap prospek ekonomi Indonesia begitu gloomy.

Economist Intelligence Unit memperkirakan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2020 hanya sebesar 1%. Jika terjadi, maka akan menjadi catatan terendah sejak 1999.

Sementara pemerintah memiliki dua proyeksi. Pertama adalah skenario berat, di mana ekonomi Ibu Pertiwi tahun ini diperkirakan tumbuh 2,3%. Kedua adalah skenario sangat berat, yang meramal ekonomi bakal terkontraksi (tumbuh negatif) sampai -0,4%.




"KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini turun jadi 2,3% dan lebih buruk bisa negatif 0,4%. Sehingga kondisi ini menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan berpotensi menekan lembaga keuangan karena kredit tidak bisa dibayarkan dan perusahaan alami kesulitan dari revenue," tutur Sri Mulyani Indrawati, Menteri Keuangan, Rabu (1/3/2020).

Jika ekonomi Indonesia benar-benar terkontraksi, maka akan menjadi pencapaian terendah sejak 1998 kala negeri ini sedang bergelut dengan krisis ekonomi-sosial-politik. Amit-amit jabang bayi...




Sementara dari sisi eksternal, sentimen pasar semakin memburuk gara-gara pandemi virus corona atau Coronavirus Desease-2019 (Covid-19).

Berdasarkan data satelit pemetaan ArcGis, jumlah pasien corona di seluruh dunia mencapai 1.203.099 orang. Dari jumlah tersebut, 64.774 orang meninggal dunia.

Penyebaran virus yang begitu cepat memaksa pemerintah di berbagai negara menerapkan pembatasan aktivitas publik. Ada yang sekadar imbauan, ada yang sampai bersifat memaksa seperti di India atau Filipina.

Ketika semakin banyak orang yang terpaksa bekerja, belajar, dan beribadah di rumah maka perputaran roda ekonomi menjadi sangat lambat. Bahkan Dana Moneter Internasional dan Bank Dunia kompak menyebut ekonomi global sudah masuk resesi.


"Ini adalah krisis yang berbeda dari sebelumnya. Kita sudah lihat perekonomian dunia tidak bergerak, dan sekarang sudah resesi. Ini lebih parah dibandingkan 2008-2009. Sepanjang hidup saya, inilah kegelapan terbesar bagi umat manusia, ancaman bagi seluruh dunia," tegas Kristalina Geogieva, Direktur Pelaksana IMF, seperti diberitakan Reuters.

"Di luar dampak Covid-19 terhadap kesehatan, kami memperkirakan ada resesi besar di perekonomian global," sebut David Malpass, Presiden Bank Dunia, juga dikutip dari Reuters.

Akibatnya, pelaku pasar menjauh dari aset-aset berisiko. Kini investor memilih untuk kembali 'primitif' dengan memegang uang tunai. Cash is king.

Namun yang dipilih para pelaku ekonomi bukan sembarang cash, melainkan dolar AS. Maklum, dolar AS adalah mata uang global yang sangat likuid. Segala urusan mulai dari perdagangan, investasi, pembayaran utang, sampai dividen bisa selesai kalau punya dolar AS.

Perilaku ini membuat permintaan dolar AS meningkat sehingga nilainya menguat tidak keruan. Sepanjang pekan ini, Dollar Index (yang menggambarkan posisi greenback di hadapan enam mata uang utama dunia) menguat 1,51%. Keperkasaan dolar AS tentu memakan 'tumbal' mata uang lain, termasuk rupiah.





TIM RISET CNBC INDONESIA


Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular