Saham-Rupiah-Obligasi-Emas Antam, Siapa Paling Cuan di Q1?

Putu Agus Pransuamitra, CNBC Indonesia
02 April 2020 15:10
Saham-Rupiah-Obligasi-Emas Antam, Siapa Paling Cuan di Q1?
Foto: Terus Melemah, Rupiah Tembus 14.500 Per Dolar AS (CNBC Indonesia TV)
Jakarta, CNBC Indonesia - Pandemi virus corona (COVID-19) membuat pasar keuangan dalam negeri amblae sepanjang kuartal I-2020, tetapi harga emas produksi PT Aneka Tambang Tbk (emas Antam) justru berkilau terang.

COVID-19 yang pertama kali muncul di kota Wuhan China pada akhir Desember 2019 belum banyak mempengaruhi pasar keuangan dalam negeri hingga akhir Januari lalu. Tetapi begitu virus ini menyebar ke berbagai negara dan dinyatakan sebagai pandemi, pasar keuangan Indonesia dan global langsung terpukul, hingga luluh lantak akhir kuartal-I.

Berdasarkan data Johns Hopkins CSSE, hingga pagi ini kasus COVID-19 sudah "menyerang" 180 negara/wilayah, dengan lebih dari 850.000 terjangkit, 42.032 orang meninggal dunia dan 177.857 dinyatakan sembuh.

Sementara di Indonesia hingga Selasa kemarin sudah ada 1.528 kasus positif COVID-19, dengan 136 orang meninggal dunia dan 81 sembuh.
Akibat pandemi tersebut, banyak negara menerapkan kebijakan karantina wilayah (lockdown) demi meredam penyebarannya. Dampaknya, aktivitas ekonomi menurun tajam, dan resesi kembali datang.

Kepala Ekonom IHS Markit, Nariman Behravesh dan Eksekutif Direktur Ekonomi Global Sara Johnson dalam Global Economic Forecast Flash bulan Maret memberikan proyeksi jika Jepang sudah mengalami resesi, sementara AS dan Eropa akan menyusul di kuartal II-2020.

PDB AS diprediksi di tahun ini diprediksi akan berkontraksi 0,2%, zona euro 1,5% dan Jepang 0,8%. Sementara itu ekonomi China diprediksi hanya akan tumbuh 3,1%.

AS tidak malah diprediksi akan mengalami depresi bukan lagi resesi oleh Kepala Ekonom MUFG di New York, Chris Rupkey, setelah sektor manufaktur Paman Sam mengalami kontraksi.

"Sektor manufaktur kembali resesi, bergabung dengan sektor-sektor lainnya. Ini menunjukkan sepertinya yang terjadi adalah depresi, bukan sekadar resesi," kata Rupkey, seperti diberitakan Reuters.



Kecemasan akan terjadinya resesi global tersebut membuat bursa saham global ambles, begitu juga dengan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). Sepanjang kuartal I IHSG ambles nyaris 28%. Aksi jual paling parah terjadi di bulan Maret yang ambles 16,76%. Bahkan pada 24 Maret lalu lalu IHSG menyentuh 3.911,716 yang merupakan level terendah sejak Agustus 2013.

Setali tiga uang, pasar obligasi juga mengalami aksi jual yang masif. Yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun naik 80,9 basis poin (bps) menjadi 7,907%. 

Pergerakan yield berbanding terbalik dengan harga obligasi. Ketika harga turun, yield akan bergerak naik. Penurunan harga tersebut berarti sedang ada aksi jual. Aksi jual artinya obligasi Indonesia sedang tidak diminati.

Amblesnya IHSG dan obligasi Indonesia menunjukkan arus modal asing keluar (capital outflow) yang besar, dan berimbas pada buruknya kinerja rupiah.

Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo saat memberikan update tentang kondisi perekonomian terkini Selasa (31/3/2020) siang mengatakan dana asing masih pergi dari pasar Indonesia. Ia mengatakan, terjadi outflow atau aliran dana asing keluar hingga Rp 145,1 triliun.

"Terdiri dari outflow Rp 131,1 triliun di pasar SBN dan Rp 9,9 triliun di pasar saham," katanya.



Pergerakan rupiah memang sangat rentan oleh keluar masuknya aliran modal (hot money) sebagai sumber devisa. Sebabnya, pos pendapatan devisa lain yakni transaksi berjalan (current account), belum bisa diandalkan.

Sejak tahun 2011 transaksi berjalan RI sudah mengalami defisit (current account deficit/CAD). Praktis pasokan valas hanya dari hot money, yang mudah masuk-keluar. Ketika terjadi capital outflow yang besar maka tekanan bagi rupiah akan semakin kuat.



Besarnya outflow tersebut membuat pelemahan rupiah tak bisa dihindari, sepanjang kuartal I kurs rupiah merosot 17,44%, menjadi mata uang dengan kinerja terburuk di Asia. Pada 23 Maret lalu, rupiah bahkan sempat menyentuh Rp 16.620/US$. Level tersebut merupakan yang terlemah sejak krisis moneter 22 tahun lalu, atau tepatnya sejak 17 Juni 1998 ketika rupiah mencatat rekor terlemah sepanjang sejarah Rp 16.800/US$.

Di saat pasar keuangan sedang babal belur, harga emas Antam justru terus menanjak bahkan melesat naik. Logam mulia ini menjadi aset investasi yang paling menguntungkan setelah menguat 22,72% dan mencetak rekor termahal sepanjang sejarah Rp 87,7 juta untuk emas batangan 100 gram, atau Rp 877.000/gram pada 30 Maret lalu.

[Gambas:Video CNBC]



Nilai tukar rupiah yang merosot lebih dari 17% menjadi penyebab harga emas Antam naik tajam. Maklum saja, pergerakan harga emas dunia yang dibanderol dolar AS menjadi salah satu acuan harga emas Antam.

Ketika harga emas dunia naik, harga emas Antam akan ikut terkerek. Emas dunia sendiri cuma naik 3,56% pada periode Januari-Maret.

Merosotnya nilai tukar rupiah lah yang menjadi penyebab kenaikan harga emas Antam bisa menjadi berlipat-lipat. Ketika kurs rupiah merosot, maka harga emas dunia menjadi lebih malah jika dikonversi ke rupiah. Dampaknya, emas Antam juga harus menyesuaikan, sehingga naik jauh lebih kecang dibandingkan emas dunia.



Prospek emas Antam sendiri di tahun ini masih akan cemerlang, melihat harga emas dunia yang diprediksi melesat naik, serta nilai tukar rupiah yang berisiko terus merosot.

Kepala strategi global di TD Securities, Bart Melek. Memprediksi harga emas dunia akan menyentuh US$ 1.800/troy ons dalam waktu dekat, bahkan tidak menutup kemungkinan ke US$ 2.000/troy ons.

"Normalisasi kondisi likuiditas, suku bunga riil negatif, dan biaya investasi yang rendah serta kekhawatiran akan depresiasi mata uang, situasinya mirip dengan periode setelah krisis finansial global (2008), yang berarti harga emas dapat menguat menuju US$ 1.800/troy ons dalam waktu dekat" tulis Melek sebagaimana dikutip Kitco.com.

Analis dari WingCapital Investment bahkan lebih bullish lagi, memprediksi emas bisa ke US$ 3.000/troy ons dalam tiga tahun ke depan.
Lembaga tersebut melihat stimulus fiskal pemerintah AS dapat menaikkan rasio utang terhadap produk domestik bruto (PDB) dan membawa emas ke level tersebut.

"Secara historis kami melihat rasio utang terhadap PDB memiliki korelasi yang lebih besar dibandingkan dengan balance sheet [neraca] The Fed [terhadap harga emas]," tulis analis WingCapital yang dikutip Kitco.com.



"Dalam prospek harga, menggunakan panduan pasca krisis finansial 2008 ketika pasar bullish dan harga emas naik dua kali lipat 3 tahun setelahnya, menurut kami target emas jangka panjang ke US$ 3.000/troy ons menjadi masuk akal," kata analis tersebut.

Satu troy ons, mengacu aturan di pasar, setara dengan 31,1 gram, sehingga besaran US$ 1.800 per troy ounce dikonversi dengan membagi angka tersebut dengan 31,1 gram, hasilnya US$ 57,87 per gram. Dengan asumsi kurs rupiah Rp 16.000/US$, maka prediksi harga emas tahun ini bisa menembus Rp 926.045/gram.



Itu jika kurs rupiah Rp 16.000/US$, hari ini saja Mata Uang Garuda berada di kisaran Rp 16.500/US$, dan ke depannya bisa lebih lemah lagi akibat pandemi COVID-19.

Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, kemarin mengatakan ada 2 skenario dampak COVID-19 ke perekonomian, yakni berat dan sangat berat. Dalam skenario berat, PDB diprediksi tumbuh 2,3%, sementara skenario sangat pertumbuhan ekonomi tahun ini bisa minus 0,4%.

"KSSK (Komite Stabilitas Sektor Keuangan) memperkirakan pertumbuhan ekonomi tahun ini turun jadi 2,3% dan lebih buruk bisa negatif 0,4%. Sehingga kondisi ini menyebabkan penurunan kegiatan ekonomi dan berpotensi menekan lembaga keuangan karena kredit tidak bisa dibayarkan dan perusahaan alami kesulitan dari revenue," tutur Sri Mulyani yang juga Ketua KSSK, Rabu (1/3/2020).

Sri Mulyani juga mengatakan, dalam skenario berat rupiah bisa berada di kisaran Rp 17.500/US$, sementara dalam skenario sangat berat rupiah berada di level Rp 20.000/US$

Jika rupiah ke level tersebut, harga emas Antam tentunya akan semakin melesat meninggalkan instrument investasi lainnya.



TIM RISET CNBC INDONESIA



Pages

Tags

Related Articles
Recommendation
Most Popular