
Kuartal I Penuh Bumbu, Gerak Harga Emas Bak Roller Coaster
Tirta Citradi, CNBC Indonesia
03 April 2020 18:29

Jakarta, CNBC Indonesia - Dalam periode tiga bulan pertama tahun 2020, banyak sekali kejutan terjadi. Harga emas pun mengalami volatilitas yang tinggi terutama sejak memasuki bulan Februari.
Pada kuartal pertama tahun ini, harga emas dunia di pasar spot ditutup di US$ 1.571.05/troy ons. Harga emas naik 3,56% secara quarter on quarter (qoq). Walau harga emas pada akhirnya mengalami kenaikan, tetapi perjalanan yang panjang di kuartal ini sempat menghantarkan emas ke level terendah sejak pertengahan Desember.
Tahun lalu harga emas naik 18% karena prospek ekonomi yang suram akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Perang dagang membuat rantai pasok global terdisrupsi. Ekonomi global pun goyah.
Kala kondisi ekonomi sedang tak kondusif, investor cenderung berburu aset-aset minim risiko (safe haven) salah satunya emas. Logam mulia ini masuk ke dalam portofolio investor dan berperan sebagai aset untuk lindung nilai (hedging). Tak hanya investor saja yang berburu emas, bank sentral pun juga ikut meramaikan aksi perburuan emas.
Permintaan yang terdongkrak membuat harga emas mengalami penguatan. Bahkan setelah AS dan China menandatangani kesepakatan dagang fase I pada awal tahun ini, harga emas masih tetap menguat.
Ketegangan AS-China boleh jadi agak mengendur. Namun tensi tinggi kini beralih ke poros Washington-Teheran. Awal tahun ini, tepatnya pada 3 Januari 2020, dunia dikejutkan dengan kabar tewasnya Jenderal Karismatik Iran Qassem Soleimani.
Usut punya usut Presiden AS ke-45 Donald Trump adalah dalang dari kematian Sang Jenderal. Trump telah memberi komando untuk membunuh Jenderal yang dianggap teroris dan membahayakan AS tersebut.
Dalam perjalanan menuju Bandara Internasional Baghdad, mobil iring-iringan sang Jenderal terkena serangan pesawat nirawak (drone) milik AS. Di situlah awal mula konflik terjadi. Iran yang geram dan tidak terima dengan perilaku AS sempat membalasnya dengan menghujani pangkalan militer AS di Irak dengan roket katyusha.
Konflik antara keduanya tersebut sempat memicu reaksi heboh publik. Bahkan ada yang sempat menyebut bahwa konflik keduanya bisa berpotensi menjadi penyulut perang dunia ketiga.
Selain itu juga, investor masih kecewa akan detail kesepakatan dagang antara AS-China yang dinilai tidak menyelesaikan poin utama permasalahan dan malah cenderung tidak realistis. Tarif impor juga masih dikenakan atas barang-barang China oleh AS.
Sehingga di tengah ketidakpastian yang tinggi tersebut, harga emas masih punya ruang untuk penguatan.
Pada kuartal pertama tahun ini, harga emas dunia di pasar spot ditutup di US$ 1.571.05/troy ons. Harga emas naik 3,56% secara quarter on quarter (qoq). Walau harga emas pada akhirnya mengalami kenaikan, tetapi perjalanan yang panjang di kuartal ini sempat menghantarkan emas ke level terendah sejak pertengahan Desember.
Tahun lalu harga emas naik 18% karena prospek ekonomi yang suram akibat perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China. Perang dagang membuat rantai pasok global terdisrupsi. Ekonomi global pun goyah.
Kala kondisi ekonomi sedang tak kondusif, investor cenderung berburu aset-aset minim risiko (safe haven) salah satunya emas. Logam mulia ini masuk ke dalam portofolio investor dan berperan sebagai aset untuk lindung nilai (hedging). Tak hanya investor saja yang berburu emas, bank sentral pun juga ikut meramaikan aksi perburuan emas.
Permintaan yang terdongkrak membuat harga emas mengalami penguatan. Bahkan setelah AS dan China menandatangani kesepakatan dagang fase I pada awal tahun ini, harga emas masih tetap menguat.
Ketegangan AS-China boleh jadi agak mengendur. Namun tensi tinggi kini beralih ke poros Washington-Teheran. Awal tahun ini, tepatnya pada 3 Januari 2020, dunia dikejutkan dengan kabar tewasnya Jenderal Karismatik Iran Qassem Soleimani.
Usut punya usut Presiden AS ke-45 Donald Trump adalah dalang dari kematian Sang Jenderal. Trump telah memberi komando untuk membunuh Jenderal yang dianggap teroris dan membahayakan AS tersebut.
Dalam perjalanan menuju Bandara Internasional Baghdad, mobil iring-iringan sang Jenderal terkena serangan pesawat nirawak (drone) milik AS. Di situlah awal mula konflik terjadi. Iran yang geram dan tidak terima dengan perilaku AS sempat membalasnya dengan menghujani pangkalan militer AS di Irak dengan roket katyusha.
Konflik antara keduanya tersebut sempat memicu reaksi heboh publik. Bahkan ada yang sempat menyebut bahwa konflik keduanya bisa berpotensi menjadi penyulut perang dunia ketiga.
Selain itu juga, investor masih kecewa akan detail kesepakatan dagang antara AS-China yang dinilai tidak menyelesaikan poin utama permasalahan dan malah cenderung tidak realistis. Tarif impor juga masih dikenakan atas barang-barang China oleh AS.
Sehingga di tengah ketidakpastian yang tinggi tersebut, harga emas masih punya ruang untuk penguatan.
Pages
Most Popular